==Part 8==

183 22 8
                                    

Keesokan harinya, Vira tampak buru buru keluar dari kamarnya dan tidak sengaja menabrak Ariska saat berpapasan dengannya di lorong hotel, “Maafkan saya,” kata Ariska. Vira mengangguk sedikit kemudian tak menghiraukannya lagi.

Vira bersama temannya menyambut kedatangan Orang tua Vira beserta yang lainnya.

“Ibu kok mendadak banget?” tanyanya sembari membantu membawakan barang - barang bawaan.

“Mau ketemu kamu dong!”

“Ayah juga sudah menambah waktu inap kalian sehingga kalian bisa menginap lebih lama menemani kami disini,” ucap Wira.

Setelah memenuhi semua persyaratan di respsionis, mereka ke kamar masing - masing untuk beristirahat. Dikarenakan jumlah kamar yang terbatas, Vira harus pindah ke kamar Fiona sedangkan kamarnya ditempati orang tuanya. Begitu juga dengan si kembar yang harus berbagi kamar, karena kamar Khasyim untuk Putra beserta istri dan anaknya.

Putri berjalan agak lambat ketika melewati kamar yang tak berpenghuni itu. Dia memandangi pintunya dan bertanya, “Kamar ini sedang disewa ya?”

“Sepertinya tidak, kakak gak lihat ada yang nempatin kamar ini soalnya,” jawab Vira.

Putri mengerutkan alisnya, “Tapi didalam ramai sekali kak,”

“Maksudnya?” Robby menyela.

Kelly dengan sigap mengambil alih pembicaraan meminta pada Putri untuk diam dan terus jalan.

•=•

Khasyim memindahkan barangnya ke kamar kembarannya. Rakha yang terus asik bermain dengan ponselnya bahkan tak sadar dengan kedatangan adiknya.

“Kalau bukan demi keluarganya Vira, gue gamau sekamar sama lo,” gerutu Khasyim.

“Ooh jadi buat Vira,” Rakha meletakkan ponselnya. “Sarapan itu lo yang kasih ya?”

“Kok?” Khasyim menanggapi.

Rakha tidak melanjutkan.

•=•

Berbeda dari si kembar, Fiona justru sangat senang akan sekamar dengan sahabatnya. Dia sampai merapikan kamarnya walau sudah rapi. Vira masuk dan langsung berbaring.

“Vir! Aishh sepatunya lepas dulu!” kata Fiona.

“Oiya, Lupa. Hehe,”

Fiona dan Vira berbincang yang dibuka oleh Vira.

“Jujur gue masih penasaran siapa nek Yanti.”

“Yaampun, lo masih mikirin gituan!”

“Yaa lo tahu kan gue itu orangnya gampang penasaran.”

“Emm--”

/suara ketukan pintu. Fiona membukanya namun tak ada siapa siapa di luar.

•=•

Silvi dan Wira menikmati pemandangan dari balik jendela kamar bersama sambil mengenang masa masa mereka remaja.

“Jika diingat saat itu kamu sama tingkahnya dengan Putri,”

“Heum, bisa merasakan sesuatu yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain. Tapi saat aku kelewat batas aku bersyukur sahabatku terutama kamu bisa menjaga aku,”

Wira merangkul pundak Silvi membuatnya nyaman.

“Sikap Vira jauh berbeda denganmu hahaha sepertinya dia menurun dari aku deh.”

Silvi tersenyum, “Aku ingat saat aku meminta agar indra ke-6 ku ditutup agar dia tidak merasakan apa yang aku rasakan. Aku takut Vira tidak terbiasa berinteraksi dengan hal-hal semacam itu. Aku juga tidak ingin kemampuannya itu membahayakan dirinya.”

“Tapi Vira itu pemberani.”

“Dia tidak percaya interaksi manusia dengan hantu.”

•=•

“Gak mungkin hantu sih. Jangan aneh - aneh ya Fiona!” kata Vira.

“Aneh juga karena ada yang ngetuk tapi gaada orangnya.”

“Mungkin Robby, dia kan suka iseng.”

Panjang umur, Robby lewat di depan kamar mereka. Fiona mengajaknya masuk.

“Rob, sumpah lo gak lucu ya mainannya. Kalau mau masuk ya masuk, gausah pakai ngetuk doang terus pergi!” ujar Vira to the point.

“Gue baru lewat—,” Robby gemetaran.

“Seriusan!” kata Fiona disambut “Iya,” dari Robby.

“Tuh kan benar! Fix Hantu.”

“Udah udah, makin gajelas aja kalian. Sana,” Vira membiarkan Robby pergi.

•=•

Sementara itu Rakha dan Khasyim menghabiskan waktu mereka di kamar dengan bermain game. Khasyim yang jarang memegang ponsel kebingungan bagaimana caranya bermain sehingga timnya kalah terus. Itu membuat Rakha kesal.

“Ah inilah kenapa seharusnya papa mama ngasih lo main game,” lebih tepatnya dia frustasi.

“Gue kan emang gak suka main game Rakh. Lagian juga emang guenya aja yang gamau main game,” kata Khasyim.

“Yayaya,” Rakha menyudahi gamenya. “Eh, lo belum jawab pertanyaan gue. Sarapan Vira lo yang kasih?”

“Kalau iya kenapa? Kalau bukan kenapa?” tanya Khasyim balik.

“Ya gak kenapa - napa, gue lagi kepo nih.”

“Ya jangan kepo dong. Urus dulu urusan sendiri baru urus urusan orang lain,” Khasyim dengan kata bijaknya keluar lagi.

“Vira jadi urusan gue,” kata Rakha bak keceplosan.

“Oohh–”

•=•

Hari semakin larut, Kelly bersiap menidurkan Putri. Putra sangat menjaga Putri karena dia juga merasakan yang dirasakan anaknya.

Sampai tengah malam Putra masih terjaga dan pada akhirnya tertidur juga.

Putri bangun dan keluar kamar mengendap-endap agar tak bersuara. Dia pura pura tidur. Rasa penasarannya tidak bisa ditahan, karena itulah dia sekarang ada di depan kamar itu. Tidak jelas apa yang dibuatnya, hanya diam seperti orang menunggu ada yang membukakannya pintu. Perasaannya tidak jelas, tangannya mencoba meraih gagang pintu namun dia tidak kuat menerima energinya dan jatuh.

Robby yang kala itu sedang berjalan dari arah dapur sehabis mengisi air minum melihatnya. Dia pun membawa Putri kembali ke kamarnya karena yang dia kira adalah Putri mengingau sambil berjalan dan tertidur.

--Bersambung--
Woah apa kabar?
Ku harap kalian baik baik saja ya!
Selalu jaga kesehatan >_<

Btw, ada yang bisa tebak lanjutannya bakal gimana?

Don't forget to vote, share, comment if you like this part!! ^^

Thank You ~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

6 : The Number Of Death Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang