"Aku nggak setuju"
Tama melebarkan matanya.
"Why?? Sayang, dia masih kecil, ringkih dan butuh cinta kayak aku sebelum ketemu kamu. Liat! Kasian tau dia ditinggal ibunya"
Ara mendengus kesal. Ia melepaskan celemek yang sejak tadi menggantung di badannya. Emosinya mulai naik ketika melihat Tama membawa pulang anak kucing ke rumah.
"Nanti yang mau ngurus dia siapa? Mending telpon yang suka nampung kucing-kucing kayak gini aja deh"
Tama mengayun pelan gendongan anak kucingnya seperti sedang menggendong anak sendiri.
"Lagian nanti ibunya nyariin. Taroh lagi di tempatnya!"
"Yang, udah tiga hari aku liat dia di jalan. Ibunya nggak nyamperin. Kasian, Yang"
Ara memutar bola matanya.
"Terus siapa yang mau ngurus dia Tam? Aku?! Aku udah ngurus rumah, kamu, terus harus ketambahan ini?!" serunya dengan lantang.
Tama refleks menutup satu kuping kucing di gendongannya. Lalu membawa kucing itu menjauh dari Ara. Ya tidak sampai ke luar rumah. Ia hanya meletakkannya di ruang tamu, sedang Ara ada di dapur. "Kamu tunggu disini, yang anteng ya, jangan denger Mama Papa berantem ya?"
"MAMA PAPA????"
Tama menghela napas. Benar kata Johnny, Ara manusia luar angkasa. Padahal dia bicara dengan nada pelan tapi kenapa Ara masih bisa dengar.
"Kita kan suatu saat juga bakal jadi Mama Papa"
"Ya enggak buat anak kucing juga Tamaaaaaa! Aku nggak mau ya nampung dia! Bawa dia keluar!"
"Sayaaaaang," rengek Tama dengan suara seperti anak kecil, tidak lupa sorot mata memelasnya, apalagi dengan bentuk mata bulat dan besar seperti boba tidak jarang membuat Ara luluh.
Tapi sepertinya dewi fortuna tidak berpihak kepadanya. Ara tidak seperti biasanya, raut wajahnya tetap sama tidak ada tanda-tanda akan mengikuti permintaan Tama.
"Makanan dia tuh mahal loh Tam. Belum perawatan, belum ke dokternya kalau dia sakit. Mending urus anak beneran sekalian!"
"Ya anggep aja ini simulasi, Yang"
Meow
Sontak keduanya menoleh ke arah anak kucing yang meringkuk di dekat tembok.
"Ngapain tuh dia meow meow mulu?!"
"Dia laper kali ya. Kamu ada makanan?"
"Aku baru goreng tahuー"
Tama langsung mengambil sepotong tahu, lalu piring kecil. Tahu itu lalu ia potong lebih kecil kemudian membawanya ke hadapan anak kucing itu. Seketika raut wajahnya senang melihat anak kucing itu
Ara mendongak ke atas. Memejamkan matanya erat-erat. Sejujurnya hari ini lelah untuknya. Kerjaan rumah, buat cookies, cari barang makeup dan skincare untuk dijual. Membayangkan harus mengurus satu anak kucing lagi membuatnya emosi.
Ara membalikkan badannya lalu berjalan ke kamar tidur. Menenangkan dirinya sendiri. Batinnya lelah karena beberapa hari ini ia dibuat tidak nyaman dengan story teman-temannya yang sudah hamil, belum lagi pertanyaan keluarga dan teman-temannya. Dia memang tidak berharap banyak cepat dikasih keturunan, tapi saat dia datang bulan lagi hari ini dunia rasanya runtuh, entah mengapa. Semua yang berbau soal kehamilan, kesuburan mendadak menjadi topik sensitif untuknya. Lalu melihat Tama dengan kucing tadi rasanya Ara mau marah. Tama seolah menyindirnya kalau dia kesepian tanpa kehadiran anak jadi melampiaskannya ke kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARATAMA
RomanceJodoh tidak kemana, tapi bisa dimulai dari yang tidak terduga. Contohnya Ara dan Tama yang awalnya bertemu di gedung rektorat kampus. Tama sedang numpang wifi buat main dota dan Ara sedang revisian skripsi. Hingga mereka bisa menikah dan inilah ceri...