1 | rumah di atas bukit

6.1K 650 16
                                    

"Katanya ada yang melihatnya lagi."

"Benarkah? Wah, seram, ya."

Jeno memasang telinganya dari balik rimbunnya tumbuhan di tepi jalan. Wajah anak anjingnya yang manis beberapa kali tersapu ujung dedaunan sehingga membuatnya sedikit merasa risih. Ibu-ibu muda yang sedang berhenti di tengah jalan itu masih terus mengobrol.

"Padahal dulu tidak seseram itu, ya. Tapi semenjak rumah itu mau dijual malah ada makhluk halusnya," wanita berambut bob itu bergidik ngeri. Di tekukan lengannya masih tergantung tas pasar yang terisi penuh dengan sayuran dan beberapa bahan dapur.

"Sepertinya pemilik rumah yang dulu meninggal tidak rela rumahnya dijual," sahut wanita berbadan tambun tersebut. "Apalagi katanya orang yang mau menjualnya keponakannya sendiri. Kau tahu kan Tuan Kim itu agak ... em, apa ya, apatis dengan keluarganya?"

"Mungkin," angguk yang berambut pendek. "Kudengar waktu masih hidup dulu dia juga melarang mantan istrinya untuk menjual rumah jika dia meninggal, kan?"

"Wah, iya, aku baru ingat!"

Jeno lantas melangkah keluar dari persembunyiannya setelah kedua wanita tadi melenggang pergi. Pucat kulit tubuhnya jadi bersinar saat tertempa cahaya matahari.

Sebenarnya tadi Jeno hendak jalan-jalan pagi seperti biasanya. Namun saat ia tahu dari kejauhan ada suara langkah kaki, ia buru-buru beringsut, menyembunyikan tubuhnya supaya tidak berpapasan dengan orang. Meski tahun ini usianya genap 21 tahun, ia masihlah si Jeno yang pemalu.

Tadi, dengar dari obrolan seru dari dua wanita itu, sepertinya ada sesuatu yang menarik di desa ini. Jujur, Jeno percaya hantu itu ada. Ia juga percaya kalau siluman-siluman yang biasa ia baca di manga Jepang pun juga bukan hanya karya seni belaka. Tapi dia tidak takut, kok. Malah, Jeno ingin sekali bertemu setidaknya satu kali saja selama ia masih hidup.

Makanya, bermodalkan rasa penasaran dan semangat yang kuat, pemuda itu mulai berjalan. Sepertinya mencari keberadaan rumah angker di desa pinggiran yang lekat dengan hal mistis seperti ini seru juga. Jeno jadi tidak sabar!

.

.

Benar kata Paman Eunhyuk. Udara pedesaan yang masih asri adalah obat yang paling mujarab. Buktinya, semenjak tiga hari yang lalu ia pindah ke rumah nenek dan bibinya, asma Jeno sama sekali tidak kambuh. Bahkan ia merasa rongga paru-parunya jadi lebih dingin dan segar seolah bukan darah yang mengisinya, melainnya oksigen seutuhnya.

Kaki Jeno riang menanjak jalan sempit yang mulai ditumbuhi oleh rerumputan. Ini artinya, jalan ini hampir tidak pernah dilalui manusia apalagi kendaraan. Kalau memang ada rumah di atas sana, Jeno jadi tidak perlu heran kenapa rumah itu berhantu.

"Ketemu!" serunya.

Berjingkat-jingkat. Setelah sedikit kesusahan berjalan karena licin, akhirnya Jeno melihat sebuah rumah. Ia kemudian memosisikan diri duduk berjongkok di balik sebuah pohon yang cukup besar, mengintip keadaan rumah tersebut.

Ini sedikit aneh. Rumah itu hanya sendirian di atas sini. Sama sekali tidak memiliki tetangga.

"Ini sih bukan apatis, tapi anti sosial," gumam Jeno. "Eh, tapi benar yang ini bukan, sih?" ia jadi kebingungan.

Tepat ketika Jeno mulai berdiri, hendak iseng mendekati rumah tersebut, daun pintunya tiba-tiba ambruk. Bunyinya keras sekali sampai membuat Jeno kaget dan buru-buru berlari turun.

'Bisa gawat kalau ternyata ada orangnya!' batin Jeno. 'Aku bisa dituduh maling!'

Tbc

Jangan lupa baca sequel nya juga ya guyss.. judulnya; Under the Same Sky😍

Jesy🐋

[1] Spirited Away 🌼Jaemin Jeno🌼✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang