Sudah satu bulan sejak pernikahan keduanya berlangsung. Jihan dan Fano tinggal di rumah orang tua Fano.
Zia menawarkan untuk mereka menempati rumah Jihan, namun Arum memberi alasan jika Jihan dan Fano tinggal di rumah orang tua Jihan pasti akan sepi lebih baik tinggal di rumahnya, Arum akan ada teman mengobrol nanti.
Jadi rumah orang tua Jihan tidak ada yang menempati sekarang, Zia dan Arya tinggal di Semarang, Angga adalah seorang TNI yang bertugas di Semarang.
Cklek!
Pintu kamar mandi terbuka, munculah Jihan yang hanya memakai handuk, dia baru saja selesai mandi.
Fano yang sedang berdiri di depan meja belajarnya langsung menatap ke belakang.
Jihan langsung membelalakkan matanya, hanya beberapa detik mereka saling berpandangan, Jihan kembali membuka pintu kamar mandi dan buru-buru masuk dengan tergesa-gesa.
Brak!
"Awshh," ringis Jihan, karena bokongnya sudah menempel di lantai, Jihan terpeleset karena dia tergesa masuk ke dalam kamar mandi.
Fano menyimpan buku yang sedang di pegangnya, lalu buru-buru berjalan ke kamar mandi.
"An, gak papa?" tanya Fano panik yang sudah berjongkok di samping Jihan.
"Gak papa kok," ucap Jihan pelan, tangannya disilangkan di dada.
Jihan mencoba berdiri namun dia masih saja meringis. Fano dengan cekatan langsung menggendong tubuh Jihan.
"A--aku bisa jalan kok," lirih Jihan.
Fano tidak mengindahkan ucapan Jihan, dia keluar dari kamar mandi dengan masih membopong tubuh Jihan, lalu dia menidurkannya di kasur.
"Sakit?" tanya Fano.
Jihan hanya mengangguk pelan, tangannya terus disilangkan di dada.
"Kenapa buru-buru hah? Jatuh 'kan?!"
"Aku pikir kamu gak ada di kamar tadi, jadi ...." Jihan tidak meneruskan ucapannya.
"Aku ambilin kamu pakaian," ucap Fano yang sudah akan berjalan.
"Jangan! Biar aku aja yang ambil!"
"Gimana bisa ngambil? Kaki kamu sakit."
"Ya aku bisa kok."
Lagi-lagi Fano tidak mengindahkan ucapan Jihan, dia berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil pakaian Jihan.
Jihan perlahan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya sampai sebatas dagu.
"Nih, cepat pakai baju, nanti kamu masuk angin." Fano menyimpan pakaian Alena di samping kasur.
"...." Jihan hanya diam, tangannya memegang ujung selimut dengan erat.
Fano yang mengerti dengan ketakutan Jihan, langsung berjalan kembali menuju meja belajarnya.
"Pakailah, aku tidak akan melihat, aku akan mengerjakan tugas." Fano sudah duduk di meja belajarnya.
Jihan awalnya ragu-ragu namun dia tetap memakai pakaiannya.
Meskipun sudah satu bulan berstatus sebagai suami istri, tapi keduanya masih saling canggung, sebenarnya hanya Jihan yang seperti itu.Fano menelan ludahnya, tangannya memang sedang menyentuh keyboard, namun pikirannya tidak terfokus pada layar monitor di depannya.
Mata Fano melirik cermin, Jihan sudah selesai, dia sudah memakai piyama polkadot.
Tok! Tok! Tok!
"Mamah boleh masuk?" tanya Arum, yang berada di balik pintu.
"Boleh Mah," jawab Jihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex, My Husband
Novela JuvenilAdakalanya cinta membuat sakit kan? Entah itu orangnya atau perasaannya. Mencintai atau dicintai itu adalah sebuah anugrah, Cinta juga tidak bisa dipisahkan dari takdir. Takdir... takdir yang membuat malam kelam itu dilalui oleh Jihan, bagaimana mun...