Jingga bergegas masuk ke dalam kamar saat Ervan memberikan sebuah kunci. Dia berdecak kagum. Bagus banget ternyata. Maklum, dirinya seorang perempuan yang berasal dari desa yang sedang merantau dalam pendidikan di ibukota. Jadi wajar saja dia selalu tercengang melihat ini semua.
Tapi, untuk penampilan dia masih termasuk dalam katagori fashionable. Ya ... Enggak norak-norak amat lah ya. Standar, namun jadi dibandingkan dengan kakak tingkat jelas kalah.
Jingga adalah mahasiswa yang pintar dalam beberapa bidang, dia juga cukup sering mengikuti perlombaan antar kampus dan hasilnya memuaskan.
Dirinya adalah guru les untuk anak-anak SMK/SMA. Penghasilannya cukup untuk menambah-nambah uang saku.
Dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kenapa otaknya selalu terpaku pada nama Ervan. Cowok yang beberapa tahun silam membawa dirinya kehadapan orang tuanya sendiri mengenalkan sebagai calon istrinya. Dimana Jingga yang sedang berkunjung di tempat tantenya. Dia tersesat sampai ke halaman Ervan serta keluarganya.
Jingga selalu kesal ketika mengingat saat dia diceburkan oleh Ervan kedalam got.
Ngenes! Kaya orang buangan.
Suara gedoran pintu membuat dirinya tersadar. Pasti Ervan, tuh orang mau ngapain lagi?
"Apa?" Jingga menjawab tanpa membuka pintunya, ternyata Ervan dengan santainya masuk kedalam kamar dengan memakai kaos tanpa lengan dan celana pendeknya, terkesan sangat menggoda.
"Makan dulu sana! Gue udah pesenin makanan." Ujar Ervan di ujung pintu, "apa perlu gue bawa kesini untuk kanjeng ratu?"
Jingga bangkit, memasang wajah masamnya, "gak perlu, nanti gue kesana."
"Ayolah ... Makan bareng," dia melangkahkan kakinya mendekat, menatap lekat perempuan itu. "nanti lo mati gue yang jadi tersangkanya."
Sebagai bonusnya bisalah dia merasakan makan berdua dengannya~
"Ck! Iya!" Jingga bangkit mendahului Ervan yang sedari tadi menggodanya dengan raut wajah yang minta di tampol.
Sesampainya di hadapan televisi, dia dibuat melongo. Gimana gak melongo Ervan mesen makanan banyak banget. Orang disini hanya berdua. Apa semua itu akan abis?
"Ini enggak kebanyakan?" Jingga bertanya heran kepada sang pelaku.
Ervan hanya menggelengkan kepalanya dengan begitu lugu. Dia melihat hal baru di dalam diri Ervan. Membuatnya terlihat sangat menggemaskan.
Astaga sadar!
Ervan duduk di lantai yang hanya beralasan karpet tipis dan diikuti oleh Jingga. Gambarannya seperti keluarga kecil yang sedang makan bersama.
Oh My Good!
Kalau dilihat oleh sahabatnya yaitu Helth pasti dia akan langsung di todong dengan beribu-ribu pernyataan. Tapi syukurlah dia tidak mengetahuinya bahakan untuk saati ini.
"Oh jadi gini rasanya simulasi berumah tangga~" Ervan melantur.
Pernyataan itu membuat Jingga tersedak mekanannya sendiri. Dengan cepat dia membuka minuman botolnya. Bisa gila dia kalau lama-lama disini!
Ervan yang menyadari itu langsung melirik perempuan disampingnya. Kenapa tuh anak?
Jingga berdahem menetralkan raut wajahnya seraya melanjutkan makannya. Berlagak seolah tidak terjadi apa-apa.
Ervan menggangkatkan bahunya acuh, "gue denger-denger katanya lo guru les anak sekolahan?"
Jingga sontak melirik Ervan. Bagaimana dia bisa tau? "Iya, cuma hari-hari libur aja sih."
Ervan mangut-mangut, "kali-kali ajarin gue lah," dia menghabiskan makanannya, "supaya pinter kek lo."
Jingga menyeruput mie-nya sambil melirik Ervan sekilas. Bingung harus jawab apa? Pasalnya dirinya tidak secerdas yang dibayangkan cowok itu.
"Gue gak secerdas itu juga," jingga melarat. Setelah menyelesaikan makannya dia membereskannya beserta makan Ervan, "gue ke dapur dulu."
Ervan semakin terkesima melihat perlakuan Jingga yang jarang di temukan di cewek-cewek lain. Dia perempuan pekerja keras juga.
"Ehem!" Ervan berdahem saat Jingga melewatinya, "gue mau ngomong sesuatu."
Jingga menghentikan langkah kakinya. Mengerutkan dahinya heran.
"Sorry, dulu gue pernah nyemplungin lo ke got, " Ervan tersenyum lugu, "beneran deh gue gak maksud apa-apa."
Jingga meringis. Kejadian itu lagi. Kenapa harus di bahas sih? Jingga selalu malu membayangkan bagaimana parasnya saat terkena air comberan.
"Don't worry." Jingga menyahut santai. Dia mendudukkan diri di samping Ervan. Tapi tidak terlalu dekat. Yakali deket-deket nanti di kira demen.
Pukul menunjukkan pukul satu. Udah ralut malem juga. Tapi dirinya masih belum mengantuk. Dia meraih ponsel, barangkali ibunya mengirimkan pesan.
Namun nihil. Tidak ada notifikasi yang masuk satu pun. Jingga mendesah pelan. Jingga tidak sengaja melihat Ervan yang berbaring disebelahnya, matanya terpejam, kalau di lihat-lihat Ervan tidak jelek-jelek amat kok. Parasnya tegas memberikan kesan sangar dan tubuhnya termasuk cukup bagus. Serta ... Perlakuannya cukup membuat kaum hawa kegeeran.
Friendly.
Ervan cukup friendly kepada lawan jenisnya. Jingga juga sering melihat beberapa kali Ervan bersama cewek di kampus dan selalu berganti-ganti. Harus di garis bawahi cewek-cewek tersebut sangat amat cantik.
"Kayanya elo udah mulai kepincut nih sama gue," Ervan terkekeh saat melihat Jingga memperhatikannya dengan sangat lama. Udah suka kayana nih cewek, "emang sih pesona gue susah buat di tolak."
Jingga refleks memundurkan diri. Ngeri banget. "Nyebut deh lo!" Jingga menjawab sarkas, "lagian gue gak liatin lo, gue ngeliatin sofa!"
Sangat tidak masuk akal sekali permisa.
Ervan tertawa kencang mendengar jawabannya, "yaelah gengsi amat sih!"
Tangannya Ervan menangkup kedua pipi Jingga. Sontak Jingga menepisnya dengan cepat."Awas! Gue mau tidur." dengan cepat Jingga bangkit dari sofa itu. Bisa-bisanya dia mempermalukan dirinya sendiri!
Ervan semaki gencar menggodanya. Jingga berlari kecil menuju kamar tidur lantas menutup pintunya.
"Awas kebawa mimpi Rin!" Teriak Ervan. Dia mulai sekarang akan memanggil Jingga dari nama belakangnya yaitu Sherin. Lucu kan ya, beda dari yang lain.
Jingga yang mendengar itu terheran-heran. Rin? Nama panggilan macam apa itu? Jelek banget!
***