Hey hey hey! jumpa lagi bareng author. Cie ... Nungguin update ya ....≧ω≦
Sebelum baca jangan lupa klik🌟
******
Perempuan tersebut berjalan keluar cafe setelah mendapatkan lima cup kopi untuk ia dan teman kerja di toko.
Perempuan dengan hijab berwarna biru itu sedikit mengernyit mengingat keributan di dalam cafe saat dirinya datang. Ia menggaruk kepala yang tertutup hijab, lalu berkata, "Mereka, bukannya orang yang kemarin itu? Nggak salah sih."
Perempuan tersebut memakai kacamata lalu sedikit berlari menyebrangi jalan. "Ini kopinya, maaf lama. Tadi ada masalah di cafe," ungkapnya setelah memasuki toko pakaian, tempat ia bekerja.
"Masalah?" tanya cewek yang sudah mengambil cup kopi.
"Iya, huh...."Perempuan itu menghela nafas gusar. "Lagi-lagi aku dianggap orang lain," sambungnya.
"Maksudnya? Ada yang ngaku kenal lo? Tapi panggil lo pake nama orang lain?" tanya teman satu kerjanya yang sedang menata ulang baju.
"Iya, dan nggak cuma satu orang. Ini ada sekitar lima? Atau enam?" tutur Perempuan tadi dengan menerka-nerka.
"What?! Sebanyak itu? Kalo yang sebelumnya lo dikira orang lain masih mending, karena Ibu itu katanya agak gimana gitu katanya, lah ini sampe lima orang?"
"Mereka nggak mungkin kaya Ibu itu kan?" tanya temannya dengan tatapan kosong.
"Ngaco, nggak mungkinlah. Ra, lo dulu punya kembaran kali, waktu lo kecil dipanti, terus pisah gitu, kaya cerita di film-film gitulah," kata teman yang satunya meyakinkan.
"Bisa jadi itu. Ara, coba lo tanya ke panti, asal usul lo."
"Hmm, gitu ya? Coba deh nanti aku tanya," tukas Ara yang mengakhiri perbincangan.
Benar, perempuan yang membeli kopi di cafe tadi adalah Ara. Ia memang tidak memakai masker, hanya kacamata. Itupun kacamata dengan kaca putih, biasanya ia menggunakan kacamata hitam. Teman-teman kerja Ara yang memberanikan Ara untuk mencoba tidak bergantung pada kacamata hitam serta maskernya. Namun, baru hari pertama uji coba tidak memakai masker, sudah ada orang yang menganggapnya orang lain.
Ara memijit pangkal hidung, sorot matanya tampak lesu.
"Mereka kok nggak kenal aku? Aku 'kan ada di panti waktu mereka dateng," gumam Ara.
"Lo pake masker kali," jawab Sara. Ternyata gumaman Ara masih bisa di dengar.
Ara menatap Sara sekejap, ia kemudian menatap satu cup kopi latte di genggaman, Ara mengangguk setelah mengingat kejadian beberapa hari lalu saat ia mengunjungi panti.
"Jadi, lo kenal mereka?" timpal Erika.
"hmm," gumam Ara serta anggukan yang mewakili jawabannya. "Mereka dateng ke panti, sumbang beberapa pakaian, buku, bahan pokok, aku nggak tau pasti apa aja yang mereka kasih buat panti. Intinya, mereka disana sampe sore."
"Dan ... Lo seharian disana tapi nggak lepas masker sama kacamata?" tanya Sara, matanya mendelik setelah mendapat anggukan dari Ara.
"Jangan berharap mereka kenal lo, Ara. Kalo mereka aja nggak tahu muka lo kek gimana. Ya ampun, orang kalo pertama kali ketemu aja masih lupa wajah," sarkas Sara. Sara meminum kopi dengan rakus untuk meredam kekesalan akibat pengakuan Ara.
"Ya, walaupun kata-kata Sara barusan agak nyinggung menurut gue, tapi kali ini gue setuju sama Sara," timpal Erika, ia menepuk pelan bahu Ara seraya melempar senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine 2
Teen Fiction-Muhammad Anaz Al-Farizqi- Wajah itu, memiliki wajah yang sama dengan Gadis yang aku cintai beberapa tahun lalu. Namun, dengan ukuran badan yang lebih kecil dari gadis yang aku cintai. Sifatnya, begitu mengingatkanku pada sosok Azna, orang yang mamp...