Kaivan tertegun melihat punggung rapuh itu bergetar, ia ingin merengkuhnya kembali, tapi tertahan oleh rasa bersalah yang datang menyerang."Kakak tahu kamu pasti sangat marah pada kakak saat ini, tapi apapun itu yang kamu rasakan sekarang biarkan kakak untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kakak." Kaivan menjeda, menatap punggung Davira dengan nanar. "Kakak akan segera mengakhiri hubungan kakak dengan Merry, dan menikah denganmu."
"Apa?" Davira berbalik cepat, menatap Kaivan di antara air mata dengan gurat keterkejutan yang terpeta.
"Ya, kita akan menikah! Karena kamu bisa saja hamil karena ulah Kakak semalam!"
ucapan Kaivan bagai menonjok kesadarannya dengan keras. Wajahnya yang di penuhi air mata terlihat pucat.
Davira termenung, harusnya ia merasa senang mendengar Kaivan mengajaknya untuk menikah, tapi alih-alih merasakan kebahagiaan itu, hati Davira malah terasa sakit bukan main--menyadari bahwa Kaivan ingin menikahinya hanya karena sebuah tanggung jawab."Kamu jangan khawatir Kak, Vira tidak akan mungkin mengandung anak Kakak!" Davira menunjuk dada Kaivan dengan jemarinya. "Saat ini Vira sedang tidak dalam masa subur, jadi Kak Ivan nggak perlu mencemaskannya!" lanjut Davira saat melihat Kaivan akan menyela.
Dia berharap Kaivan akan percaya dengan ucapannya. Davira tentu saja sedang berbohong, mengingat siklus bulanannya yang tidak menentu, Davira mana mungkin bisa menandai masa suburnya seperti wanita lain yang mengalami jadwal mesntruasi dengan teratur.
Kaivan terbungkam, sorot mata Davira yang dingin di tengah jejak air matanya yang mengering, membuat Kaivan tidak mampu lagi berkata-kata.
"Sekarang pulanglah Kak, Vira tidak apa-apa! Lupakan kejadian ini ... sama seperti kamu yang melupakan ciuman kita semalam!" Davira tersenyum pahit. "Begitu pun dengan Vira, yang juga akan melakukan hal yang sama!" Ia kemudian membuang pandangan, kemana saja asalkan itu bisa membuat rasa sakitnya sedikit teralihkan.
Kaivan kembali menangkup bahu Davira, terus berusaha untuk mengikis jarak diantara mereka. "Kakak tidak pernah melupakannya!" Ia terdiam cukup lama, bingung kalimat apa lagi yang harus ia ucapkan untuk membuat keadaan menjadi lebih mudah.
Namun ia pun akhirnya mengalah saat mendapati Davira tetap tidak juga menatapnya, seolah sudah tidak sudi untuk berinteraksi dengannya lebih lama lagi.
"Baiklah, kalau kamu memang ingin Kakak melupakannya, Kakak akan melakukannya! Asalkan hal itu bisa membuat keadaan kita kembali seperti dulu!"
Seperti dulu? Seperti apa lebih tepatnya? Adik iparnyakah? Bahkan setelah hal menjijikan terjadi diantara mereka?
Tubuh Davira membeku saat semua kalimat itu menuju pada sebuah pemikiran yang menikam dadanya. Perlahan, ia menghela mundur dengan mata yang menatap Kaivan dengan dingin. "Kamu pikir setelah apa yang terjadi di antara kita, aku bisa memandangmu dengan cara yang sama?" Ia kemudian menggeleng sebelum berjalan menuju pintu dan membukanya. "Pembicaraan kita sudah selesai, Kakak sebaiknya pulang!" usir Davira tanpa repot-repot menoleh.
Kaivan memandang Davira dengan tatapan terlukanya, Davira bahkan sampai menyebut aku-kamu dengannya. Sepertinya Davira benar-benar marah padanya. Bisa jadi ia sangat menyesali kejadian semalam. Kaivan ingin memahami perasaan Davira, namun aneh hatinya malah berdenyut nyeri saat pemikiran itu bersemayam di kepala.
Kaivan meringis, tersenyum getir sambil menghela langkah menuju pintu keluar dan berhenti tepat di hadapan Davira.
"Jaga dirimu, karena mulai sekarang aku akan benar-benar menjauh agar kau merasa nyaman." Kaivan menatap Davira pedih. "Maaf, karena sudah membuatmu berkubang sesal," katanya sebelum memutuskan untuk pergi meninggalkan Davira yang masih enggan menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVIRA (My Beloved Ex Brother in Law)
Romance21+ dede gemes di larang membaca cerita ini yes😉 Budayakan memfollow sebelum membaca!! ---------------------------------- Kisah tentang Davira yang terperangkap dalam pesona sang mantan kakak ipar. Ia melupakan fakta bahwa Kaivan selama ini mengang...