"Sudah?" tanya Arum, mengelus punggung Jihan.
Jihan hanya mengangguk pelan, Arum mengelap mulut Jihan menggunakan tisu. Setelahnya Jihan dituntun oleh Arum lalu duduk di kasur, punggungnya disenderkan ke kepala ranjang.
"Mamah ambilkan An air hangat dulu ya," ucap Arum.
Jihan memejamkan matanya, setelah Arum keluar dari kamar.
Tangannya terulur untuk mengelus perut ratanya, air matanya kembali menetes.
Tadi, saat Arum dan Jihan sedang makan malam, perut Jihan kembali terasa mual, dan ya ... Jihan muntah-muntah.
"Diminum dulu sayang!" titah Arum, menyodorkan segelas air hangat, Jihan meminumnya.
Arum duduk di samping Jihan, lalu dia mengelus tangan Jihan.
"Mah," panggil Jihan, menatap Arum.
"Iya sayang?" Arum mencoba tersenyum, namun tidak dapat dipungkiri air matanya sudah menetes.
"An, hamil ...."
"Besok kita ke dokter ya," ajak Arum.
Jihan menggeleng.
"An sudah tidak pernah datang bulan, An juga suka mual-mual," jelas Jihan.
"Kita ke dokter, periksakan kandungan An."
"An, gak mau Mah," lirih Jihan.
Arum memejamkan matanya, berbarengan dengan air matanya yang menetes.
"Maafkan anak Mamah An," ucap Arum memeluk tubuh Jihan.
Tidak ada jawaban keduanya menangis, kedua wanita itu menangis.
"Ya sudah, An istirahat yah," titah Arum, melepaskan pelukannya, lalu menghapus air mata Jihan.
"Jangan sedih-sedih nanti dede bayinya ikut sedih," ujar Arum.
Jihan menarik bibirnya tersenyum, lalu setelahnya, Arum meninggalkan kamar.
Jihan mengambil sebuah novel yang ada di atas nakas, lalu dia membacanya. Jika tidak bisa tidur Jihan akan membaca novel sampai akhirnya dia ketiduran.
Jihan melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun Fano belum pulang.
Ada rasa khawatir, Jihan mengambil handphonenya, tidak ada notif chat dari Fano.
Jihan kembali menyimpan handphonenya, lalu dia melanjutkan membaca novel.
Dia mencoba biasa saja, toh Fano sudah besar, dia bisa menjaga dirinya sendiri, lagipula hal biasa jika Fano belum pulang jam segini, saat SMA juga Fano sering pulang larut.
Dulu saat Fano dan Jihan masih berpacaran, Fano sering meminta ijin pulang malam, karena nongkrong bareng temen-temennya. Jihan sudah memperingatkan namun tetap saja, Fano kadang tidak mendengarkan.
Satu jam berlalu, kini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, rasa kantuk tak kunjung datang, Jihan masih terjaga.
Handphone milik Jihan, sudah ada di tangan si empunya, dia akan menelpon Fano.
Cklek!
Baru saja Jihan akan menekan tombol panggilan, namun Fano sudah membuka pintu kamar.
"Belum tidur?" tanya Fano, dia menyimpan tas punggungnya.
Jihan hanya mengangguk pelan.
Fano terlihat sedikit berantakan, terlihat wajah lelah Fano. Rambutnya sedikit berantakan, bajunya juga sedikit tidak rapih.
"Sudah makan?" tanya Fano.
Jihan hanya mengangguk.
Fano menatap Jihan lama, lalu setelahnya dia masuk kedalam kamar mandi, dia harus membersihkan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex, My Husband
Novela JuvenilAdakalanya cinta membuat sakit kan? Entah itu orangnya atau perasaannya. Mencintai atau dicintai itu adalah sebuah anugrah, Cinta juga tidak bisa dipisahkan dari takdir. Takdir... takdir yang membuat malam kelam itu dilalui oleh Jihan, bagaimana mun...