BAB 7; Rumah Sakit

31 9 2
                                    

Jenggala berjalan menaiki tangga runah sakit dengan Amara disisi kanan sambil menggandeng tangannya. Cowok itu tidak merasa keberatan atau risih padahal statusnya sudah memiliki seorang kekasih. Teman-temannya juga acuh saja melihat kebrengsekan ketuanya. Seolah pemandangan itu adalah hal yang sudah biasa mereka lihat selama ini.

Mereka ke rumah sakit tidak hanya berlima, melainkan membawa rombongan anggota Ghonzala. Jenggala mengajak semua anggotanya yang bisa ikut menjenguk Askara. Dan yang memiliki urusan, biarlah. Jenggala tidak akan memaksanya ikut.

"Kenapa sih kita nggak pake lift aja? Kan enak tuh nggak usah capek-capek naik tangga kaya gini." Gerutu Megan yang berada dibelakang Jenggala bersama Bara, Surya dan Guntur.

"Laki kok pake lift, tangga dong!" Bara menimpali.

"Masalahnya ruangan Ara ada di lantai 5 woy. Gila aja kita naik tangga sampe ke sana, bisa encok nih punggung gue."

Megan tidak habis pikir dengan jalan pikiran teman-temannya. Bisa-bisanya mereka malah memilih menaiki tangga sampai ke lantai 5 gadung rumah sakit. Padahal dengan jelas mata mereka melihat lift-nya kosong. Idiot nggak tuh namanya, batin Megan kesal.

"Protes mulu sampeyan. Tuh lihat selingkuhannya Jenggala, disuruh naik tangga aja ndak protes kaya sampeyan." Surya menunjuk gadis yang ada disamping Jenggala dengan dagunya. Ia sengaja mengatakan itu karena sebenarnya ia tidak terlalu menyukai Amara sejak dari awal. Apapun alasannya, jika sudah masuk ke dalam hubungan orang, tetap saja namanya orang ketiga.

"Ya iyalah, kan ada Jenggala Sur. Coba aja kalau nggak ada, palingan juga ogah diajak naik tangga gini." Guntur ikut menyahut.

"Apa sih, Sur. Gue bukan selingkuhannya Jenggala." Amara berkata tidak terima dengan ucapan Surya.

"Terus apa kalau sampeyan bukan selingkuhannya? Gebetannya? Atau pacarnya? Ndak mungkin dong. Kan sampeyan tau kalau Jenggala udah punya pacar, semua orang juga tau."

"Enggak. Gue sama Jenggala cuma temenan biasa kok."

"Temen kok tiap hari berangkat pulang bareng," sahut Guntur.

"Temen kok tiap hari nempel terus kaya lem tikus," tambah Megan ikut menimpali.

"Temen kok tiap hari ngomongnya pake aku-kamu," ucap Surya.

Lalu hening. Ketiganya melirik Bara, menunggu cowok itu ambil suara. Namun seolah tidak peka dia yang hanya diam saja. Megan yang berdiri di sampingnya pun menyenggol lengan cowok itu, namun dia hanya acuh. Bara mengangkat tangannya memberi isyarat tidak ingin ikut campur.

"Jadi, temen apa temen nih?" tanya Megan langsung mewakili suara Bara.

"Beneran temen ih."

"Temen tapi demen, ye kan."

"Kalian kenapa sih, kok kaya nggak suka banget kalau gue ada disini?" Amara menatap teman-teman Jenggala dengan tatapan tanya. Setiap mereka bersama, pasti ia selalu dipojokkan seolah disini ia yang bersalah.

"Jelas! Ghonzala alergi sama orang ketiga," jawab Guntur sewot.

Disana Jenggala hanya diam mendengar teman-temannya memojokkan gadis disampingnya. Ia memilih mengabaikannya dari pada masalah ini semakin runyam dan panjang.

"Udahlah, udah. Dia cewek, jangan diserang mulu lah. Kasian," ujar Bara menengahi. Sadar bahwa mulut laki-laki lebih tajam disaat-saat seperti ini.

Akhirnya mereka semua diam. Terus melangkah sampai pada akhirnya sampai didepan pintu ruangan Askara. Sebelum masuk Bara memastikan bahwa benar ini ruangannya, dengan mengecek pesan yang Aksara kirim padanya beberapa jam lalu.

TEAMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang