SERBA SERBU RUMAH BARU

102 14 20
                                    


Dus berisi piring sudah kosong. Seprai, selimut, sarung bantal sudah terpasang sempurna di tempat tidur mereka. Beberapa baju Ara dan Tama sudah dipindahkan ke lemari. Sisa printilan yang belum selesai ditempatkan dengan benar. Buku, makeup dan skincare, peralatan mandi, beberapa peralatan masak dan makan juga masih tercecer di atas meja, sepatu dan banyak kado pernikahan mereka yang belum sempat dibuka.

Tama meregangkan badannya setelah merapikan ruangan yang akan menjadi ruang kerjanya dan Ara nanti. Beruntung di rumah ini ada tiga kamar, yang tidak ada kamar mandinya disulap menjadi ruang kerja, sisanya menjadi kamar tidur mereka dan satunya belum tau mau dijadikan apa.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Tama berjalan keluar menyusuri setiap jengkal rumah kakaknya ini. Interiornya lengkap, lagi, Tama harus bersyukur karena tidak perlu banyak membeli perabotan rumah tangga. Hanya alat untuk bebersih, bantal, guling, rice cooker dan alat makan. TV, AC, kipas angin pun sengaja ditinggal kakaknya. Lalu lampu-lampu kecil di sudut ruangan yang Tama rasa tidak penting untuk dinyalakan semuanya.

Ada yang aneh untuknya saat ini. Dia tidak mendengar suara Ara sedikit pun padahal sejak tadi istrinya selalu mengoceh.

"Araaa?", panggil Tama sambil menata ulang meja kerjanya.

Tidak ada jawaban langsung. Dia jadi melantangkan suaranya.

"Raaa? Sayaaang??"

Tama keluar dari ruangan. Sebenarnya dia juga lapar sekarang, tadi cuma asupan martabak dua kotak, itu pun kiriman dari Mamanya Ara.

Dia berjalan menuju dapur dan menemukan Ara disana sedang berdiri sambil membuka laci-laci dibawah.

"Sayang, kamu ngapain?"

Ara mendongak dengan raut wajah kebingungan.

"Kakak kamu emang semodern ini ya? Ini gimana sih nyalain kompornya? Aku nggak ngerti. Takut meledak", keluhnya.

Tama melirik ke arah meja dapurnya. Ternyata kompornya bukan kompor biasa, melainkan kompor layar sentuh. Ya jujur, jangankan Ara, Tama juga tidak mengerti meskipun dia juga suka memasak, tapi belum pernah menggunakan kompor seperti ini. Dia mencoba menyalakan kompor itu sesuai label-label yang tertera di atasnya.

Nyala! Tapi Tama tidak yakin kompor itu sudah siap digunakan.

"Aaaak! Panas Ra", pekiknya setelah menyentuh bagian tengah kompor.

Ara mengusap-usap jari telunjuk Tama. "Ya kamu jangan asal pegang, udah tau ini kompor!", ujarnya lalu mematikan lagi kompornya setelah mengerti cara menyalakannya.

"Kamu mau masak apa sih?!"

Ara segera mengambil gel lidah buaya di dalam pouch skincare yang ada di atas meja makan. Lalu membalurkannya diatas telapak tangan Tama, padahal yang kena panas hanya telunjuknya saja.

"Tuh aku beli telur, tahu, tempe, tapi bumbu dapurnya nggak ada, makanya aku nyari di laci-laci bawah, kirain ada gitu ditinggalin kakak kamu. Aku cuma beli penyedap rasa doang di warung"

"Kita beli makan diluar aja"

"Jangan boros!"

"Aku males nyuci piringnya Yang. Sekalian kita belanja bulanan aja di supermarket tuh sama bumbu dapur"

Ara mengembalikan lagi pouch skincarenya ke atas meja makan.

"Tam kamu tau nggak apa yang lebih buruk dari ini?"

Tama mengangkat kedua alisnya.

"Listriknya pasti gede"

Tama menundukkan kepalanya.

ARATAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang