BAB 9; The Real Jalan-Jalan

34 7 5
                                    

Bara memasangkan helm pada kepala Gemintang yang sibuk memandangi pacarnya dirangkul cewek lain. Bara tahu apa yang sedang dirasakan oleh gadis itu. Sakit. Marah. Cemburu. Namun dia hanya bisa menahannya seakan tidak terjadi apa-apa padanya. Pintar sekali gadis ini.

Tak lama motor Jenggala melewati mereka berdua tanpa memperdulikan Gemintang disana. Ditambah dengan Amara yang memeluk cowok itu dari belakang.

Tuk

Bara mengetuk pelan helm dikepala Gemintang, membuatnya menoleh.

"Akh.. sakit! Tolongin gue, sakit banget." Bara mendrama sambil menegangi dadanya seoalah merasakan sakit disana.

Sedangkan Gemintang mendelik melihatnya.

"Lo kenapa?"

"Nggak papa kok." Bara langsung merapikan jaketnya kembali seperti semula.

"Dih, nggak jelas lo."

Cowok itu tertawa ringan lalu bergerak menaiki motor sport miliknya. Memakai helm nya dan menyuruh Gemintang untuk segera naik. Tanpa banyak bicara, gadis itu langsung naik ke jok belakang motor Bara.

Gemintang harus pulang bersama Bara karena Jenggala malah memilih mengantar Amara pulang. Raina dengan Guntur dan Senja diantar oleh Surya. Mereka semua sudah pulang sejak tadi, tinggal ia dan Bara disini.

Tanpa menunggu waktu lama motor itu sudah melesat membelah jalanan Ibu Kota yang padat ini.

Gemintang menikmati perjalanan mereka. Semilir angin yang membelai rambutnya, seakan sedang menenangkan dirinya. Menyapanya dan memberi isyarat untuk tetap bersyukur karena masih diberikan waktu untuk menghirup udara sampai detik ini.

"Bara," panggilnya saat mereka berhenti di lampu merah.

"Ha?"

"Jalan-jalan dulu yuk."

Sepertinya sore ini Gemintang harus menenangkan pikirannya agar bisa berfikir jernih untuk menghadapi sikap Jenggala besok.

"Jalan-jalan kemana?"

"Kemana aja terserah, gue ngikut."

"Oke," Bara mengangguk setuju. Cowok itu kembali menarik gas motornya ketika lampu berganti warna hijau.

Motor Bara meliuk-liuk di jalanan kota. Menyalip kendaraan yang lainnya. Cowok itu sangat lihay dalam mengendarai motornya. Kalaupun mau, bahkan jika harus lewat jalan tikus sekalipun Bara sikat.

Gemintang tersenyum menatap cowok itu lewat kaca spion motor. Ia penasaran pada gadis beruntung yang akan menjadi pacar Bara nanti. Sungguh gadis itu adalah orang paling beruntung di dunia ini karena memiliki pacar sebaik Bara.

Sejauh ini yang Gemintang lihat, Bara adalah orang penyabar. Dia tidak pernah marah pada teman-temannya walaupun mereka sangat jahil padanya. Satu lagi cowok itu juga tidak pernah menyakiti hati perempuan dengan ucapannya. Seolah sebisa mungkin dia menjaga mulutnya agar tidak menyayat perasaan orang lain.

Gemintang berdoa, siapapun gadis beruntung itu. Ia berharap semoga dia bisa menjadi pendamping yang baik untuk Bara.

"Beli cilok mau nggak?!" teriak Bara dari depan agar suaranya bisa terdengar oleh Gemintang.

Gadis itu tersadar dari lamunannya. Balas menatap Bara lewat spion.

"Boleh," jawabnya.

"Ha? Kenapa nggak mau?" sahut Bara tidak terlalu jelas mendengar suara Gemintang.

"Siapa yang bilang nggak mau?"

"Lah terus tadi lo bilang apa?"

"Gue bilang boleh!" Gemintang menaikkan nada suaranya.

TEAMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang