BAB 8; Nggak Papa

34 7 2
                                    

Suara langkah kaki menggema di lorong rumah sakit menemani ketiga gadis yang sedang membawa kantong kresek ditangannya. Mereka Gemintang, Raina dan Senja. Ketiganya sedang bercanda ria sambil terus melangkah menuju ke ruangan Askara untuk menjenguk cowok itu.

Senja yang notabe-nya adik kelas, merasa tidak canggung sama sekali saat berbicara dengan Gemintang dan Raina. Ternyata pacar dari para inti Ghonzala tidaklah sesombong yang orang lain bayangkan. Mereka malah sangat kelewat welcome dan asik. Bahkan disini Senja sudah dianggap sebagai adik sekaligus teman oleh mereka.

"Jadi udah sampe mana nih hubungan lo sama Ara? Udah pacaran belum?" tanya Raina pada Senja.

Dalam hati gadis itu tertawa mendengar nama cowok yang selama ini mengejarnya berubah menjadi Ara karena ulah teman-temannya. Senja sendiri tidak berani memanggilnya dengan sebutan itu, karena yang ia tahu hanya para anggota dan orang yang berpengaruh di Ghonzala yang boleh memanggilnya begitu. Sedangkan ia bukan siapa-siapanya.

"Enggak kok Kak. Kita nggak ada hubungan apa-apa," sanggahnya.

Dari awal Senja memang sudah bertekat tidak ingin berurusan dengan satu kelompok paling berpengaruh disekolah itu. Namun sialnya, salah satu dari mereka malah ngebet ingin menjadi pacarnya.

"Halah! Nggak mungkin kalau kalian berdua nggak ada apa-apa."

"Beneran, nggak ada apa-apa."

"Masa sih?"

"Iya."

"Tapi kelihatannya Ara sayang banget sama lo. Kaya posesif gitu kan?"

Senja mengangguk. Memang cowok itu posesif padanya padahal mereka tidak ada hubungan. Dia akan memberitahu Senja apa saja yang tidak baik untuknya. Bahkan tanpa sungkan cowok itu bilang sendiri kalau dia cemburu saat Senja dekat dengan teman cowoknya saat di sekolah.

"Kaya lo sama Guntur udah pacaran aja." Raina langsung menatap Gemintang sinis.

"Loh Kak Raina sama Kak Guntur juga belum pacaran?" Senja terkejut mendengarnya. Ternyata benar, yang dekat belum tentu jadian.

Buru-buru Raina menjitak kepala Gemintang karena mulut lemesnya.

"Aduh.. sakit tauu," kesalnya Gemintang mengusap kepalanya yang sedikit ngilu.

"Hust! Lo bisa diem nggak sih, Gem. Kan gue jadi malu kalau gini," bisik Raina pada temannya itu.

Sedangkan Senja tersenyum melihat tingkah kedua kakak kelasnya itu.

Tak terasa mereka sudah sampai di depan pintu ruangan dimana Askara dirawat. Ketiganya terdiam cukup lama di sana. Raina menoleh ke arah kedua sejoli di sampingnya yang hanya diam saja. Gadis itu berdecak karena tidak ada yang berniat mengetuk pintunya.

Tok tok tok

Jeda tiga detik, Raina menarik knop dan pintu pun terbuka lebar. Ketiganya tersenyum saat mereka menjadi sorotan dari semua penghuni yang ada didalam ruangan itu.

Namun detik selanjutnya senyuman di wajah Gemintang luntur, terganti dengan ekspresi terkejut saat melihat seseorang yang berdiri di samping Jenggala. Seketika rasa nyeri menyerang ulu hatinya, namun sekuat tenaga Gemintang harus menahan rasa sakitnya. Gemintang berusaha kembali tersenyum walau sangat telihat terpaksa.

Kenapa bukan dirinya yang diajak oleh Jenggala?

Kenapa harus Amara?

Lagi lagi ia kalah dengan seseorang yang bahkan bukan siapa-siapa di hidup Jenggala.

Gadis itu tersadar saat Raina menarik tangannya untuk masuk ke dalam. Gemintang memberikan senyum manisnya kepada teman-teman Jenggala yang sedang menatapnya. Ia memilih duduk di sofa bersama Bara dan Guntur, sedangkan Raina dan Senja sudah menghampiri Askara untuk melihat keadaan cowok itu.

TEAMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang