1. SMA ANTARIKSA
SMA Antariksa. Salah satu sekolah elit paling ternama. Menempati urutan jajaran kedua setelah SMA Cakrawala. Keduanya selalu berebut posisi setiap 5 tahun sekali. Inilah alasan kedua sekolah ini masih saja tak akur hingga sekarang.
"Tolong panggilkan Matahari Kristalea asal kelas XII Bahasa agar segera ke kantor menemui Ibu," perintah guru dengan model rambut dikonde kepada salah seorang muridnya yang tidak dengan sengaja ia tangkap dengan indra penglihatannya karena berseliweran melewati ruangan kantor di jam pelajaran. Tidak lain, guru pemilik mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Mega.
"Baik Bu," jawab murid lelaki mengangguk sopan.
Guru yang sudah masuk dalam kategori senior itu lalu kembali dalam ruangan. Juga dengan salah seorang dari murid SMA Antariksa yang melangkah pergi menjauh dari ruang kantor.
"Maaf, di sini ada yang bernama Matahari Kristalea?" tanyanya setelah mengetuk pintu dan sebagian tubuhnya masuk dalam ruangan dengan paparan papan jelas bertuliskan XII BAHASA di atas pintu.
"Oh Matahari, ada," sahut cewek yang duduk paling depan juga dekat dengan pintu. Memang dari jangkauan, cewek ini yang paling dekat dengannya. Purnama Jelita, cewek baik-baik yang kerap mengharumkan nama sekolah. Purnama menoleh ke belakang, sedikit memutarkan badannya, ia mendapati dua cewek yang sedang asik ngobrol. "Itu Matahari," Purnama menunjuk dengan pulpen yang dipegangnya ke arah Ari dan Caca.
"Ri ada yang nyari lo tuh," ujar Caca yang sempat mendengar obrolan singkat antara Purnama juga dengan Pria Asing yang hendak memasuki ruang kelasnya.
"Ri lo di cariin tuh," Purnama menghampiri tempat duduk Matahari. Menunjuk salah seorang pria yang kian setengah badannya memasuki ruangan kelasnya.
Siapa dia? Matahari tidak mengenalinya.
"Iya makasih Pur," Ari mengangguk tersenyum sebagai tanda ucapan terimakasihnya kepada Purnama. Setelah Purnama menyeimbangi respon Ari juga dengan senyumannya, lalu Purnama kembali ke tempat duduknya.
"Siapa Ri?" tanya Caca penasaran menarik-narik lengan Ari. Matanya terbelalak manatap Ari seolah meminta penjelasan.
Ari hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu, beranjak dari duduknya dan menemui Pria Asing di depan pintu kelasnya. "Gue ke sana dulu Ca,"
"Iya, ada apa ya?" Ari membuka suaranya ketika berhadapan dengan Pria Asing itu. Menatap dengan penuh tanda tanya. Isi kepalanya seolah kerja lebih pada hari ini.
"Lo dipanggil Bu Mega suruh ke kantor," terang cowok di hadapannya itu. Lalu, pergi meninggalkan ruang kelas XII BAHASA.
"Eh dia bilang apa ke lo Ri?" Caca menghampiri Matahari setelah melihat Pria itu melangkah pergi dari kelasnya.
"Gue suruh nemuin Bu Mega," jawab Ari. "Tapi, ada apa ya Bu Mega manggil gue?" Ari menatap langit-langit atap kelasnya. Mencurahkan semua tanya lewat imajinya.
"Lo ada masalah apa sama Bu Mega?" Tangan Caca dengan tiba-tiba menopang dagunya, dan menatap Ari lekat dengan penuh misteri.
***
"Matahari jika nilai kamu selalu begini, Minggu depan terpaksa Ibu lapor ke Pak Agung," terang Bu Mega to the point. Agung Mars Tirtayasa. Kepala Sekolah SMA Antariksa sekarang. Dikenal super-duper tegas, galak juga semena-mena jika tidak sesuai dengannya.
Matahari yang dengan tiba-tiba mendapati berita itu langsung terdiam merunduk. Hidup seolah tidak adil padanya. Sudah cukup ia dilahirkan dari keluarga kurang mampu. Kenapa Allah tidak menciptakan kelebihan atasnya? Tangan Matahari kian mengepal keras di bagian roknya yang lurus dengan tangan. Matanya terpejam untuk beberapa saat. Beberapa kali ia hembuskan nafasnya dengan kasar, mencegah tanggul agar tak meludak menggenang di tempatnya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi untuk Matahari [On Going]
Ficção AdolescenteBUMI Yang rasa sukanya sengaja disamarkan. "Karena bersikap biasa saja adalah cara gue menjaga." Tidak ada kehidupan yang kacau berantakan, semua terjadi sejatinya karena kita telah menginjak usia perbatasan, 17 tahun. #🏅Rank: 2 In Cerita Baru 05 F...