Tiga Minggu yang lalu....
Cahaya mentari pagi dari balik gorden menembus, mengganggu tidur seorang perempuan yang masih tertidur.
Matanya perlahan mengerjap, membukanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk.
Matanya langsung menatap ke langit-lagit kamar, namun matanya mengernyit bingung. Ini bukan kamar miliknya.
Deg!
Jantung perempuan itu semakin berdetak cepat saat merasakan ada tangan seseorang yang memeluknya semakin erat.
Perlahan matanya menatap ke arah tangan yang melingkar di perutnya.
Dia sudah mati-matian agar tidak menangis.Perlahan dia berbalik, matanya langsung di suguhkan dengan dada seorang laki-laki, tanpa mengenakan baju.
Air mata perempuan itu mulai menetes, jantungnya semakin berdetak cepat. Perlahan matanya mulai menatap wajah si laki-laki.
Deg!
Air matanya semakin deras mengalir, bibirnya kelu bahkan untuk berbicara, apalagi berteriak.
"Eunghh," laki-laki itu melengguh, mengeratkan pelukannya di pinggang si perempuan.
Perlahan mata si laki-laki mengerjap, lalu pemandangan pertama yang dia lihat adalah seorang perempuan yang sedang menangis.
"Jihan."
Laki-laki itu perlahan melepaskan pelukannya di pinggang Jihan.
Jihan, dia langsung bangun dari tidurannya, dan mendudukan dirinya.
Suara Isak tangis terdengar di penjuru ruangan ini.Tangannya memegang selimut yang menutupi tubuhnya erat.
Tangannya bergetar, lalu dia perlahan membuka selimut yang menutupi tubuhnya.Kaos hitam, baju yang melekat di tubuhnya. Jihan tau, baju ini milik siapa, tentu saja milik laki-laki yang ada di sampingnya sekarang.
Suara isakan tangisnya semakin memekik, terdengar sangat menyedihkan.
"An," laki-laki itu memegang pundak Jihan, lalu ikut mendudukkan dirinya.
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi si laki-laki.
Plak!
Lagi-lagi Jihan menampar pipi laki-laki itu.
"Hikss ... Kamu jahat ... Hikss ..." Jihan terisak, tangannya memukul-mukul dada si laki-laki.
"Maaf." hanya itu yang bisa laki-laki itu ucapkan.
Tangan laki-laki itu memeluk Jihan, mengelus rambut Jihan yang sedikit berantakan.
"Kamu jahat, Fano," lirih Jihan.
"Maaf."
"Maaf," Fano memeluk tubuh Jihan erat, tangannya mengelus rambut Jihan yang sedikit berantakan.
Jihan perempuan itu menangis, tangannya berhenti memukuli dada Fano. Jihan tidak membalas pelukan Fano, dia juga tidak melepaskan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex, My Husband
Ficção AdolescenteAdakalanya cinta membuat sakit kan? Entah itu orangnya atau perasaannya. Mencintai atau dicintai itu adalah sebuah anugrah, Cinta juga tidak bisa dipisahkan dari takdir. Takdir... takdir yang membuat malam kelam itu dilalui oleh Jihan, bagaimana mun...