5. UJIAN PERTAMA

200 120 93
                                    

5. UJIAN PERTAMA


"Bila gagal, coba lagi. Gagal lagi, terus coba. Meski nampak tak ada hasil, setidaknya kita bergerak, tidak hanya diam di tempat."

***

"Eh lo Bum," sapa bingung Caca ketika berpapasan dengan Bumi. Entah kali ini hanya ketuanya saja yang terlihat.

"Gue boleh pinjem Ari nya sebentar?" spontan ungkapan khas cowok pada umumnya ketika doi sedang bersama temannya terbang melayang begitu saja.

Caca langsung menengok teman di sampingnya yang juga menatapnya. "Aaaa,,, iya boleh," ujar Caca nyengir dan mengangguk bak orang bodoh.

Tanpa aba-aba uluran tangan Bumi jatuh tepat di hadapan Ari. Caca yang mendapati pemandangan itu melongo, mata dan mulutnya sama-sama terbuka lebar.

Ari tak menghiraukan uluran tangan Bumi, ia hanya sergap mendorong badan Bumi agar segera menjauh dari tempat itu bersama. Bisa-bisanya ia kembali bersikap manis begini setelah kemarin menjatuhkannya ke dasar.

"Lo tuh ya bikin gue malu aja," ujar Ari ngomel-ngomel di sepanjang koridor.

"Kenapa, kok malu?" tanya Bumi santai.

"Ini sekolahan Bumi!" tegas Ari pada pria di depannya itu.

"Oh gitu," Bumi mengangguk-anggukkan perkataan Ari dengan senyum-senyum menatap cewek yang kian jengah menatapnya.

"Kalo di luar sekolah boleh dong berarti," ujar Bumi masih memperhatikan jeli cewek di hadapannya. Namun, ini adalah skak bagi Ari. Bisa-bisanya ia ngomong tanpa disaring. Kacau!

"Apasih, bukan gitu. Gak usah geer lo," sentak Ari manyun. "To the point aja deh, lo mau apa?" ujar Ari yang tatatapannya kini menajam.

"Kamu cantik kalo lagi marah," goda Bumi tersenyum simpul.

"Gue balik ke kelas nih!"

"Eh iyaa iyaaa,,," dengan sigap Bumi menghadang arah lari Ari.

"Makanya cepet bilang!"

"Besok ada waktu?"

Bumi membungkukkan badannya perlahan, lalu memandang Ari dengan tersenyum simpul. Rambutnya tersapu angin, posisinya kian begitu dekat. Ari nampak jelas mendapati wajah Bumi di depannya yang sedang mendongak memandangnnya.

Beberapa menit Ari terdiam ketika mendengar. Keduanya bertemu dalam tatapan teduh. Ari dengan detak jantungnya yang memompa lebih cepat dari biasanya. Dan Bumi dengan segala kesantaiannya memandang Ari.

***

"Siapkan lembar jawaban!" perintah Bu Mega ketika baru saja meletakkan semua alat tulisnya di meja.

Semua siswa bergegas mempersiapkan. Namun, tidak dengan Ari. Perempuan ini justru melamun.

"WOY!" teriak Caca tepat di telinga Ari yang membuat seisi ruangan mendadak memandangnya, termasuk Bu Mega!

"Caca kamu kenapa?" tanya Bu Mega bangun dari tempat duduknya. Guru itu memandang dengan raut wajah tak suka.

"Eng,,,ga Bu. Enggak kenapa-kenapa kok Bu," ujarnya terbata-bata. "Lo sih Ri!" sambungnya menyubit pinggang Ari dari sudut belakang.

Bumi untuk Matahari [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang