Author janji mau update beberapa part ye kan? Jadi author tepatin nih janji author. Biar nggak dikasih harapan mulu, kan akit ati.
Jangan lupa klik🌟
******
"Kenapa bisa gitu? Apa Ara punya semacam penyakit?" tanya Anaz yang sudah kelewatan penasaran.
"Setahu gue sih, nggak deh kayaknya. Dia juga nggak terlalu sering sakit kepala, mungkin karena kelelahan, kan dia juga kadang harus bantu-bantu di panti," kata Erika, ada sedikit keraguan dalam kalimatnya.
"Sakit kepala Ara kan makin sering semenjak ibu-ibu yang agak stres itu suka ke toko kita, sampai ngaku-ngaku Ara itu anaknya, eh ternyata anak dia udah meninggal cukup lama," balas Sara, cewek yang tadi dipanggil 'Sa'.
"Bener banget, makanya Ara sekarang pakai masker dan kacamata kaya gitu," ungkap Erika kembali.
"Emang cerita awalnya gimana?" tanya Anaz meminta kejelasan dari semua yang mereka ucapkan, ia masih bingung dengan ucapan mereka berdua.
"jadi gini, Ara itu pekerja baru di toko kita. Dia baru beberapa bulan kerja di toko," kata Erika mulai menjelaskan.
"Waktu itu, masih jam kerja. Ada Ibu-ibu datang, ngaku-ngaku kalau Ara itu anaknya. Padahal Ara sendiri dari kecil tinggal di panti. Ternyata Ibu-ibu itu agak stres, kata suaminya Ibu-ibu itu sendiri sih yang bilang istrinya agak stres. Besoknya Ibu-ibu datang lagi, bilang kalau Ara anaknya, eh Ibu-ibu itu malah jadi keterusan, dia datang mulu ke toko. Awalnya sih Ara maklumin, tapi lama-kelamaan Ara jadi risih," kata Sara, ia menjeda ceritanya, lalu meminum jus yang ia pesan dari tadi.
"Karena Ara merasa risih, dia besoknya dateng pake kacamata dan masker kaya gitu. Terus minta sama kita kalau ada Ibu-ibu itu datang, katanya bilang aja Ara udah nggak kerja disini, Akhirnya Ibu-ibu itu nggak datang lagi ke toko tempat kita kerja, Ara jadi kebiasaan pake begituan. Takut dijalan ada Ibu-ibu kaya di toko waktu itu katanya," sambung Sara, ia mencomot roti diatas meja lalu memakannya.
"Ohh, gitu. Makasih ya, buat ceritanya," tukas Anaz, ia sekarang faham kenapa Ara selalu menggunakan kacamata dan maskernya.
"Sama-sama, BeTeWe, kenapa nggak tanya Ara langsung aja?" tanya Erika.
"Pake nanya lagi lo. Lo tau sendiri Ara paling anti cerita masalah pribadi, dan baru pertama kali ini kita liat Ara punya temen cowok juga, 'kan?" Sara menjawab pertanyaan Erika, sebelum dijawab Anaz.
"Bener juga sih. Maaf kalo gue lancang, lo mau jawab pertanyaan dari gue atau nggak itu hak lo sih ya, tapi gue penasaran banget nih, dari tadi gue pengin nanya. Isti lo dimana?" Sara yang tidak enak hati langsung mengantupkan tangan seolah memohon maaf atas pertanyaannya yang lancang.
"Oh, itu. Gue belum nikah, mau lo percaya atau nggak sih itu penilaian lo terhadap gue," jawab Anaz santai, ia sudah sering ditanyai hal seperti ini. Wajar saja mereka bertanya, karena ada Shakira yang menjadi Anaknya. Namun, tidak pernah terlihat Ibu dari Shakira.
Keduanya nampak terkejut, walau hanya sesaat. "Jadi, Shakira?" tanya Erika yang kini mulai tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Aku ketemu Shakira di jalanan. Waktu itu Shakira sama Ayah kandungnya. Ayah Shakira menitipkan Shakira ke saya, karena kata Ayah Shakira dia ingin lihat Anaknya sukses. Waktu itu Shakira masih balita. Saat usia Shakira baru menginjak dua tahun. Ayahnya tertabrak truk, dan meninggal. Ya ... Sekarang Shakira jadi anakku," jelas Anaz panjang lebar yang diangguki kedua teman Ara tersebut.
"Jadi, lo belum pernah nikah?" tanya Sara yang hanya dijawab oleh Anaz dengan sebuah gelengan kepala.
******Shakira dan Anaz mengantar Ara pulang, itu semua ulah Shakira yang katanya khawatir Ara akan sakit kepala lagi di jalan pulangnya. Padahal Anaz sendiri tidak memakai mobil, ia juga merasa tidak enak hati dengan Ara, ia tahu Ara cukup tidak nyaman dengan kehadirannya.
Setelah menghentikan taksi dijalanan, Anaz masuk di kursi penumpang sebelah kursi pengemudi. Sedangkan Shakira dan Ara tepat dikursi belakangnya. Semoga saja dengan Anaz yang tidak berdekatan dengan Ara membuat wanita itu tidak merasa risih lagi.
"Loh, Mas kenapa di depan? Nggak di belakang aja sama Istri dan Anaknya?" tanya supir pengemudi taksi tersebut.
"Bukan, kita bukan keluarga, Pak." Anaz mengusap wajahnya kasar, tatapan Ara mulai gelisah. Ia sepertinya tak nyaman disebut Istri Anaz. Anaz dapat melihatnya dari pantulan kaca di atas.
"Oh, kirain saya dia Istrinya, Mas," seru pak pengemudi yang sudah melajukan mobil.
"Saya sampai lupa nanya, ini alamatnya ke mana?" tanya supir itu kembali membuka pembicaraan. Anaz menjawab, memberi alamat rumah panti. Namun tiba-tiba Ara bersuara mengelak alamat yang diberikan Anaz.
"Bukan, Pak. Antar saya ke jalan gatotkaca nomor 2 ya, Pak," tukas Ara yang langsung diangguki Pak supir.
"Loh, emangnya nggak pulang ke panti?" tanya Anaz yang dari tadi hanya melihat Ara dan Shakira dari kaca.
"Nggak, aku pulang ke panti tiap senggang aja," jawab Ara tanpa mengalihkan tatapan dari Shakira.
Anaz hanya mengangguk menanggapi. Selanjutnya, hanya ada keheningan di dalam mobil hingga tiba mobil itu berada di depan jalanan kecil yang tidak mampu lagi dilalui kendaraan beroda empat.
"Stop sini aja Neng?" tanya Pak sopir.
"Iya, Pak. Lagian kos saya masuk ke jalan ini," ujar Ara, ia menunjuk jalanan di samping mobil yang sempit. Hingga mungkin jarang orang menyadari bahwa disini ada jalan.
"Pak, bisa tunggu disini sebentar? Saya mau antar temen saya dulu, Pak. Bisa 'kan?" tanya Anaz pada sang sopir. Bapak tersebut menangguk.
"Eh, nggak usah. Lagian cuma masuk jalan ini bentar, nanti nyampe. Nggak jauh kok, mendingan kalian langsung jalan aja, kasihan Shakira udah tidur di mobil dari tadi, pasti kalo lama-lama pegal," jelas Ara yang menolak Anaz untuk mengantarkannya. Toh kostannya sudah nampak dari sini, ia bahkan dapat melihat ibu kost yang hendak membuka gerbang.
"Mutiara, baru pulang Nak? Ini siapa?" tanya Ibu kost yang sudah menghampiri Ara dan Anaz.
"Eh, iya, Bu. Ini temen Ara," jawab Ara. Setelah Anaz menyalami Ibu kost dan berpamitan pada Ara serta Ibu kost, ia pun masuk ke dalam mobil taksi kembali. Duduknya kini pindah dibelakang, tentu saja ia harus menjaga Shakira yang sudah terlelah tidur sejak tadi sebelum sampai kost Ara ini.
"Mutiara?" gumam Anaz lirih.
Nama itu mengingatkan ia pada Azna, bagaimana tidak. Nama Azna juga ada kata Mutiara, apa Ara memang Azna? Mana mungkin. Ia melihat makam Azna sekarang. Mana mungkin Azna hidup lagi? Atau Azna memang tidak pernah meninggal? Lalu siapa yang di kebumikan?
Kalaupun sedih yang pembantu Azna lakukan hanya untuk kebohongan rasanya tidak mungkin, sebab pembantu tersebut menangisi Azna berhari-hari. Jadi, tidak mungkin makam Azna itu hanya bohong belaka.
Lalu kenapa ada banyak kesamaan antara Ara dan Azna? Apa Azna memiliki kembaran? Lalu Bunda Azna hanya mengadopsi Azna alih-alih mengadopsi keduanya. Tidak mungkin, tapi bisa saja bukan?
Hidup Anaz seolah kembali ke masa lalu, dimana ia selalu memikirkan Azna. Apa ia harus mencari tahu wajah Ara?
Bersambung ...
******
Horee🎉 dua part hari ini publish.
Siapa ya Ara itu?
Apa Ara Azna? Atau malah kembaran Azna?Kira-kira gimana kelanjutannya? Penasaran, Siapa Ara?
See you ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine 2
Teen Fiction-Muhammad Anaz Al-Farizqi- Wajah itu, memiliki wajah yang sama dengan Gadis yang aku cintai beberapa tahun lalu. Namun, dengan ukuran badan yang lebih kecil dari gadis yang aku cintai. Sifatnya, begitu mengingatkanku pada sosok Azna, orang yang mamp...