"Kau yang tadi?" balasku. Dia nyengir.
"Aku yang bertanya, kau malah bertanya balik," ia terkekeh seraya menghempaskan pantatnya di kursi sampingku. Matanya langsung mengarah ke daftar menu. "Boleh aku pinjam?" Ia menatapku.
Aku tidak menjawab, mempelajari wajahnya, agar tidak pernah bertemu lagi nanti. Mataku menatapnya lekat lekat. Aku tidak bergerak sama sekali.
"Hey?" Panggilnya membuyarkan tatapanku.
"Ah, maaf, silahkan." Aku menyodorkannya daftar menu. Lagi-lagi aku menepuk kedua pipiku.
Ia mendongak ke arah koki untuk memesan makanannya. Lalu, tatapannya bertubrukan lagi denganku.
"Apa kabar saputanganku?" Tanyanya membuka percakapan.
"Sudah di pakai untuk lap ingus," jawabku enteng. Ini bohong, sudah pasti. Saputangannya sama sekali tidak terkena ingus.
"Ah, malang benar nasib saputangan itu," katanya sambil mengalihkan pandangannya ke arah koki yang sedang memasak itu.
Matanya berbinar-binar memperhatikan. Wajahnya begitu manis. Dengan telinga yang seperti elf, ia tampak seperti bidadari.
Eh? Sadarlah, Eunae! Kau jadi menjijikan! Bidadari darimana? Kalau malaikat masih mungkin.
Malaikat kematian.
He, maaf. Aku bercanda. Selera humorku memang tidak bagus.
Aku mendengus kesal sambil menyentuk angka password ponselku.
Chanyeol langsung menoleh. Ia memasang tampang yang-astaga-tampak blo'on. Tawaku nyaris meledak melihat mimik wajahnya. Ia memasang tampang Ada-apa?
Aku kembali memandang ponselku. Ia mengernyit.
"Wanita memang sulit di mengerti, ya?" katanya. Aku menoleh kesal.
"Lelaki juga sulit di mengerti. Bisa dengan mudahnya memustuskan hubungan dan tega membuat kekasihnya menangis." Aku menghentakan kaki. Chanyeol terlihat bingung, tapi ia tidak membuka mulut sama sekali. Ah, aku jadi tidak nafsu makan. Ia terkekeh.
"Pengalaman pribadi, hm?" ia terkikik kecil-sungguh, kikikkannya mirip dengan kikikkan hantu berambut panjang. Aku mendelik.
"Apa pedulimu?" Tanyaku dengan nada ketus yang membuat orang menjadi ingin-rasanya-aku-menghajar-wanita-ini.
"Ah, pantas saja," Katanya sambil menarik ingusーyang ewh banget. "Jadi, karena itu kemarin kau menangis dengan wajah berantakan?"
Aku menatapnya. Hidungnya merah sekali.
Lagi lagi aku memasang tampang jijik. Sesaat kemudian, ia mulai bersin-bersin ria. Aku memandang wajahnya heran.
Menyadari keherananku, ia langsung menjawab,"Aku kehujanan tadi," dengan cengirannya yang tidak tau tempat itu. Dengan buru buru aku langsung memberikan tissue padanya. Ia langsung menoleh.
"He? Boleh ku pinjam?" Tanyanya. Ih, sudah bagus kubagi tisu! Dan dia malah bertanya apakah dia boleh pinjamーyang artinya dia mengembalikan tisu itu lagi padaku setelah membuang ingusnya.
"Idih, pinjam? Aku tidak sudi ya, punya tisu yang bekas ingus namja menyebalkan sepertimu," kataku sambil merinding. Ia menaikan satu alisnya.
"Kau ribet sekali, sih. Maksudku minta. Salah sedikit saja semarah ini, dasar Nenek Sihir," Tanyanya dengan wajah usil. Lelaki ini.. Belum pernah ku sikut perutnya.
"Terserahlah! Jijik aku membicarakan ingus! Mau tidak? Kalau mau, cepat ambil!" Bentakku. Dengan terburu buru ia mengambil tissue yang ku sodorkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky
FanfictionSejak berakhirnya hubunganku dengan Kai, aku bertemu dengan seorang lelaki bertubuh tinggi yang memberiku sapu tangannya saat aku menangis. Awal pertemuan kami menyebalkan sekali. Bagaimana bisa dia tidak meminta maaf padaku setelah menabrakku? Na...