.
.
.
Chapter 3
.
.
.
Gempa tahu dirinya tidak lahir di keluarga yang kaya raya, keluarga elite yang bisa membuatnya memiliki apartemen pribadi dan saham di usia yang masih muda. Atau minimal, mobil untuk masing-masing anggota keluarga.
Tidak, dia lahir dari orang tua yang sederhana. Tidak bisa dibilang kaya, namun tidak juga kekurangan. Hanya sebuah keluarga dengan perekonomian menengah.
Dan sekarang, di sinilah dia. Tinggal di sebuah rumah yang cukup besar. Bangunan bertingkat tiga berdesain modern yang memiliki halaman depan dan belakang.
Di dalamnya ada lima kamar tidur dengan masing-masing kamar mandi, serta garasi yang berisi dua mobil, tertutup oleh pagar yang menjulang tinggi.
Tiga tahun sudah mereka mereka hidup di rumah ini, membiasakan diri dengan segala hal yang sangat berbeda dengan kehidupan lamanya.
Selain harus beradaptasi dengan lingkungan baru, ia juga harus beradaptasi dengan orang-orang asing yang harus ia akui sebagai keluarga dalam waktu singkat, karena mamanya menikahi seorang duda beranak dua yang ditinggal mati istrinya.
Artinya, ia memiliki saudara tiri.
Tapi kesan pertama yang ia dapatkan dari keluarga barunya adalah; tidak ramah.
Gempa tidak tahu, kenapa mereka bersikap seperti itu. Kedua saudara tirinya secara terang-terangan memperlihatkan bahwa mereka tidak nyaman dengan kedatangan penghuni baru.
Padahal ia dan saudara kembarnya bukan tipe orang yang sulit didekati, kecuali kakak sulungnya-Halilintar tentu saja.
Mamanya mempertemukan mereka tepat di hari pernikahan, setelah itu ia dan kedua saudaranya harus ikut tinggal di rumah yang sama.
Pernikahan mereka terjadi secara mendadak tanpa ada resepsi. Semuanya terjadi terlalu cepat dan membingungkan.
Mungkin Fang dan Kaizo juga merasakan hal yang sama sehingga mereka bersikap seperti itu.
Tapi kehidupan 'baru' mereka sudah berjalan selama tiga tahun.. jika bukan karena tidak suka, lantas apa yang menjadi alasan dibalik sikap buruk mereka?
Sudah dua minggu berlalu sejak Halilintar dan Kaizo bertengkar, mereka menjadi semakin dingin satu sama lain. Bisa dibilang itu adalah pertengkaran terparah yang pernah terjadi selama mereka tinggal bersama.
Dan sepertinya Mama juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk membuat mereka berdamai karena keduanya sama-sama keras kepala.
Walau sejak awal bertemu, mereka memang tidak akur, sih. Jadi tidak ada bedanya.
"Gempa! Lihat aku bawa apa~"
Perhatian Gempa dari buku komiknya teralihkan. Dengan semangat, Taufan memamerkan sebuah benda lonjong berwarna ungu berhiaskan gemerlap galaksi, benda yang Gempa tahu bernama skateboard.
"Wah keren!" seru Gempa. Ia mengamati benda yang kini ada di tangannya dengan kagum. Tidak kelihatan seperti baru, tapi masih bagus.
"Kok bisa? Kamu dapat dari mana?"
Taufan tersenyum bangga, "Aku ambil di garasi sih. Saat tanya Bibi, katanya udah enggak dipakai. Jadi aku bawa deh. Keren kan~" Jawab Taufan dengan semangat.
Gempa akhirnya mengembalikan skateboard itu ke tangan kembarannya. "Bagus Fan, nanti aku pengen lihat kamu pakai ya" ujarnya.
Taufan tersenyum senang, "Oke deh! Aku latihan dulu"
KAMU SEDANG MEMBACA
RETAK (A BoBoiBoy Fanfiction)
FanfictionSebagai anak sulung dari keluarga yang tak utuh, bukan hal mudah bagi Halilintar untuk menjalani hidup dengan tanggung jawab yang dibebankan pada pundaknya sebagai seorang kakak sekaligus orang tua untuk kedua adiknya. Tapi yang pasti, ia akan mela...