"Lo ngerasa kalau ada yang ngikutin gak sih?"Jelita melirik ke arah belakang, takut jika ada seseorang yang mengikutinya. Sudah beberapa hari semenjak dirinya mengganti nomor handphone, dia selalu merasa tak nyaman. Seakan ada orang yang tengah memperhatikannya.
"Gak ada. Perasaan lo aja kali."
Safa menjawab dengan malas, hari ini hanya mereka berdua karna Mila sedang lembur. Mereka berjalan setelah membeli beberapa cemilan di mini market, soalnya mereka mau nonton film di rumah sambil menunggu Mila.
Jelita membalikkan tubuhnya sekali lagi guna memastikan memang tidak ada yang tengah mengikuti mereka. Sadar kalau memang hanya ada mereka berdua di jalan itu akhirnya Jelita mendengus. "Iya kali ya, perasaan gue doang."
Safa mengangguk tapi diam-diam berdecak karna mendengar suara langkah kaki yang mengikuti mereka. Makanya gue bilang jangan sama orang kaya, Ta.
"Mila lembur apaan sih? Tumben banget, emangnya ramai banget yang beli buku?" Mila memang bekerja di sebuah toko buku, diantara mereka bertiga hanya Mila yang pekerjaannya tidak banyak menuntut. Safa yang paling sering sibuk karna bekerja sebagai karyawan bagian keuangan. Jelita? Oh, dia cuma bagian administrasi tapi selalu disuruh yang lainnya.
"Katanya kemarin ada yang borong buku di tempatnya."
"Serius? Gila, buat apaan? Mau bikin toko buku saingan?"
Safa menggeleng, "Mau disumbangin katanya."
"Orang baik-orang baik," Jelita memandang Safa dengan aneh, "Fa. Rumah lo kelewatan, mau jalan sampai mana? Kalau terus nanti malah nabrak tukang ojek. Mau tabrakan ala-ala ftv ya? Gak nyangka kalau ternyata lo selama ini memendam niat biar jadi drama percintaan masa kini, ckckck!"
"Ta," panggil Safa dengan wajah lelah, "Bacot!" Sahutnya yang berhasil membuat Jelita terbahak-bahak.
Setelah itu keduanya masuk ke rumah, ketika Safa ingin mengunci pintunya ia melihat beberapa orang dengan pakaian berwarna hitam dan rapi. "Astaga, rumah gue berasa mau digrebek Buser. Padahal bukan gembong narkoba."
°°°
Jelita membuka pintu untuk Mila, Safa udah tidur sejak beberapa menit yang lalu. Jelita merasa jika Safa lelah tapi ntah kenapa wajah lelah Safa semakin terlihat bila bersama Jelita. Apa dia bikin orang lelah ya?
"Lemburnya lama banget?"
Meski sekilas Jelita bisa melihat wajah panik Mila, tapi dia tak terlalu ambil pusing. "Kata Safa kemarin ada yang borong, gara-gara itu ya?"
"Eh, iya." Mila menjawab dengan gugup kemudian menatap Jelita, "Ta. Lo sebenernya boleh kok naksir sama Virgo."
Jelita menoleh, Mila tampak serius. Walau bingung Jelita langsung menjawab, "Emang boleh kok. Siapa yang bilang gak boleh? Tunggu, apa kalian mikir kalau misalnya gue jauhin Virgo karna ucapan kalian kemarin? Bagian kalian nyuruh gue jauhin atau lupain dia?" Gadis itu tertawa dengan muka geli, "Gak lah! Sejak kapan gue nurutin apa kata orang? Sejak kapan gue niat bikin kalian seneng karna berhasil nyuruh gue? Gak pernah, gue gak jauhin atau lupain Virgo kok."
Gantian Mila yang terlihat bingung.
"Kalau jauhin Virgo gue bakalan langsung kabur atau pindah sejauh-jauhnya dari tempat ini. Walau sebenernya percuma sih, Virgo juga bakalan berhasil nemuin gue. Kalau niat gue lupain dia, pasti sejak kemarin gue gak bakalan diam-diam ketawa karna orang suruhannya."
"Lo tau?" Mila bertanya kembali.
"Mil, gue ini orang paling peka sedunia. Masa gue gak sadar kalau misalnya ada yang memperhatikan gue —bukan cuma satu pula. Gue bahkan gak kaget kalau misalnya rumah ini udah di sadap. Emang ya, susah lepas dari orang terlalu kaya. Apalagi modelan Virgo."
"Lo gak marah?"
"Mau marah juga percuma, itu kan duit dia. Penghasilan dia yang dihabiskan untuk ngawasin serta nyari tahu soal gue. Gue anggap aja itu kinerja dia supaya berhasil narik perhatian gue."
"Terus berhasil?"
Jelita cuma tersenyum, menurutnya tidak perlu ada yang dijawab. Mila maupun Safa sudah terlalu mengenalnya. Lagian dia ingin orang yang bersangkutan yang mendengarnya langsung.
"Lapar gak?" Tanya Jelita mengalihkan pembicaraan, "Tadi gue sama Safa sempat masak nasi goreng. Kami sisain buat lo, karna pasti lapar banget."
"Thanks, jadi apa gue tanpa kalian?"
"Jadi lapar." Sahut Jelita yang dibalas anggukan serta tawa Mila.
Syukurlah, Jelita baik-baik saja.
°°°
Jelita menghela nafasnya, dia capek kalau mesti pura-pura gak tahu sama gerak-gerik orang dibelakangnya. Dia kira pengawasan ini akan berlangsung selama dua hari saja, ternyata tidak. Ini sudah hari ketiga.
"Keluar ajalah lo semua, capek gue."
Tidak ada satu orang pun yang muncul dari sana, Jelita jadi kesal. "Keluar! Gue udah tahu kalau kalian ngikutin gue, cuma gak tahu aja berapa jumlah pasti kalian. Mending munculin deh wujud kalian, kalau gak gue bakalan bilang sama Virgo untuk mecat kalian semua." Ancam Jelita, walau gak mungkin banget dia ngadu gitu sama Virgo. Tapi, tampaknya mereka percaya.
Beberapa orang langsung muncul dari belakangnya, Jelita melongo dia kira hanya tiga orang gak taunya ada tujuh orang. Belum lagi dari gedung-gedung di atasnya. Ada sekitar delapan orang bahkan ada yang memakai teropong. Astaga, memangnya dia teroris? Sampai mesti diintai segitunya.
"Kalian semua disuruh Virgo?" Tanya Jelita tak percaya —tapi, terpaksa percaya karna seluruh orang yang ada dihadapannya mengangguk secara bersamaan.
Astaga, Virgo beneran gila rupanya.
"Disuruh ngikutin gue?"
Lagi-lagi anggukan yang diterima Jelita semakin menambah rasa lelah pada gadis itu.
"Cuma ngikutin aja?" Tanyanya lagi.
Tapi, hening.
"Mastiin kalau gue gak bakalan selingkuh, juga gak?" Tanyanya dengan wajah menahan tawa, tapi karna orang-orang itu masih diam, Jelita jadi punya ide jahil. "Kalau gak, berarti tolong sampaikan sama Virgo kalau misalnya gue udah dijodohin. Ini sebenernya terpaksa sih, tapi sebagai anak penurut dan baik jadinya gue menerima perjodohan ini. Ngomong-ngomong bulan depan gue kawin jadi sampaikan aja sama Virgo ucapan terima kasih gue ya. Kalau gak ada dia pasti keselamatan gue gak bakalan terjamin seperti sekarang. Bisa aja pas deket sama hari nikah gue malah jatuh atau ngerinya hilang ingatan. Kebayang gak? Beuh, pasti panik banget satu keluarga gue. Bukannya nikah malah bikin musibah baru."
"Jelita saya dengar semuanya."
Gadis yang awalnya ingin tertawa dengan ucapan tidak masuk akalnya malah berubah panik. Walau dia yakin kalau misalnya Virgo gak ada disana, dia yakin kalau suara yang dia dengar itu adalah Virgo. Apa mimpi ya?
"Kamu akan menikah? Bercanda ya?! Saya kesana, tunggu disitu."
Jelita menoleh ke arah orang yang ternyata tengah memegang ponsel. Itu panggilan video, Jelita bisa melihat Virgo yang berdiri dari duduknya dan bergegas pergi.
"Mas, Bosnya bercanda kan?" Tanya Jelita harap-harap cemas.
"Sebentar lagi Tuan Virgo akan sampai, beliau sedang menuju helipad diatas gedungnya."
Mama, Jelita salah ngomong ya?
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar?! (Complete)
Short StorySalah sambung? Udah biasa. Tapi, kalau malah liburan bareng orang yang 'salah sambung' tadi, gimana? Mari tanya Jelita. Note : Partnya disesuaikan sama angka di depannya ya - Aku malas edit :))