13. GWAENCHANAYO?

119 43 56
                                    

13. GWAENCHANAYO?

"Bila hatimu mulai tergerak saat terjadi perubahan pada seseorang yang kamu kenal. Tandanya, yang kamu sebut seseorang itu punya ruang." —From Story B.U.M

***

"Apa gak cukup peringatan gue kemarin?"

Kalimat itu tiba-tiba terdengar dari arah belakang. Kalimat yang berhasil membuat detak jantungnya bekerja ekstra. Kalimat yang membuat dirinya beranjak dari posisi duduknya.

"Atau lo gak punya otak?

Ketiga cewek itu perlahan mendekatinya. Dengan masing-masing melipat kedua tangannya di depan dada.

Lorong koridor begitu sepi. Memang bukan waktunya istirahat. Entah apa yang membuat Ari memilih untuk keluar kelas seorang diri. Bosan? Jenuh?

"Woy ditanya juga!" dorong kasar Rintik pada bahu Ari.

Ari sedikit bergeser dari posisi mulanya. Ada desisan suara yang diakibatkan dari dorongan Rintik yang tiba-tiba.

"Punya mulut kan lo!"

Rintik meraih mulut Ari dengan tangan kanannya hingga membuat mulut Ari terbuka dengan sempurna. Kejadiannya hanya seperkian detik, lalu Rintik melepasnya dengan kasar. Kedua tangan Ari langsung meraih area mulutnya yang terasa sakit.

"Satu lagi mata gue liat lo caper ke Bumi, gak ada ampun buat lo."

Senja melewati Ari begitu saja. Dengan sengaja menabrak bahu Ari. Di susul oleh teman-temannya yang mengikutinya menabrak bahu Ari juga.

Ari diam dan meraih bahunya. Rasa sakitnya benar-benar membuatnya terpejam untuk beberapa detik. Juga dengan area mulutnya yang mendadak memerah karena cengkraman kasar Rintik tadi.

"Lo kenapa Ri? tanya Caca yang baru saja selesai dari toilet.

"Lo sakit?"

Caca bergerak maju ke arah Ari. Posisinya begitu dekat. Caca mendapati memar di sekitar mulut Ari.

"Gue anter lo ke UKS ya Ri," ujarnya meraih pundak Ari.

Ada desisan seperti orang yang punya luka ketika bagian yang sensitif tidak dengan sengaja mendapati rangsangan tiba-tiba.

Ari langsung menurunkan tangan Caca yang meraih pundaknya. Rongganya beberapa kali menelan salivanya karena menahan sakit.

"Ada luka di bahu lo?"

"Sorry...sorr—"

Kata-kata itu terpotong padahal nyaris tersampaikan dengan sempurna.

"Bawa gue ke UKS Ca."

Ari mengatakannya dengan kedua mata terpejam dan menekankan gelombang bibirnya agar terbentang meski hasilnya tidak terlalu sempurna.

Tak ada jawaban. Caca langsung menitahnya ke ruang UKS.

"Sebenarnya lo kenapa si Ri?"

"Padahal tadi pagi lo baik-baik aja."

Caca bermonolog di sepanjang koridor. Hembusan nafasnya sangat terdengar karena kekhawatirannya pada Ari.

"Atau manusia setengah iblis itu gangguin lo lagi?"

Mata Caca mencilak ke arah sekitar. Seakan tidak terima jika benar semua ini ulahnya. Tangan kirinya mengepal, tatapannya melengos sinis membuang muka karena takut Ari akan melihatnya.

"Lo istirahat di sini ya, gue balik ke kelas dulu ambil hp biar lo gak bosen," ujar Caca nyengir berusaha menutupi kemarahannya saat ini.

Caca meraih kepala Ari setelah membantunya terbaring di atas kasur.

Bumi untuk Matahari [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang