ERVAN POV.
"Gimana caranya biar gue bisa menaklukkan hati itu cewek?" Gue berpikir keras. Selama gue hidup di bumi dan seisinya baru kali ini ada satu cewek yang bikin gue uring-uringan gak jelas tiap malem. "Lo gak ada saran bang? Gak ada niatan gitu buat bantuin adek lo yang hampir gila gini?"
Bang Dean melirik gue malas. Tangan cowok itu melepaskan almamater tempatnya kuliah. Berhubung gue satu kampus sama bang Dean jadi gue punya banyak waktu buat bicarain masalah kurang penting seperti ini.
"Lo kaya orang kekurangan cewek aja dah perasaan, emang gak ada apa cewek yang enggak bikin lo nanya dengan pertanyaan yang sama mulu tiap malem ke gue?" Bang Dean melemparkan tasnya ke kursi belajar, "Lagian sesusah apa sih dapetin tuh cewek?"
"Susah anjir. Capek gue juga mikirinnya."
"Pelet aja udah. Kelar."
Gue menoleh kaget, "Itu dosa enggak bang?"
"YA LO MIKIR LAH ANJ-!"
"anjing ..." Gue nyengir.
"Udah ah sana keluar! Gue mau tidur!" Bang Dean menendang pelan bokong gue. Gue berdecak kesal.
"Bang! Jangan lupa besok berangkat bareng gue!" teriak gue saat pintu kamar bang Dean tertutup rapat.
Tidak ada jawaban.
Kurang ajar emang. Punya Abang satu ngeselinnya enggak ketulungan. Gue berjalan kearah kamar hendak tidur. Lagian ini udah pukul sembilan lebih. Kalau kalian tanya kenapa bang Dean jam segini baru pulang dari kampus jawabannya dia adalah anak teladan.
Bisa dibilang bang Dean itu pintar dalam segala hal. Tapi, cuma sikapnya aja yang agak stres. Beda lagi kalau gue. Gue ahli dalam membuat masalah ...
Tolong kasih gue apresiasi atas pencapaian yang telah gue lakukan selama dua tahun kuliah.
Gue menghempaskan diri keranjang. Menatap langit-langit. Kejadian waktu gue bawa itu cewek kehadapan bokap terulang kembali.
Dahulu ...
"Hallo ... Nama kamu siapa?" Gue memiringkan kepala sedikit. Melihat cewek yang berada ditepi halaman rumah. Kalau dilihat dari wajahnya sih kaya orang kebingungan. Apa ini cewek kesesat ya?
"Kamu siapa?" tanya dia balik.
Gue menyeringai. Memperhatikan dari bawah hingga ujung rambutnya membuat cewek tersebut melangkahkan mudur. Menik matanya sudah agak memerah. Gue yang melihat itu terkekeh senang.
"Aku Ervan, kamu mau gak jadi pacar aku?" Gue tersenyum jahil.
Cewek itu sontak menggeleng.
Satu langkah maju ke depan dan satu langkah pula dia memundurkan kakinya kebelakang.
"Ervan orang baik kok! Kamu jangan mundur-mundur terus ntar jatoh ke got!" Gue menunjuk got yang sering menjadi wahana mainan.
Anak perempuan itu diam membisu. Membuat gue gemas bukan main. Dengan refleks gue mentoyor jidatnya sama anak perempuan tersebut terjauh kedalam got yang berisi air kotor.
Byurr ...
"HAHAHA KAN JATOH!" Gue tertawa ngakak, "Makannya jangan deket-deket sama got! Dibilangin ngeyel." Gue semakin tertawa saat dia berdiri di depan gue dengan tangisannya.
Wajahnya sudah hijau-hijau melebihi Hulk. Bedanya ini hijau dari lumut.
Sial.
Tangisan itu semakin menjadi. Membuat gue mati kebingungan. Gue mengambil satu batang coklat dalam saku celana yang diberikan bang Dean waktu sepulang sekolah dengan sedikit oh ralat, sangat tidak rela gue menyerahkan coklat tersebut kearahnya.
"Jangan nangis, Ervan kan enggak sengaja." Gue menyodorkan batang coklat itu. Cewek itu terisak-isak sampai ingusnya naik turun. "Udah dong nangis mulu jelek nanti!"
Bukannya mereda malah semakin menjadi.
Gue menarik paksa anak itu dan membawanya masuk kedalam rumah. Sampai pada lantai dua gue berteriak sekeras mungkin agar Bunda dan Bokap gue mendengar lalu keluar dari kamarnya.
"BUNDA! AYAH!" teriak gue di depan pintu.
Tidak lama kemudian mereka keluar dari kamarnya dan memperhatikan cewek itu kaget, tanpa rasa bersalah dengan begitu lantang gue mengucapkan.
"ERVAN BAWA CALON MANTU!!"
Gadis yang gue temuin tanpa sengaja itu memiliki muka yang sangat polos. Seketika gue bergidik ngeri saat mengingatnya.
***