Bagian 9 : Bertemu Sang Imam

112 13 11
                                    

Lama perjalanan mobil alphard putih itu mulai keluar dari tol, lalu mulai masuk ke daerah yang jalannya relatif kanan-kiri masih pepohonan. Gelap. Satu kata yang dapat mendeskripsikan daerah itu, jalanan itu terang ketika terkena beberapa sorot dari lampu kendaraan yang melintas.

Pinggiran jalanan ini dipenuhi oleh kebun jati yang entah punya siapa, walaupun hari memasuki siang. Mungkin sekarang pukul 12 siang mengingat mereka berangkat jam 9 pagi. Seharusnya cuaca mulai terik, tapi entah kenapa sekitar daerah ini menjadi berkabut, awan hitam mulai menutupi disertai dengan bulir-bulir air hujan yang jatuh ke bumi.

Sementara di dalam mobil mereka sudah merasa lelah, suasana mobil menjadi hening semenjak di tol yang panjang tadi. Untuk memecah keheningan salah satu dari mereka mulai angkat bicara kepada Rakha yang sedang sibuk dengan gawainya.

"By the way Kha, kita lewat jalur mana nih? Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu?" tanya Rama tiba-tiba.

"Lewat Cemoro Kandang, gue juga udah nyewa villa disana kok. Abis kita sampai di Tawangmangu, kita istirahat 1 malam di villa." jelas Rakha.

"Oalah oke deh, tapi udah gak ada halangan lagi kan?" tanya Rama memastikan seraya matanya menyipit.

"Udah kok santai aja, semua udah gue urus!" balas Rakha santai sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Siapp dehh tap--" belum Rama menyelesaikan ucapannya mobil yang ditumpangi mereka tetiba berhenti. Pak sopir mengerem mendadak yang membuat beberapa yang sedang tidur terbangun dan terjerukup sedikit ke depan.

"Ada apa sih pak, kok ngerem mendadak?" tanya Rakha kesal sembari mengambil ponselnya yang terjatuh.

"Maaf Den, ini tadi di depan ada yang nyebrang tiba-tiba, makannya saya ngerem mendadak!" jelas pak sopir dengan gemetar. Wajahnya tampak pucat pasi dengan kepala menunduk.

"Mana pak orangnya? Orang isinya kabut doang, salah lihat kali!" tukas Rakha seraya menengok kanan kiri dengan tatapan menyelidik dan tak menemukan sesosok yang dimaksud.

"Serius Den bapak gak bohong, tadi.. ada perempuan nyebrang di depan, pas saya tengok kok hilang."

"Mending lanjut aja deh pak, perasaan saya gak enak, mana mungkin ada perempuan yang berani jalan kaki lewat daerah sini, secara.. kanan kiri cuman kebon mana sekarang lagi hujan." jelas Bagas dengan sedikit gemetar.

Mendengar pernyataan Bagas secara terang, mereka menyadari kebenaran dari perkataan tersebut. Mendadak mereka menutup mulut rapat-rapat. Napas mereka tertahan sejenak dan tanpa sadar menelan saliva secara kasar. Rama langsung menyadari sebuah fakta. Apa yang sebenarnya sopir itu lihat adalah manusia.. atau bukan?

Tak ambil banyak pikir, sang sopir mulai melajukan kembali mobil itu dengan kecepatan sedang mengingat kabut sedang melanda daerah itu. Walau tangannya gemetar, dia masih memberanikan diri, mengingat dia adalah orang yang mempunyai tanggung jawab di mobil itu.

"Udah nggak usah di pikirin, pa-paling tadi emang salah satu warga yang lagi ngambilin kayu." ucap Rakha menenangkan teman-temannya walau ucapannya terbata.

Mereka masih diam seribu bahasa, di sisi lain Radinka yang awalnya santai menjadi tegang. Netranya berhenti di atas mulut mobil. Menatap ngeri sesosok perempuan berbaju putih dengan rambut tergerai panjang. Dari lubang perutnya, darah terus menetes dan belatung tampak menggeliat di dalamnya.

Seperti sadar jika seseorang dapat melihat keberadaannya, sesosok itu menoleh 180 derajat ke belakang. Melihat hal itu Radinka reflek teriak ketakutan.

"AAAAAAAAAAAAAAAA PERGI, PERGI, PERGI!!!" teriak Radinka ketakutan. Gadis itu sangat-sangat panik hingga menutup telinganya sendiri. Dirinya terus mendengar tawa sosok itu. Sosok perempuan dengan kepala yang tidak berada pada posisinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NGLANGGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang