"Baik untuk semua silahkan untuk berkumpul kepada panitia masing-masing!" Rigo ketua panitia tersebut melambai-lambaikan tangannya. Mengintruksikan agar semua mahasiswa/i berkumpul sesuai kelompok yang sudah ditentukan. "Ingat ya! Jangan pada berpencar dari kelompok kalian!"
"Woii woii kelompok gue yang mana?"
"Anjrit gue pisah nih sama sahabat gue?!"
"Ntar lo harus sama gue ya! Jangan pisan!"
"Eh? Eh? Lo itu sama gue! Diem di sini. Takut ilang." Perempuan berambut ikal mencekal erat pergelangan tangan perempuan satu lagi nya.
Biasalah perempuan itu repot.
Seperti itulah kurang lebih suasana di sana.
Dosen Bisma melongo melihat mahasiswa/i nya yang heboh sendiri. Padahal mereka sudah besar.
Sedangkan Dean dia kewalahan mengatur adik kelas nya itu. Padahal dia panitia di kelompok adik nya sendiri. Tidak heran, Dean sudah menduga. Pasti ulah Ayah nya.
"Coba kalian berjajar yang rapi, saya akan absen kalian satu-satu." Dean mengambil kertas yang tergulung dari teman satu panitianya. Di sana terdapat nama-nama orang yang berada di kelompoknya.
"Aditya Rachman?"
"Ada kak."
"Bella putri?"
"Ada."
Hingga pada huruf alphabet E. Nama Ervan pertama di sana. Dean memanggil nama sang adik dengan tegas.
"Ervan Bayangsara?"
Hening. Tidak ada jawaban dari sang pemilik nama.
Dean menghela napas pelan. Menahan amarah. Bener-bener adik yang satu ini!
"Ervan Bayangsara?" Dean menatap satu persatu wajah yang berjejeran didepannya. "Ini ada yang tau Ervan kemana?"
Semua orang kompak menggeleng.
"Raja!"
Sontak Raja mendongakkan kepalanya menatap Dean terkejut karena memanggil namanya sedikit kasar.
"Iya kak, kenapa?"
"Kamu temennya Ervan kan?" Tanya Dean. Raja mengangguk sopan. "Kamu tau Ervan di mana?"
"Saya--"
"Hadir!" Gue datang dengan wajah tidak berdosanya. Memasukkan kedua tangannya kedalam kantung celana.
"Dari mana kamu?" Bang Dean menatap gue sinis.
"Abis cari toilet bang," Gue nyengir. Lalu masuk kedalam barisan yang paling depan bersama sobat-sobat tercinta.
Bang Dean mengepalkan tangannya. Dia masih menatap gue kesal. Gue yang mengerti itu langsung maju ke depan.
"Saya Ervan Bayangsara, mohon maaf atas kelalaian yang telah saya perbuat barusan." Gue membukukan sedikit badan ke depan bang Dean. "Ampun suhu."
Seketika semuanya tertawa mendengar ucapan Ervan seperti itu. Terdengar tidak sopan sekali. Namanya juga Ervan. Bukan Ervan kalau dia tidak buat onar sehari aja.
Bang Dean mengambil satu gulungan kertas menggeplaknya ke lengan gue. "Lo itu ya! Astagfirullah!" Bang Dean mengusap dada nya sabar.
Ya emang harus sabar-sabar hadapin gue yang agak rada-rada ini.
"Udah kan? Yaudah terimakasih." Gue menyatukan kedua tangan seperti ingin bersalaman dengan yang bukan mahram. Lalu berdiri di depan kemudian menutup muka dengan masker.