Broke Up

28.5K 1.1K 33
                                    

Aku sangat terlambat.

Jam menunjukan pukul 12. 1 jam lebih sejak pertemuan itu seharusnya berlangsung.

Ya, seharusnya saat ini aku tengah berada dalam sebuah pertemuan. Tidak, tidak. Bukan pertemuan resmi kantor seperti yang kau pikirkan-yang benar saja, aku kan masih High School-aku akan mendatangi sebuah pertemuan dengan..

Kekasihku. Atau mungkin, sebentar lagi akan menjadi.. Mantan kekasih.

DUKK!

"Aish, sakitnya.. Ya! Jalan yang benar, dong!" Aku mendongakkan kepalaku. Oke, lelaki yang ku tabrak itu sangat sangat tinggi.

Dan, boro-boro membantuku bangun, menanyakan keadaanku saat ini saja tidak. Benar-benar.

"Hey! Tidak bisakah kau bersikap baik padaku?"

"Memang aku harus apa?" Lelaki itu menaikan sebelah alisnya. Oke, walaupun ia tampan, tetap saja dia tidak akan ku maafkan.

"Bantu aku berdiri, dong! Menanyakan keadaanku saja tidak." Omelku.

"Oke. Tapi kau sudah berdiri, dan tidak terlihat luka sedikitpun pada badanmu. Jadi, bisa ku pastikan kau baik baik saja" katanya. Lelaki ini benar-benar.

"Terserah! Aku sedang buru-buru. Dasar lelaki tidak tau sopan santun." Aku sengaja menabrakkan pundakku pada pundaknya. Walau pundakku tidak sampai.

"Berkacalah sebelum kau bicara, Nona," ia menoleh padaku, lalu pergi begitu saja-aku bisa melihat senyumannya saat menoleh. Lelaki menyebalkan. Benar benar melelahkan hati dan fisik.

"Diamlah!" Teriakku. Ia tak menggubris. Baguslah.

Akhirnya, aku sampai. Sampai di sebuah Cafe tempat pertemuan pertamaku dengan kekasihku.

"Chagi-ya!" Panggil seseorang. Aku menoleh. Lelaki tampan itu tersenyum manis.

"Akhirnya aku menemukanmu, Kai," aku tersenyum sambil menarik bangkuku. "Maaf, aku terlambat. Di jalan tadi ada seorang lelaki menyebalkan yang menabrakku. Eh, atau aku yang menabraknya? Pokoknya dia menyebalkan sekali."

Dia tersenyum. Ya ampun. Sekali lagi, ia sangat tampan. Sudah berbulan-bulan ia memberiku senyuman itu, tapi, aku tak pernah terbiasa melihat ketampanannya.

"Eunae," Panggil Kai.

"Ya, Kai?" Aku mendongak sambil membalas senyumnya. Oke, walaupun sebentar lagi aku akan menjadi mantannya, aku tetap berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap ramah seperti biasa padanya.

"Bila aku mengatakan ini, apa kau janji untuk tidak marah?" Katanya. Oke, dia akan memulainya. Oke, dia akan memulainya. Eunae, kuatkan dirimu!

"Apakah sesuatu itu begitu menyakitkan hati sampai-sampai kau menyuruhku berjanji untuk tidak marah?" Aku tersenyum. Tersenyum pahit. Aku tau apa yang akan dia katakan.

"Mungkin,"

"Katakanlah," aku menopang dagu dengan kedua tanganku. "Aku tidak akan marah,". Okay, here we go!

"Aku.. Kita.." Ia terputus. Sejenak, ia mengambil nafas dalam-dalam, lalu membuangnya. "Kita sudahi saja hubungan kita saat ini,"

DOOM.

Serasa di sambar petir, kata-kata itu sangat menyakitkan. Aku tau dia akan mengatakan itu, tapi, aku tetap tidak bisa menguatkan diriku sendiri. Ah, air mataku sudah benar-benar tumpah.

"Eunae, aku tidak mau kau tersakiti. Tapi, memang dari awal kita tidak pernah cocok. Akhir-akhir ini kita selalu bertengkar. Maafkan aku," Kai mengusap kepalaku. "Hapus air matamu." ia menghapus air mataku dengan jari-jari lembutnya.

LuckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang