864 (6)

86 20 1
                                    

Kedai teh milik Levi cukup ramai pengunjung hingga malam. Marina sedang ada di dalam kedai, sedangkan Levi, dia yang berada di luar untuk memasang papan penanda bahwa kedai sudah tutup sedikit terkejut dengan keberadaan seorang anak kecil yang terus memandangi kedainya.

"Kau yang disana. Ada apa?"

Anak itu terlihat sedikit takut. Namun kemudian dia memberanikan diri untuk melangkah mendekati Levi. "Apa Nona Marina ada disini?"

Levi mengajak anak itu untuk masuk. Anak itu menurut, ia senang akhirnya bisa menemukan Marina.

"Hei, kau kedatangan tamu."

Marina terkejut ketika berbalik dan menemukan anak itu. Sepertinya dia memang mengenalnya. "Evan? Apa yang kau lakukan disini?"

"Aku mencarimu sejak sore. Tapi sepertinya Aku tersesat, untungnya aku berhasil menemukanmu.", anak iru menjelaskan.

Marina mensejajarkan tingginya dengan anak itu. "Anak nakal. Kepala Panti pasti mengkhawatirkanmu sekarang.", ucapnya mencubit pelan hidung anak itu.

Marina kemudian mengantar anak itu ke salah satu meja yang kosong. Kemudian membawakannya segelas susu. Ia juga pergi untuk mengambil sesuatu di lemari penyimpanan. Itu adalah kue kering. Levi tidak tahu sejak kapan Marina membawa itu.

"Menurutmu bagaimana dengan menambahkan kue kering ke menu? Ini akan enak jika dimakan dengan teh."

"Itu tidak masalah. Tapi Aku tidak bisa membuatnya."

Marina tertawa. "Tentu saja Aku yang akan membuatnya. Aku hanya perlu membawanya setiap pergi kemari."

"Terserah padamu."

Marina mengelus rambut anak kecil yang sedang memakan kue kering dengan lahap.

"Sebenarnya apa yang kau lakukan di panti asuhan itu?"

"Bukan sesuatu yang besar. Aku hanya mengajari mereka membaca, menulis, dan berhitung. Setidaknya mereka harus menguasai ketiga hal itu sebelum benar-benar pergi dari sana."

Marina seorang pengajar rupanya.

"Aku tidak bisa memiliki anak. Karena itu aku senang berada disana dengan dikelilingi oleh anak kecil."

Tidak bisa?

"Maksudmu dengan tidak bisa?"

Marina tertawa, "Bagaimana bisa aku memiliki anak? Aku belum menikah."

"Kalau begitu menikahlah, dan dapatkan anakmu sendiri."

"Hah entahlah. Aku berpikir diriku sudah terlalu tua untuk menikah dan memiliki anak."

"Omong-omong soal tua, ada yang lebih tua darimu disini."

Marina tertawa kembali. "Kau benar."

"Menikah bukan berarti harus memiliki anak, bukan? Setidaknya kau tidak akan kesepian saat tua."

Marina tidak percaya dengan apa yang keluar dari mulut Levi. Apa laki-laki itu salah membaca buku atau apa? Bagaimana bisa laki-laki yang tidak pernah berkencan mengatakan hal itu.

"Kalau begitu kau saja yang menikah."

Levi tidak membalas. Namun kemudian sebuah pikiran melintas. Sebenarnya ia telah memikirkan hal aneh beberapa hari ini. Tentang dirinya yang mungkin bisa hidup bersama dengan Marina. Dia tidak mengharapkan hal seperti pernikahan karena sepertinya itu terlalu berat untuk dilakukan. Tapi disisi lain jika Marina menikah dengan orang lain bukankah dia akan ditinggalkan? Dia sendiri merasa nyaman dengan keberadaan Marina, tidak, hidupnya menjadi lebih baik. Dan dia tidak ingin ditinggalkan oleh siapapun lagi.

"Bagaimana jika kau yang menikah denganku?"

Levi menatap wajah terkejut Marina dengan berharap cemas, entah apa yang akan dijawab oleh Marina dia akan menerimanya.

"Itu ide yang bagus."

Saat ini, Levi lah yang terkejut dengan balasan Marina. "Maksudmu?"

"Aku membangunkanmu di pagi hari, memasak makanan untukmu, selalu sarapan bersama setiap hari, kita selalu bersama hampir sepanjang hari, pergi mencari teh bersama, dan belakangan ini kita juga makan malam bersama. Bukankah hal-hal yang kita lakukan sudah seperti kegiatan sehari-hari suami dan istri?"

Levi masih terdiam memikirkan hal itu. Sebenarnya apa yang dikatakan Marina benar juga. Bahkan sekarang, tidak semua suami dan istri dapat bersama seharian.

"Kau yakin?"

"Jika kau serius dengan itu. Maka, ya. Bukankah ini juga bagus untuk merawat kedai bersama? Sebenarnya untuk keadaan kita menikah atau tidak menikah hampir sama saja, kan? Itu hanya status sosial."

"Tapi menikah adalah soal saling mencintai, kan?", Levi menanyakan itu dengan nada sedikit pelan. Namun Marina tetap dapat mendengarnya.

"Untuk itu, kita berdua bisa belajar. Lagipula aku tidak membencimu. Aku pikir hubungan kita akan lancar."

"Nona Marina akan menikah?"

Levi dan Marina sama-sama menoleh ke arah anak kecil itu, yang kini menatap mereka dengan tatapan polosnya. Mereka sejenak melupakan keberadaannya tadi.

Marina menatap Levi sebentar, kemudian tersenyum ke arah anak laki-laki itu. "Ya. Aku akan menikah."

Entah sejak kapan, Levi menyukai senyuman milik Marina. Mungkin sejak awal?

Tuan Kedai Teh (Levi Fanfiction) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang