BAB II Bagian 4

5 1 0
                                    

Kedudukan

Dengan semua pemikiran ini, aku tidak dapat fokus mengikuti pelajaran dengan baik. Meskipun begitu aku harus tetap mengikuti pelajaran yang diberikan.

Ayolah.

Ini hari pertama sekolah loh. Masa sudah banyak pikiran. Come on. Fokus. Fokus.

Begitulah isi pikiranku selama pelajaran hingga berakhir dan seperti yang kalian ketahui. Aku tidak dapat fokus. Pikiranku kacau.

Pelajaran telah usai, dan aku sama sekali tidak mendapatkan apa-apa pada pelajaran hari ini.

Kring...kring...kring...

Bunyi bel 3 kali menandakan pelajaran sekolah hari ini telah usai. Dan para siswa sudah boleh pulang. Adapun yang tetap tinggal untuk melanjutkan aktivitas berupa eksktrakulikuler atau organisasi-organisasi yang ada di sekolah.

Aku yang masih siswa baru, jelas belum ada yang dapat kulakukan sepulang sekolah. Tapi yah ada yang masih mengganjal pikiranku. Perkataan Andre. Aku harus mengetahui kelanjutannya.

"Dre. Lanjutannya gimana?" tanyaku kepada Andre yang sedang merapikan buku-bukunya.

"Harus sekarangkah?" dia balas bertanya.

"Gak bisakah?"

"Bisa aja sih."

"Lah."

"Sambil jalan lah keluar."

"Sip."

Kami pun mengemasi barang-barang kami dan berjalan keluar kelas. Beberapa siswa tetap tinggal untuk melakukan piket harian. Namaku belum ada pada daftar piket.

Kan aku siswa baru.

"Lanjutlah." kataku kepada Andre agar dia melanjutkan penjelasannya.

"Sampe dimana tadi sudah?" tanyanya.

"Kedudukan."

"Oh iya. Kedudukan. Seperti penjelasan tadi. Kelas kita merupakan kelas yang paling rendah dari 5 kelas lainnya. Apa yang akan terjadi kalo gitu? Kelas yang tinggi bakal merendahkan kelas yang rendah. Dan karena kita yang terendah, kelas lainnya sering mengganggu dan membully kelas kita."

"Loh... terus respon guru gimana?"

"Bukannya Kepsek udah kasih tau kau yah. Semakin bagus bakat yang kau miliki, semakin tinggi kau dinilai orang. Yang artinya bahkan pihak guru pun menutup mata dari semua perlakuan kelas lain ke kelas kita. Mereka lebih membela kelas lain karena nilai kelas mereka lebih tinggi dari kita. Kami, para siswa kelas 2-E ini, sudah tau tentang hal itu. Dan kami gak bisa ngapa-ngapain. Bahkan guru aja nutup mata. Karena hal itu, siswa kelas lain bisa berlaku sewenang-wenang kepada kita."

Begitulah jelasnya.

Sekarang semuanya menjadi jelas. Perkataan kepala sekolah yang terus terpikirkan. Perasaan yang kurasakan. Papan nama kelas di atas pintu. Ekspresi para siswa kelas ini. Mereka menatapku bukan dengan ekspresi yang tajam. Mereka merasa kasihan karena ada satu lagi siswa yang akan bernasib sama seperti mereka. Semuanya berhubungan satu sama lain. Sekolah ini bukan sekolah normal. Sekolah ini gila.

"Tapi yah. Sejauh ini belum ada kasus serius yang terjadi kepada kami. Mungkin walaupun mereka semua merendahkan kita, mereka masih memiliki hati nurani."

"Hati nurani apaan? Masa membully siswa lain itu kau bilang hati nurani?"

"Yah... aku gak bisa bantah kata-katamu. Tapi sejauh ini mereka gak pernah melangkahi batas. Hal terburuk yang mereka lakukan hanyalah memeras. Itupun hanya beberapa kali saja dilakukan."

"Memeras kau bilang?"

"Kita bisa apa Va. Bahkan guru aja dukung mereka. Gak ada yang bisa kita lakuin. Yang ada cuma satu. Pasrah. Berharap mereka gak lakuin yang lebih. Guru pun walaupun mereka mendukung kelas lain, mereka masih memiliki mata. Kalau apa yang mereka lakuin itu semakin parah, pasti guru juga bakal turun tangan. Setidaknya mereka gak separah dulu."

"Separah dulu?"

"Ah... gak. Bukan apa-apa."

Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku. Apa yang Andre katakana memang benar. Kelas kami tidak bisa melakukan apapun. Tapi apakah itu memang benar? Apakah memang hanya pasrah yang dapat kita lakukan?

"Oke aku duluan yah." kata Andre yang menyadarkanku kembali dari pikiranku yang hanyut.

Tanpa sadar kami sudah berjalan sampai ke depan pagar sekolah.

"Okelah hati-hati."

Kami pun berpisah dan pulang ke rumah kami masing-masing.

Aku pun berjalan pulang sambil terus memikirkan apa yang dikatakan Andre kepadaku.

Haahh... hari pertama sekolah udah dapat sambutan ginian. Apes.

Tapi kok kayak ada yang kurang yah. Bodo amat.Pikir di rumah aja.

Bisakah Aku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang