Teman Sekelas
Kring...kring...
Bunyi bel sekolah 2 kali yang menandakan jam istirahat.
"Oke anak-anak, pelajaran kita sampai di sini. Terimakasih. Selamat pagi." Kata Pak Anas mengakhiri pelajaran sambil melangkah keluar dari kelas.
Udah jam istirahat. Pengen kenalan sama yang lain cuman takut dianggap sok dekat. Gimana yah?
Pemikiran pesimis tersebut terpatahkan ketika Andre memanggilku.
"Varo. Mau kenalan sama yang lain kah?" tanya Andre kepadaku.
Astaga. Baiknya.
Tanpa berpikir panjang aku langsung menjawabnya.
"Mau." jawabku cepat.
"Kenalan sendiri lah."
Waw. Anak nih sialan.
"Canda. Ayolah."
"Haha..." tawaku terpaksa.merespon candaannya yang membuatku gila.
"Tapi jangan harap melakukan perkenalan seperti siswa pada umumnya." katanya yang membuatku heran.
"Maksudnya?" tanyaku.
"Kau bakal tau nanti. Ikuti ja aku. Kukenalin sama semua siswa yang ada di kelas ini." ajak Andre.
"Oke."
Aku pun mengikuti Andre dari belakang. Dia berjalan ke arah seorang siswa lelaki yang duduk di paling depan. Seorang laki-laki yang terbilang cukup "culun" dari penampilannya. Perkenalan pun dimulai.
"Namanya Toni." kata Andre kepadaku.
"Salam kenal Toni." salamku kepada Toni.
Dia pun berdiri dari tempat duduknya dan segera pergi dari dalam kelas. Entah kemana dia mau pergi. Mungkin ke koperasi kali, yah? Kan jam istirahat. Tapi walau begitu, aku seperti mendengar sebuah suara kecil yang samar-samar.
"Salam kenal juga." seperti itulah perkataannya namun dengan suara yang bahkan terdengar seperti berbisik.
Yah... kok kayak diabaikan?
Aku mungkin berpikir dia memang lah orang yang seperti itu. Tetapi itu sebenarnya salah. Semua perkenalan yang kulakukan dengan orang lain selalu berakhir sama. Bahkan ada yang balas menatapku dengan tatapan tajam. Hal ini tentu membuatku bingung. Aku pun bertanya kepada Andre kenapa bisa seperti ini.
"Kok kayak ada yang aneh, Dre?" tanyaku.
"Kan udah kubilang diawal kalo jangan terlalu berharap. Beginilah keadaannya." jawabnya merespon pertanyaanku tadi.
Wait wait wait. What's the meaning of this?
Aku hanya bisa bingung dengan respon dari setiap siswa yang baru saja melakukan percakapan denganku. Lebih tepatnya bukan percakapan karena aku merasa diabaikan. Seperti berbica sendiri yah.
Walau begitu, ada beberapa lah yang mungkin dapat kuingat. Yang pertama Toni, yah karena dia orang kedua yang berkenalan denganku setelah Andre. Kedua, seorang perempuan yang terbilang cukup cantik. Namanya Lara.
Jangan mikirin yang aneh-aneh. Memang mukanya cantik yah. Bukan berarti aku suka apa gimana. Ya kali baru ketemu langsung suka. Woe ini bukan kisah romantis.
Selanjutnya, laki-laki lainnya yang, bukan bermaksud rasis, yah...em...bermata sipit. Namanya Kevin. Tampilannya seperti anak rajin. Mudah diingat karena, yah... penampilan fisiknya yang berbeda sendiri.
Yang terakhir, seorang laki-laki lagi bernama Feri. Dialah yang memberikan tatapan tajam kepadaku. Seperti yang kalian tahu. Wajah seram, mudah diingat.
Kembali ke topik utama. Apa yang membuat respon mereka menjadi seperti itu kepadaku? Aku ingin bertanya namun kuurungkan niatku.
Setelah banyak berpikir Andre menyadarkanku dari pemikiranku tadi.
"Varo?" panggilnya.
"Ohh... kenapa?" aku pun 'kembali ke dunia nyata'.
"Kok bengong? Ayo ke kantin. Kau belum tau denah sekolah, kan?"
Wooo... nih manusia awas becanda kayak tadi lagi yah.
"Kau mau nunjukin kah?" tanyaku.
"Gak mau?"
"Mau lah."
"Hahaha... let's go."
Oke... mungkin orang ini sebenarnya orang yang baik. Tapi yah rada-rada sialan. Becandanya gak bisa dibilang normal.
Kami pun pergi ke kantin sekolah untuk makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisakah Aku?
Teen FictionVaro, seorang anak laki-laki SMA. Ditahun keduanya, dia bersama keluarganya baru saja pindah ke kota. Di kota ini dia sudah mendaftar di sebuah sekolah yang bernama SMA S. Mulai dari sini, dia akan menemukan banya teman baru dan menikmati kehidupan...