2. Penyesalan

7.6K 504 55
                                    

"Kak, seperti biasa aku datang lagi." Ia kemudian terkekeh getir. "Putrimu cantik Kak, sangat mirip sekali denganmu. Ah, bahkan sifatnya juga. Kamu benar-benar menurunkan semuanya pada putrimu." Ia mengerjap dan sebutir air mata lolos dari kedua netra coklatnya.

"Seharusnya kamu lihat secantik apa putrimu sekarang, dia sehat ... Kak Kaivan sudah menjaga putri kalian dengan baik." Davira menarik nafas panjang untuk meredakan sesak yang kini tengah memenuhi dadanya.

##

Usai menumpahkan tangisnya di depan makam Davina, ia kemudian pergi menemui Kaivan dan Sharon. Sungguh, Davira masih sangat merindukan keponakannya itu, mereka sudah hampir 6 tahun tidak bertemu. Selama itu pula, Kaivan memutus semua komunikasi di antara mereka. Tapi meski begitu, Davira cukup memahami kondisi Kaivan pasca kehilangan Davina, tidak mudah bagi pria itu untuk menerima kematian wanita yang amat di cintainya kala itu.

Berbulan-bulan ia berada dalam keterpurukan, hanya mengurung dirinya di dalam kamar tanpa mengurusi pekerjaannya. Dan terburuknya lagi, kesedihan yang di alaminya kala itu membuatnya bersikap abai kepada Sharon. Bahkan Kaivan sampai tidak berani melihat putrinya itu selama beberapa waktu lamanya, karena akan mengingatkannya pada Davina.

Namun setelah mengalami hari-hari yang berat usai peristiwa kelam itu, orang tua Kaivan yang merasa tidak tega melihat kondisi putranya saat itu, memutuskan untuk mengirimnya ke luar negeri, dengan tujuan agar Kaivan mampu melupakan kesedihannya. Hingga selama beberapa waktu Sharon di asuh oleh keluarga Kaivan dan juga Davira yang tiap hari selalu datang berkunjung ke kediaman keluarga Fernandez.

Satu tahun kemudian Kaivan akhirnya mampu bangkit dari keterpurukan, ia meminta orang tuanya untuk membawa Sharon tinggal bersamanya di luar negeri. Dan setelah peristiwa itu, Davira tidak bisa lagi bertemu dengan Sharon karena sikap Kaivan yang tampaknya seperti ingin membatasi hubungan dengannya. Entahlah, mungkin Kaivan hanya sedang berniat untuk melupakan kesedihannya, termasuk dengan memutuskan kontak dengan Davira selama 6 tahun ini. Pikir Davira, bisa jadi berada didekat dirinya hanya akan membuat Kaivan terus mengingat Davina. Tapi meski begitu, Kaivan tetap membiayai kehidupan Davira selama ini, termasuk menanggung biaya kuliahnya hingga lulus.

Keluar dari pemakaman, Davira melihat ada sebuah mobil mewah bercat hitam metalik yang bertengger manis tak jauh darinya, dimana Kaivan tengah duduk bersandar pada kapnya. Dengan sedikit kikuk, ia menghampiri pria itu--yang kini sudah melambaikan tangan padanya.

"Loh, Sharon mana Kak?" tanya Davira sambil menengok ke kiri dan kanan.

"Lagi tidur, tuh di mobil," sahutnya seraya mengarahkan dagunya kedalam mobil, dimana Sharon tengah tertidur diatas car seatnya.

Davira menatap Sharon dengan kecewa. "Yah, udah tidur. Padahal aku masih kangen banget sama dia," ucapnya dengan raut sedih.

Tanpa di duga-duga, Kaivan tiba-tiba menepuk-nepuk kepalanya, membuat kesadaran Davira kembali.

"Jangan sedih, kan masih ada lain waktu."

Davira mengalihkan tatapannya pada Kaivan, menatapnya dengan bingung. "Lain waktu? Kapan? Bukannya abis ini, Kakak akan membawanya pergi lagi?"

Kaivan menarik nafas sejenak sebelum melipat lengannya di depan dada. "Nggak, aku nggak akan bawa dia kabur lagi kali ini." Ia lalu tersenyum kecut, seolah menyesali tindakannya di masa lalu.

Davira membelalak, mencari kebohongan di wajah pria itu namun tidak ia ketemukan. "Beneran Kak?" pekiknya yang tak mampu menutupi binar bahagia disepasang netranya.

Kaivan mendengkus keras. "Ya bener lah, masa bohong!" Ia kemudian mengacak rambut Davira hingga aut-autan--hal yang dulu sering pria itu lakukan padanya.

DAVIRA (My Beloved Ex Brother in Law)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang