"hey, hey. What do you mean?" Mahkota berteriak saat Marisha melangkahkan kaki pertamanya masuk kedalam rumah Mahkota.
"Ah itu, itu adalah aku yang palsu," Marisha dengan datar melewati Mahkota dan duduk di kursi dengan tatapan kosong. "Berpura-puralah tidak mengenal aku saat menemui ayahku."
….….… .
Tepat pada beberapa waktu sebelum Matahari terbit. Mereka berdua masih terlelap dalam ranjang yang menyala, satu persatu pertanda bahwa mereka harus bangun sudah terjadi. Dalam aroma, suara, dan di dalam getaran.
Suara bising dari alarm dan handphone mereka berbunyi di kamar masing-masing, Sindang tidak jauh dari beberapa waktu mereka terbangun dangan segudang beban.
Mahkota menggeliat dan menggerutuk. "Tidak ada pagi yang begitu tenang bagiku, semua pagi selalu sama, bau embun dan bau deadline yang terus menyerang seolah sudah menjadi bagian dari hidupku."
Pagi yang begitu menyejukkan, Mahkota berjalan sembari membawa secangkir teh hangat dengan mata yang tertuju pada keadaan sekitar terutama pada kamar yang saat ini di tempati Marisha.
Sebentar lagi, dia harus bergegas kembali kekantor. Dia harus mengurus segudang Data yang harus di perbaiki, ini akan menjadi hari yang sangat sibuk dan melelahkan.
Mahkota menghampiri meja makan, membuka tutup saji yang tertutup rapih. Makanan sehat menyabut paginya dengan senyuman, dia mengendus dengan raut wajah memerah. Sebuah kertas menempel di botol berisikan just wortel.
'[Terimakasih banyak atas pertolonganmu, maaf aku pulang tidak memberitahu kamu. Salam Risha:)]'
Mahkota lagi-lagi teringat masa kecilnya, kembali ke masa ketika orang-orang itu dulu memiliki pengetahuan lengkap tentang bagaimana zaman kecilnya. Di bandingkan dengan waktu sekarang ketika kita tidak menyadari jika kita ada. Semuanya mungkin telah berubah tetapi entah mengapa kenangan itu selalu hidup di dalam benaknya.
Duduk dan menikmati sarapan pagi membuat suasana hening seketika. Dengan menyudahi semuanya, Mahkota bergegas kembali ke kantor.
Tidak banyak bertele-tele, akhirnya Mahkota sampai pada titik pertempuran. duduk dengan kedua tangan mengepal dan menghela nafas sangat dalam.
Perlahan jari- jemarinya mulai mengetik tombol- tombol itu dengan cepat. Dengan teliti dan sangat hati-hati, dia tidak ingin terjadi kerusakan pada sistem IT nya.
Bahunya mulai merungkup, mahkota hampir kehilangan separuh waktunya.Terkadang semua hal ini, akan membuatnya menangis selama berminggu-minggu. Dia tidak dapat melewatkan satu bab pun, dia harus membaca setiap garis dan bertemu dengan setiap karakter meski dia sangat tidak menyukainya. Membaca hal-hal yang tidak ingin dia baca, dan dia akan mengalami saat-saat ketika dia tidak ingin halaman-halamanya berakhir. Tetapi itu harus.
Sekarang dia baru memahami, bahwa dia benar-benar membutuhkan seseorang untuk membantu sedikit pekerjaannya,
Tittot... . Suara dari pintu di suasana yang damai terdengar lantang di telinganya.
"Maaf pak menganggu, ada seseorang yang ingin bertemu bapak." Ujar jara. (Sekertaris mahkota)
"Siapa?"
"Saya kurang tahu pak, tetapi dia memberi tahu saya bahawa namanya adalah Ge marisha."
"Marisha," Mahkota menggeretuk. "Ah,suruh dia masuk 10 menit lagi, saya harus menyelesaikan ini sebentar lagi." kemudian menatap kembali komputer.
"Baik pak."
Dengan pemikiran yang tidak jauh, Mahkota hanya menganggap itu sebagai pertemuan bisnis. Mahkota kemudian beranjak dan merapihkan pakaiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Normal
Roman pour AdolescentsTidak ada yang tidak sakit, mereka hanya belum di diagnosis.