; 10

1.7K 225 13
                                    

//still flashback

Perpisahan. Hampir semua orang benci dengan 'perpisahan' karena itu menyakitkan. Ada pepatah yang mengatakan "Jika ada pertemuan pasti ada perpisahan". Bukankan itu berarti bahwa tidak ada yang abadi dalam kehidupan ini? Pertemuan adalah awal dalam sebuah hubungan dan perpisahan adalah akhir dari sebuah hubungan.

Seperti takdir yang sudah ditetapkan, cepat atau lambat kita akan berpisah karena tidak selamanya pertemuan itu untuk menyatukan. Entah itu karena sebuah alasan, namun perpisahan selalu mendatangkan kesedihan yang mendalam. Namun, pertemuan adalah takdir, dan setiap pertemuan selalu membawa kita ke takdir yang lain.

Dan, bukankah perpisahan termasuk bagian kehidupan? Waktu berjalan, ada yang berubah, ada yang pergi dan hilang lalu memudar dalam ingatan kemudian tertimbun menjadi sebuah kenangan. Kita akan kehilangan dan terluka. Itu wajar bukan? Ada pula pepatah yang mengatakan jika ada pertemuan pertama, maka akan ada pertemuan selanjutnya.

"Bang Heeseung? Ini beneran Bang Hee?" setelah kejadian Jungwon tumbang, diadakannyalah acara pemakaman. Entah kebetulan atau apa, bertemulah Jay dengan Lee Heeseung, kakak Jungwon.

"Iya, ini gue." seakan mengetahui pemikiran rumit Jay, Heeseung melontarkan kalimat tersebut dengan santai meskipun tetap saja terselip nada getir.

"Bang, lo utang penjelasan sama gue." setelahnya, mereka menaiki mobil Heeseung, meninggalkan mobil yang Jay kendarai, tidak peduli, kalau hilang pun tinggal beli lagi.

Heeseung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju sebuah danau. Atmosfer canggung dan sunyi melingkupi keduanya saat dalam perjalanan. Jay yang menerka-nerka atas hal yang terjadi pada Jungwon, sedangkan Heeseung sedang menyusun kata-kata untuk menjelaskan segalanya pada Jay.

Keduanya tiba, segera mendudukkan diri di alas rumput, bersandar pada batang pohon yang tumbuh asri di sekitar danau. Memandangi beningnya air dalam sebuah cekungan besar.

"Bang, lo beneran kakaknya Jungwon?" Jay memutuskan untuk membuka percakapan, tidak tahan dengan suasana canggung yang melanda. Netranya masih tertuju pada beningnya air danau, enggan menatap pemuda lebih tua yang berada di sampingnya.

"Iya. Dunia sempit banget ya, Jay? Dulu gue berharap semoga dipertemuin lagi sama lo, tapi ga nyangka kalo dipertemuinnya dalam keadaan kayak gini."

Sekali lagi, dunia begitu sempit bukan? Dulunya, mereka adalah teman. Untuk sekarang, sebut saja teman lama yang entah sengaja atau tidak sengaja dipertemukan oleh semesta. Berusaha meredam ego, mulai kembali seperti dahulu. Merindukan masa-masa di mana mereka menceritakan berbagai hal, mulai dari apa saja yang mereka lalui dan hal-hal random seperti 'duluan ayam atau telur?'

"Jay, tadi gue liat lo bawa rangkaian bunga hydrangea biru sama tulip merah terus lo tinggal di mobil, dari Jungwon?"

"Iya, tapi gue ga ngerti maknanya."

Terdiam, sebelum akhirnya Heeseung menjelaskan makna rangkaian tersebut. "Rangkaian hydrangea biru dan tulip merah itu artinya Jungwon juga cinta sama lo dengan tulus dan akan terus cinta sama lo untuk selamanya, tapi dia minta maaf karena ga bisa bales perasaan lo sebab ada suatu batas yang menghalangi."

"Batas yang lo maksud itu apaan, Bang?" suaranya tercekat, masih terbayang kejadian yang baru saja menimpa. Terlalu tiba-tiba untuknya. Baru saja ia bahagia, namun sudah dikejutkan dengan fakta yang ada. Sirna sudah kebahagiaan yang muncul.

"Jungwon.. ada penyakit. Terus dia tumbuh di lingkungan abusive di mana Ibu selalu bandingin dia sama gue, ga ngerhagain usaha dia. Dunia.. jahat banget ya sama anak sebaik Jungwon?"

"P-penyakit apaan, Bang?" matanya membulat terkejut, jantungnya berdegup tak karuan, suaranya parau. Disuguhkan fakta yang baru ia ketahui makin membuat ia pening.

"Gagal jantung dan EHS syndrome.. selama ini dia nyembunyiin segalanya dengan baik, dia pergi ke rumah sakit sendiri. Awalnya gua juga kaget, kayak.. dia bisa sembunyiin hal sebesar ini sendirian?"

"Andaikata waktu itu gue ga liat sebuah amplop yang isinya diagnosis Jungwon gagal jantung dan EHS syndrome, gue ga bakal tau apa yang terjadi sama dia. Gelagatnya juga bikin curiga, mulai dari alarm yang suka bunyi sebagai pengingat minum obat. Gue.. ngerasa gagal sebagai kakak. Bahkan dia benci gue Jay karena dia ngerasa lebih buruk dari gue."

Heeseung mendongakan kepalanya ke atas, bertatapan dengan sang cakrawala, guna menahan bulir air mata yang ingin jatuh. Mengusap jejak yang tertinggal di pipi dengan kasar. Mengembuskan dan melepaskan napas dengan perlahan agar dirinya tenang.

"Dan Ibu bener-bener ga peduli sama Jungwon?"

"Mungkin? Gue juga ga paham. Tapi seriusan, kelakuannya.. kata-kata yang dia lontarin.. nyakitin banget Jay. Gue kalo di posisi Jungwon bisa aja udah nyerah dari lama. Tapi Jungwon hebat, bisa bertahan sejauh ini. Salut banget gue sama dia."

"Nyakitin kayak gimana, Bang?"

"Misal aja kayak when Jungwon already did his best but he don't succeed, Mom will curse him. Ibu bakal bandingin Jungwon sama gue, yang notabenenya sering rank 1 di sekolah. Gue kadang ikutan nyesek. Usaha lo ga dihargai bahkan ketika lo udah ngelakuin yang terbaik and you put all your efforts into it? Sakit."

"Mungkin hal kayak gitu yang bikin EHS syndrome-nya muncul? Gue juga sering liat Jungwon pucat banget, tapi dia ga bisa istirahat karena rasa sakit yang ia alami. Sering nangis malem-malem. Walaupun tangisannya terendam bantal, gue yang tepat di sebelah kamarnya kadang denger. Pengen nenangin tapi bakal diusir sama dia. Ya udah, gue cuma berdoa dari kamar gue semoga rasa sakit yang dia alami mereda dan dia bisa tidur nyenyak."

Pelupuk mata keduanya sudah tertimbun air mata, tetap menahan agar pertahanan tidak runtuh. "Dan kemarin itu titik terakhir dia bisa bertahan, Bang?"

"Iya, sekitaran semingguan dia ga minum obat. Ngerasa udah baikan padahal engga. Dia ga mau bergantung sama obat, udah cukup bertahun-tahun dia selalu bergantung sama obat, pengen lepas. Dia tau efeknya, cuma dia lelah Jay nahan rasa sakitnya. Dan ya, saat di Seren's Garden itu adalah titik terakhir dan batas kelelahannya."

Air mata sudah tidak dapat terbendung dari kedua netra Jay, pertahanannya runtuh. Ia menyandrakan kepala yang rasanya ingin meledak di lipatan tangan yang bertumpu pada kakinya yang tertekuk. Heeseung tersenyum getir, sangat paham dengan yang dirasakan Jay. Menepuk pundak lelaki yang tingginya sepantaran dengannya guna menyalurkan afeksi.

"Bang.. kenapa takdir gini amat sih sama gue? Gue ditinggal sama orang yang gue sayang, untuk kedua kalinya. Rasanya gue mau nyusul mereka."

"Itu bukan pilihan yang tepat Jay, mereka bakal sedih kalo tau lo kayak gini. Lo udah terbiasa dengan hadirnya mereka dalam hidup lo, jadi saat ditinggal sakitnya emang ga main-main. That's why orang-orang bilang jangan terlalu berharap sama manusia, alur kehidupan itu emang ga terduga."

"I hate myself for being regretful, Bang. He's so far away that i can't even reach him anymore. Maybe i'll live in this never-ending pain everyday."

"Lo ga sendiri, gua juga kayak gitu. Bahkan gua ga sempet utarain perasaan sayang gue ke Jungwon, tapi gue harap dia tau kalo gue sayang dia more than anything in this world. Mungkin kita cuma belum bisa relain dia pergi Jay, selalu ada kenangan yang membayang-bayangi pikiran. Dan pada akhirnya bikin kita teringat lagi."

"Gue harus gimana bang.. hopeless asli."

"Ayo belajar ikhlasin dia bareng gue? Kita ga boleh egois, pasti dia udah ga ngerasain sakit."

"I'll try."

"Jangan pernah berpikiran buat akhirin hidup lo lagi ya, Jay? Lo itu berharga asal lo tau. Kalo emang ga sanggup, lanjutin hidup lo demi Jungwon. Lo pengen dia bahagia kan? Kalau gitu, lo juga harus bahagia. Remember that in this beautiful place, all of the memories will always loving him."

"Dan inget, di sini lo masih punya gue, Jay."

semoga part ini juga dapet feelnya huhu :(

iris | jaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang