Kelas Pertama
Sampailah aku di depan sebuah ruang kelas. Aku melihat-lihat sekitar dan akhirnya aku menemukan sebuah palang nama di atas pintu dengan tulisan "2-E". Ngomong-ngomong di sekolah ini masing-masing angkatan memiliki 5 kelas, A, B, C, D, dan E. Aku tidak tahu apa maksud dari huruf-huruf ini. Namun aku teringat dengan kata-kata kepala sekolah sebelumnya. Apakah ini ada hubungannya dengan hal itu? Aku tidak tahu.
"Nak Vero silahkan masuk." kata Pak Anas kepadaku sambil membuka pintu kelas.
Dari luar terlihat seperti kelas pada umumnya dengan dinding yang di cat putih sehingga terkesan menyilaukan mata.
Aku pun mengikuti perkataan Pak Anas tadi lalu masuk ke dalam kelas.
"Selamat pagi, semua." salam Pak Anas kepada semua siswa.
"Pagi, Pak." jawab mereka.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan seorang siswa baru. Silahkan perkenalan diri, nak." kata Pak Anas sambil melihatku.
Baik... Ingat Vero, kesan pertama itu sangat penting. Jangan membuat kesalahan supaya gak dikucilkan.
"Selamat Pagi semua. Perkenalkan nama saya Vero Dian. Saya sebelumnya berasal dari SMA X. Saya harap ke depannya dapat segera terbiasa dengan suasana baru di kelas ini. Sekian ada yang ingin bertanya?"
Berhasil. Gimana perkenalan diriku? Udah baguskan?
Begitulah pemikiranku sampai aku memperhatikan ada yang aneh dengan semua siswa yang ada di dalam kelas. Mereka semua hanya diam memperhatikan kata-kataku dengan wajah yang datar atau mungkin menunjukan ekspresi tajam?
Kenapa nih? Kok jadi makin janggal yah?
Seakan-akan waktu berhenti, tidak ada yang berbicara. Sunyi senyap. Apa yang dapat kudengar hanyalah suara dari detakan jarum jam dinding yang menempel di dinding bagian belakang kelas.
"Oke, cukup perkenalannya. Nak Varo silahkan duduk di kursi yang kosong itu." arahan Pak Anas kepadaku sambil menunjuk ke arah kursi kosong yang terletak pada samping jendela.
Aku pun kemudian berjalan ke kursi yang ditujukan padaku tadi.
Ini kursi yang sempurna. Tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Plus, di samping jendela jadi banyak angin.
Aku memperhatikan setiap bagian di kelas. Mulai dari belakang, hingga depan. Memang terlihat seperti kelas pada umumnya. Namun yang menjadi masalah adalah perasaan aneh yang kurasakan semenjak dari ruang kepala sekolah itu belum hilang. Apa yang sekolah ini sembunyikan? Apakah hal itu yang membuat wajah para siswa menjadi seperti ini?
Bodo lah.
"Nanti perkenalan sama siswa yang lainnya bisa pas jam istirahat aja, yah? Sekarang kita mulai pelajarannya. Karena nak Vero belum punya bukunya, boleh berbagi sama teman di sampingnya." kata Pak Anas kepadaku sembari memberikan arahan kepada seorang siswa di sebelahku untuk menyatukan meja kami agar aku bisa mengikuti pembelajaran.
Aku pun menoleh kepadanya dan dia menggangguk seakan memberikan aku ijin untuk menggeser mejaku mendekati mejanya.
Canggung woiii.
"Makasih. Emmm...?" kataku sambil menggunakan nada bertanya karena tidak tahu namanya berharap dia memberitahukan namanya.
"Andre." jawabnya judes.
Uuuuh... dijawab.
"Makasih, Andre." ucap terimakasihku kepadanya.
"Sama-sama." balas Andre.
Aku pun menggeser mejaku mendekatinya dan dia membuka bukunya dan menaruhnya di tengah-tengah agar aku juga dapat membaca buku tersebut.
"Kita mulai pembelajaran hari ini dengan materi Sel." kata Pak Anas sembari membuka buku pegangan gurunya.
Pembelajaran pun dimulai pada hari ini. Yah, selamat datang di kehidupan SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisakah Aku?
Teen FictionVaro, seorang anak laki-laki SMA. Ditahun keduanya, dia bersama keluarganya baru saja pindah ke kota. Di kota ini dia sudah mendaftar di sebuah sekolah yang bernama SMA S. Mulai dari sini, dia akan menemukan banya teman baru dan menikmati kehidupan...