ENAM

375 39 10
                                    

.

.

.

Chapter 6

.

.

.

"Wah ada yang akan pergi kencan ya"

Halilintar mengurut pangkal hidungnya karena kepalanya terasa pening. Mungkin sudah kali ke lima Aba menggoda cucunya ini dengan jahil, menikmati respons kesal pemuda itu sebagai hiburan.

"Kami cuma menonton film" sahut Halilintar sembari memakai sepatu, kedua tangannya sibuk menyimpul tali.

Aba mencoba sup daging buatannya dengan raut wajah puas, kemudian mengaduknya kembali dengan telaten untuk menyelesaikan masakannya.

"Kalau zaman atok dulu, itu namanya kencan pertama"

Halilintar menghela napasnya. Baiklah, cukup sudah, dengarkan saja, tidak perlu ditanggapi, karena tidak akan ada habisnya.

"Jangan pulang terlalu malam, kalau sempat, makanlah di sini. Atok masak banyak" ujar sang kakek dengan lembut sembari menuangkan isi panci ke dalam mangkuk.

Aroma yang mengguar dari sana sempat membuat Halilintar tergugah untuk mencicip, tapi ia mengurungkan niatnya karena sudah ada seseorang yang menunggunya di luar.

"Aku akan pulang sebelum makan malam, tok."

Pria itu mengangguk, "Kalau kalian makan di luar, kamu yang bayar ya. Jangan sampai perempuan yang bayar"

Halilintar mendengus mendengar wejangan sang Kakek.

"Iya. Aku pergi dulu. Assalamualaikum." Pemuda itu mengecup punggung tangan Aba kemudian berlalu pergi setelah menutup pintu.

"..waalaikumsalam" sahutnya dengan lembut.

"Wah.. cucuku sudah besar.."

.

.

.

Tin! Tin!

Halilintar memusatkan pandangannya pada sebuah mobil berwarna kuning yang terparkir di pinggir jalan, tepat di depan rumah sang kakek. Seorang gadis yang menyembul dari kaca mobil sedang melambaikan tangannya ke arah Halilintar dengan semangat.

Pemuda itu mendengus. Tidak apa Halilintar. Hanya hari ini. Batinnya berbisik menguatkan diri.

Ia kemudian berjalan ke arah pintu penumpang, membukanya, lalu segera duduk dan memakai sabuk pengaman seperti sebuah robot yang sudah terprogram, tanpa berkata apa-apa.

Melihat Halilintar yang sudah duduk tenang di sampingnya, Ying menstater mobil dan menancap gas.

Satu menit ..

Dua menit ..

Tiga menit ..

Hening masih setia menemani keduanya, baik Ying dan (apalagi) Halilintar tidak membuka suara sama sekali.

Padahal hampir setiap hari gadis itu akan datang ke kedai untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar membeli minuman dan mengobrol dengannya (baca : mengganggu Halilintar). Tapi sekarang, Ying tidak bisa berkutik.

Ying memiliki banyak teman karena memiliki sifat yang ramah dan mudah berbaur, hal itu menjadi semacam magnet yang membuat orang-orang sekitar tertarik.

Ia bisa berbincang dengan lawan bicaranya dengan lugas dan pandai menemukan topik yang menyenangkan hingga obrolan pun mengalir.

Tapi untuk sekarang, bakatnya itu seakan lenyap. Ying tidak bisa membuka percakapan dengan mudah jika lawan bicaranya adalah Halilintar.

RETAK (A BoBoiBoy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang