Matahari Kristalea. Orang-orang akrab memanggilnya dengan sebutan Ari. 15 tahun ia dibesarkan oleh Mamanya. Papahnya meninggal ketika dirinya beranjak dalam usia 2 tahun. Saat itu, Matahari hanya seorang gadis kecil yang masih belum mengerti apa-apa.
"Ari bangun sayang," Mamanya mengetuk pintu kamar.
Meski galak di mata anaknya, justru sebenarnya tidak ada yang lebih besar dari rasa pedulinya. Tak disangka belasan tahun ia hidup bersama dengan dua anaknya tanpa kehadiran suami yang membuat wanita paruh baya ini kerja extra demi menghidupi kedua buah hatinya. Galaksi Krisnatara, adalah anak pertamanya.
"Iya Mah, sebentar, Ari lagi beres-beres," ujar Ari di balik kamarnya. Mama Ari melanjutkan langkahnya menjauh dari kamar putrinya.
Remaja cantik yang kian menggendong tas berwarna biru dengan rambut terurai itu keluar kamar. Langkah kaki membawanya kepada rerumunan keluarga kecilnya. Terlihat di meja makan sana sudah ada Mama dan Abangnya. Meski sederhana, keluarga Kris mampu menghadirkan kebahagiaan. Hidup dalam keadaan yang serba memaksa, membuat Ari lebih berpikir jeli tentang kehidupan.
"Pagi Mah, pagi Bang," sapanya dengan senyum simpul. Ari tergolong gadis yang ceria. Ia langsung duduk di samping Mamanya. Kian posisi Mamanya di apit oleh dua anaknya. Kedua anak dengan stel pakaian rapi di pagi-pagi hari demi menjemput mimpi selalu menjadi pemandangan paling indah untuk Kejora, Mamanya.
"Pagi sayang," respon Kejora menatap sejenak putrinya. Lalu, langsung mengambilkan piring dan menuangkan nasi juga lauknya untuk dua buah hatinya.
"Pagi adek Abang yang unyu," respon Galaksi menggoda. Sepasang adik kakak ini layaknya sepasang merpati. Keduanya saling melengkapi, tak heran jika kerap dinilai lingkungan seperti sepasang kekasih. Sifat Galaksi begitu posesif terhadap adiknya. Setelah kepergian Ayahnya, Galaksi benar-benar harus pintar membagi waktu. Sebab, dinding pelindung keluarganya itu ada dalam dirinya. Termasuk melindungi satu adik perempuannya. Agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas yang hanya akan membuat masa depan suram. Ia tidak mau, sangat tidak mau.
"Bang Galak masih pagi loh." Ari yang meraih gelas berisikan setengah air itu memutar jengah bola matanya. Alih-alih ia percepat gerakan mengambil gelas itu.
Galaksi yang mendengar celetukan respon dari adiknya sedikit membentangkan senyum. Tiap kali dirinya menggoda, adiknya selalu manyun tak menyukainya. Tapi meski begitu, Galaksi tetap melakukannya sebagai warna untuk keluarga kecilnya. Mengingat kalimat bahwa "kehilangan seorang Ayah adalah patah hati terdahsyat anak perempuan karena letak cinta pertama seorang anak perempuan itu ada pada Ayahnya." membuat Galaksi berusaha untuk selalu menghadirkan kebahagiaan untuk Ari.
Keluarga yang terbilang begitu sederhana itu menikmati hidangan sarapan pagi bersama. Masakan yang dibuat oleh Kejora memang selalu menjadi favorite Ari dan Galaksi. Bagi keduanya, masakan Mamanya tiada tandingan. Sangat sangat enak.
***
"Ari cepetan udah siang ntar Abang telat ngampusnya," teriak Galaksi yang terlihat sudah sangat siap. Helm sudah membungkus kepalanya, juga dengan mesin motor yang sudah dinyalakan sedari tadi. Hanya tinggal menunggu adiknya yang kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil sesuatu yang tertinggal.
"Iya bentar Bang," sahut Ari lantang dengan masih celingak-celinguk mencari sesuatu. Rasa kesal kian menyelimuti cewek itu setelah beberapa check-in ruangan namun tak jumpa barang yang dicari.
Galaksi mematikan mesin motornya, kemudian melepas helm. Rambut hitam tipisnya tersapu oleh angin, terlihat jelas ada keringat di pipinya. Kakak dari Matahari memang sangat tampan. Apalagi didukung tampilan yang mumpuni. Galaksi pintar berfashion. Namun, apakah Galaksi marah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi untuk Matahari [On Going]
Ficção AdolescenteBUMI Yang rasa sukanya sengaja disamarkan. "Karena bersikap biasa saja adalah cara gue menjaga." Tidak ada kehidupan yang kacau berantakan, semua terjadi sejatinya karena kita telah menginjak usia perbatasan, 17 tahun. #🏅Rank: 2 In Cerita Baru 05 F...