Prolog

6.7K 589 13
                                    

Entah sudah keberapa kalinya, pasangannya itu kembali pulang larut malam. Tidak mempedulikan waktu sama sekali. Lebih memilih untuk memuaskan seluruh keinginannya yang tidak jelas.

Kenma menghela nafas menunggu lelaki itu. Jendela ia tutup karena angin dingin yang terus berhembus menusuk kulitnya.

Ia lelah harus menghadapi semua ini terus menerus. Kenma mencoba bertahan bagaimanapun caranya. Tapi apakah dengan Kenma yang terus melakukan hal itu tanpa ada kemajuan, akan membawa kebaikan pada dirinya? Justru dengan cara itu, ia akan tersiksa di kehidupannya sendiri.

Memilih untuk bertahan pada lelaki yang sudah tidak jelas lagi kehidupannya. Menggoda beberapa wanita yang bekerja di tempatnya, mengajak mereka berjalan jalan, pergi ke sebuah restoran dan meninggalkan Kenma sendiri di rumah tanpa memikirkan perasaannya.

Apa dia memang masih mencintai Kenma? Seperti apa yang lelaki itu katakan saat dulu. Dimana ia sudah siap untuk melamar surai pudding, dan berjanji bahwa akan selalu berada di sisi nya.

Ternyata semua hanyalah kebohongan. Hanyalah omong kosong tidak berguna.

Mungkin perasaan itu sekarang sudah hilang. Sudah tidak lagi ia rasakan seperti apa yang ia rasakan dulu.

"Apa aku menyerah saja?"

☁️ It's Hurt.. ☁️

"Tadaima..."

Lelaki dengan surai hitamnya itu berjalan memasuki ruangan di rumahnya. Semua gelap. Lampu dimatikan, dan hanya terdapat cahaya dari sinar bulan diatas sana.

Tetapi ia masih bisa melihat siluet pasangannya. Tengah bertelepon dengan seseorang tanpa menyadari atau mempedulikan kehadirannya yang sudah memberi salam.

"Ken—"

"... baiklah... akan aku coba.." Suaranya tercekat, seperti orang yang hendak menangis namun ditahan.

Kuroo memandang bingung kearah pasangannya yang kini menghela nafas membelakanginya, sembari memasukkan ponsel kedalam saku bajunya.

"Kenma?" Ia berjalan mendekat, dan lagi, Kenma seperti tidak begitu mempedulikannya. Sampai suara serak Kenma menghentikan langkahnya.

"K-Kuro.."

Kuroo mengernyit. Sepertinya memang benar bahwa Kenma baru saja menangis. Tanpa sebab atau mungkin Kuroo yang tidak tahu apa penyebabnya.

Sementara pasangannya itu mulai membalikkan badan, dengan satu tarikan nafas sebagai penenang terlebih dahulu.

"Kau... habis menangis?" Tanya Kuroo bingung. Walau dalam gelap, tapi ia masih bisa melihat kedua mata Kenma yang sedikit bengkak dan sesekali berlinangan oleh air mata.

"Uh, Kuro.. aku.. ingin bicara sesuatu penting denganmu.." Bukannya menjawab pertanyaan Kuroo sebelumnya, Kenma justru mengalihkan topik. Sembari berusaha untuk menahan air mata itu agar tidak jatuh.

"Bicara? Tentang apa?" Tanya Kuroo sembari meletakkan jas hitamnya pada sofa di sebelahnya.

Sementara Kenma diam sejenak. Ragu untuk mengatakan hal yang sudah terangkai dan tersusun rapi di otaknya. Ia menggigit bibir bawah, kembali menahan air mata.

"Kuro.. aku ingin hubungan kita berakhir, mulai dari sekarang.." Kata Kenma dengan nada serius walau sedikit serak akibat sempat menangis.

"Hubungan... berakhir? Maksudmu? Kita sudah menikah Kenma. Kau tidak bisa seenaknya mengatakan hal seperti itu." Kuroo kembali dibuat tidak mengerti dengan ucapan pasangannya. Nada Kuroo mulai sedikit meninggi, menandakan bahwa sepertinya lelaki itu tidak menyetujui perkataan Kenma.

"Aku tahu. Aku tahu kita sudah menikah... tapi kita hanya akan saling memberi jarak. Berakhir bukan berarti berpisah selamanya. Aku hanya butuh waktu... untuk sendiri sementara..." Kenma menundukkan kepalanya. Air mata berhasil lolos dan menetes pada karpet yang tengah ia singgahi.

"Kenapa kau tiba tiba berkata seperti itu?" Tanya Kuroo dengan nada dinginnya, sembari mulai melepas dasi dan melempar kearah sofa.

"Jujur.. aku tidak nyaman dengan kehidupan kita sekarang. Kau tahu— mphm—"

Belum sempat Kenma menyelesaikan perkataannya, Kuroo sudah lebih dulu mencium bibir mungil itu. Sementara Kenma yang tidak siap hanya meremat baju yang masih dikenakan oleh Kuroo, sesekali mendorongnya untuk menjauh.

"HAH! KURO KAU GILA!" Kenma berteriak tidak percaya kearah pasangannya. Air mata justru kembali menetes, membuat Kuroo terkejut.

"Kenma—"

"Hentikan. Aku tidak ingin mendengar apa apa lagi darimu." Ia segera berlari menuju kamarnya, lalu mulai mengemasi barang barang pada satu koper besar yang terletak disebelah lemarinya. Tidak mempedulikan Kuroo yang beberapa kali meminta maaf dan menahannya untuk pergi.

"Kenma dengar, kita bisa bicarakan ini baik baik okay?"

Kenma menghela nafas kasar, lalu menatap Kuroo dengan tatapan penuh emosi. "Bicarakan baik baik? Aku sudah tidak sanggup Kuro. Aku sudah tidak sanggup lagi bertahan di sisi mu!"

Ia segera berdiri kala telah menyelesaikan acara persiapannya, lalu berjalan dengan cepat keluar dari rumah walau sudah berkali kali Kuroo menahan tangannya.

"Ini adalah jalan terbaik Kuro. Aku tidak tahan lagi jika harus tetap bersama denganmu."

• TBC •

Masih ada 2 book yang blom selesai dan udah bikin new book lagi
Siapa?
Rei lah! :(

Note : Di book ini, semua pasangan udah pada nikah. Jadi nama marga mereka juga udah ganti dan mereka saling manggil juga pake nama depan, tapi karena d sini Kenma lagi kesel + sedih + kecewa ( intinya semua perasaan nyakitin lah ) makanya dia manggilnya "Kuro" dan bukan "Tetsurou"

Ok moga suka sama book nya. Vote dan komen sangat di hargai oleh author ❤

See you next chap! ✨

𝐈𝐭'𝐬 𝐇𝐮𝐫𝐭.. || 𝐊𝐮𝐫𝐨𝐊𝐞𝐧 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang