#043 Final Arc: Pemberontakan (5)

2.2K 580 295
                                    

"Cukup."

Wasit mengangkat tangannya dan menyatakan bahwa pertandingan telah dihentikan. Heeseung yang masih berdiri dengan kedua tangan memegang pedang kayu menghembuskan napas tenang. Pemuda itu tersenyum lalu mengulurkan tangan pada lawan latih tandingnya.

"Itu pertandingan yang hebat," kata Heeseung.

Semua orang yang menontonnya bertepuk tangan dengan keras, termasuk Jay dan Sunghoon. Kedua anak itu menatap Heeseung dengan binar kagum yang menyilaukan mata.

"Kak, ajari aku juga!" pinta Jay dengan nada riang.

Heeseung hanya mengangguk lalu mengelus puncak kepala adiknya itu penuh sayang.

"Sunghoon," Heeseung menoleh pada Sunghoon yang sedikit tertinggal di belakang mereka, "kemarilah."

"Itukah Heeseung, putra sulung Keluarga San?"

"Ya, katanya dia yang akan menjadi Miko selanjutnya,"

"Wah, sayang sekali. Padahal dia punya kemampuan beladiri di atas rata-rata. Bahkan seumur hidup, aku baru kali ini melihat jenius seperti dia."

"Mau bagaimana lagi, hanya dia yang memenuhi kualifikasi sebagai Miko. Sedang adiknya masih terlalu muda dan kekuatan spiritualnya juga tidak sebanyak kakaknya."

Langkah kaki Heeseung yang tiba-tiba terhenti, ikut mendiamkan omongan-omongan yang terlontar di balik punggungnya. Dasar orang-orang tua, kalau mau menggunjing, setidaknya biarkan Heeseung pergi dari tempat itu dulu, dong.

"Kak? Kenapa berhenti?" tanya Jay.

"Bukan apa-apa. Ayo pulang."

Saat sakit Miko semakin memburuk, kakeknya datang pada Heeseung untuk memberitahunya bahwa penobatannya mungkin tidak lama lagi. Usianya masih 14 tahun dan bagi para tetua, itu sudah cukup untuk memercayakan posisi Miko padanya.

Sekaligus mengubur bakat bela dirinya yang luar biasa.

Malam pertama dia dinobatkan menjadi Miko, Heeseung sama sekali tidak bisa tidur. Kekhawatirannya bercampur baur dengan ketakutannya. Karena sepanjang sejarah, Miko tidak pernah hidup lama.

Menjaga kristal inti sama saja dengan menguras energi Miko setiap hari. Heeseung sebenarnya tak mau, dia ingin hidup lebih lama bahkan sampai tua.

Heeseung yang gelisah menemukan Sunghoon berlatih pedang sendirian di halaman belakang.

Tanpa pikir panjang, Heeseung menghampirinya, "Mau coba latih tanding denganku?"

"Apa boleh?" tanya Sunghoon takut-takut.

"Kenapa tidak?" Heeseung mengendikkan bahu, "Cepat ambilkan satu pedang kayu untukku."

Sunghoon kembali dengan satu pedang kayu dan dia berikan pada Heeseung. Mereka mengambil jarak beberapa meter, Heeseung menarik napas lalu menghembuskannya pelan-pelan. Mungkin ini kali terakhirnya bisa mengajari Sunghoon bermain pedang, dia tidak akan segan.

Yang memulai serangan adalah Sunghoon. Dia mengayunkan pedangnya tanpa ragu-ragu dan betapa senangnya Heeseung melihat ekspresi Sunghoon yang serius seperti itu. Heeseung memutuskan untuk menangkis satu serangan lalu mendorong Sunghoon hingga terjatuh.

Namun, saat Heeseung hendak memberikan serangan terakhir, kaki Heeseung terhenti. Perutnya serasa diaduk-aduk lalu dia muntah. Heeseung jatuh berlutut dan betapa terkejutnya dia saat rumput rumahnya sudah basah oleh darah yang dia muntahkan.

CLANS| ENHYPEN ft. I-LANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang