Bag 2 : Sebuah Tamparan

162 43 13
                                    

𝐇𝐀𝐏𝐏𝐘 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐈𝐍𝐆!!!
𝐄𝐍𝐉𝐎𝐘𝐘 𝐌𝐘 𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘!

---------

Tuhan, maaf kan aku yang tidak pernah bersyukur atas nikmat-Mu..

-Zille

***

Plak

"Rasain nih rasain! Lo kenapa sih jadi orang nyebelin banget! Pengen gue cekek tau ga!" ucap Thea sambil terus memukuli Gevano.

"ADOH WOE!! Heh lo itu cewe kenapa tenaga lo kek kuli anying, sakit semua nih badan gue!"

"BODO AMAT GEPA BODO AMAT!! LO TUH MANUSIA PALING NYEBELIN YANG PERNAH GUE TEMUIN TAU GA!" teriak Thea tepat di samping kuping Gevano.

"Ayok Ze kita ke kantin, tinggalin aja nih makhluk nyebelin!" lanjutnya sambil menarik tangan Zille.

"HEH BIADAB! TUNGGUIN GUA SIALAN!! ZILLE TUNGGUIN GUE!! THEA GADA AKHLAK LO BANGSAT!" kata mutiara langsung saja keluar untuk Theana.

Sedangkan Thea dan Zille terus berjalan tanpa mendengarkan teriakan setan di belakang.

***

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi, semua murid SMA PELITA berbondong-bondong keluar kelas, untuk segera pulang dan merebahkan diri di tempat ternyaman, ranjang. Sungguh, tidak ada tempat paling nikmat selain kasur teruntuk para kaum rebahan.

"Zezoy yuhuuu, mau bareng gue nggak?" ucap Thea di depan pintu kelas. Thea berbeda kelas dengan Zille, tetapi tidak dengan Gevano, karno cowo tengil satu itu selalu saja sekelas bersama Thea, entah itu takdir atau memang direncanakan.

"Lo duluan aja Tey, gue mau naik angkot kaya biasanya. Sekalian mau ke danau," ujar Zille sambil membereskan buku buku nya.

"Serius lo? Nanti kalo lo balik telat, di amuk sama emak lo gimana? Gue ga mau ya, besok lo sekolah ada memar!" ucap Thea dengan khawatir.

Yas! Thea memang sudah mengetahui apa yang sahabatnya rasakan selama ini, sama seperti Gevano, Thea adalah tempat Zille menampung keluh kesah.

"Nggak papa Tey. Udah biasa juga, kan?" ucap Grazille meyakinkan.

"Yaudah lah, lo hati hati ya!" Thea hanya bisa pasrah.

Langsung saja Zille berjalan keluar beriringan dengan Thea, saat sampai parkiran.

"Ze, gue duluan ya! Lo kalo ada apa apa telpon gue atau ga Gepa aja!"

"Iya Teya, astaga," jawab Zille jengah.

"Yaudah, gue duluan ya. bubaii," ucap Thea sambil melambaikan tangannya.

Saat Thea sudah terlihat menjauh, Zille berjalan di trotoar untuk menuju danau. Ia ingin menenangkan hatinya. Ketika di parkiran tadi, ia melihat Zia yang dijemput oleh ayah mereka.

Zia, Ziana Erina Bevillo. Saudari dari Zille.

Ya, Zia dan Zille memang satu sekolahan. Namun, hanya beberapa orang saja yang mengetahui jika mereka bersaudara. Thea, Geva, dan sahabat sahabat Zia tentunya.

Zille terus berjalan sambil mendengarkan musik dari handphone nya. Berjalan terus, hingga tanpa sadar. Ia telah sampai di tempat tujuannya.

Di sana, Danau. Zille hanya termenung sembari memikirkan takdir yang tak pernah memihaknya.

Danau ini, Zille beri nama dengan Danau ketenangan. Karna ketika berada di sini, Zille selalu merasakan adanya kenyamanan dan ketenangan.

Zille suka kesunyian. Namun, ia takut dengan kesendirian.

Kesunyian memang menenangkan. Tapi, kesendirian begitu menakutkan.

Dulu, Zille menemukan Danau ini saat ia masih berumur 12 tahun. Ya, 5 tahun lalu.

Saat itu, ia sedang berlari menjauhi rumah. Ia sedang berusaha kabur dari mama nya yang sedang murka, entah karena apa. Ia pun tak tau alasannya.

Saat ia masih terus berlari, tanpa sengaja kaki nya menginjak lahan kosong. Ia mengikuti arah pohon yang terlihat berjajaran, dan ia menemukan danau ini.

Sejak saat itu, danau itu. Selalu menjadi tempatnya berkunjung setelah orang tuanya selesai melampiaskan amarah mereka.

Dia hanya akan termenung, sampai ia puas. Setelahnya ia baru akan pulang ke rumah.

Seakan teringat sesuatu, Zille dengan cepat berdiri. Lalu berjalan kembali untuk pulang ke rumahnya.

Ia baru ingat, mama nya hari ini pulang lebih awal. Jadi, ia tak mau mendapatkan tato geratis lagi.

Saat melewati lampu lalu lintas, ia melihat seorang anak kecil dengan kondisi kurang sempurna. Sedang menjual minuman cup dengan terus tersenyum tulus.

Hati nya terenyuh, secara tiba tiba dia meneteskan air mata. Mengingat, bagaimana tidak bersyukurnya dia. Dia lengkap, tidak cacat sedikitpun di tubuhnya. Namun, dia sering mengeluh 'Tuhan, kenapa Kau tak adil?'.

Saking asiknya dia menyalahkan takdir, ia sampai lupa melihat kebawah. Bahwa, masih ada banyak orang yang lebih menderita darinya. Namun, tak pernah menyalahkan takdir yang sudah tertulis untuk dirinya.

Lihat kebawah, untuk bersyukur. Lihat ke atas untuk inspirasi.

Hidup bukan tentang, siapa yang bisa mengejar bahagia. Namun, ini tentang caramu bersyukur dalam keadaan apapun.

Bahagia akan menghampirimu jika kamu selalu bersyukur atas nikmat yang Allah beri.

Sebaliknya, kamu tidak akan merasa bahagia. Jika kamu, lupa untuk berterima kasih pada sang Pencipta. Bersyukur dan beribadah adalah cara terbaik untuk mengungkapkan kasih.

***

Kamis, 11 Mar 2021

Revisi, 13 April 22
Upload, 22 Jan 24

Grazille SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang