Raya dan Bagas kini tengah duduk di balkon kamar Bagas. Raya sibuk makan dan sesekali berbicara random, sedangkan Bagas sibuk mengerjakan tugas yang tertunda karena dia sering dispen.
"Eh Gas lo tahu Sinta nggak?"
Bagas menjawab pertanyaan Raya dengan tangan masih sibuk menulis tugasnya. "Kenapa?"
"Keknya dia lagi deket deh sama adik kelas."
"Ya biarin aja sih, Ray."
"Ihhhh, tapi adik kelasnya ganteng masa? Gue 'kan jadi iri."
"Kalo ganteng, gue juga kali Ray."
Raya melirik sinis dan segera menyanggah ucapan sahabatnya itu. "Ngga. Gantengan Kak Tama ehhh gak udah sold out jadi ngga ganteng. Gantengan Kak Jafar."
Bagas memutar bola matanya malas. "Serah."
"Eh, lo daritadi ngerjain apa sih?"
"Tugas Pak Danang."
"Matematika wajib ya? Eh sama dong materinya limit. Lah soalnya juga sama."
"Lo dikasih tugas juga?"
Raya mengangguk sambil memakan kentang goreng di depannya. "Hooh ajarin gue dong Gas, ngga ngerti gue."
Bagas melirik ponselnya yang ternyata ada pesan baru. "Bentar Ray."
Ternyata ada pesan dari Manda
Amanda
|Bagas
|Nanti jam 2 jadi?Jadi|
Langsung ke perpusda aja|
|Oke"Kenapa Gas?"
"Ray, lo di rumah sendiri berani ngga? Gue mau pergi dulu."
"Lah kemana?"
"Cari bahan kartul."
Ryujin mengangguk dan mendadak dia teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Ah, Bagas pasti akan pergi dengan Manda.
"Pulangnya bawain geprek ya. Ntar malem gue ke sini lagi minta ajarin limit."
"Gampang."
Raya tersenyum dan mulai beranjak dengan membawa piring kentang goreng miliknya. "Gih, lo siap-siap gue mau balik."
Raya merebahkan diri di kasur dan menatap langit-langit kamarnya. Bundanya sudah pulang, tumben padahal biasanya beliau sore banget pulangnya. Raya ngga tahu aja kalau Bagas bilang dia harus pergi jadi Raya sendiri di rumah. Oleh karena itu, beliau pulang lebih awal.
"Mereka tuh deket banget ya?"
"Ah ngga. Paling cuma temen kelas."
"Tapi kok kaya akrab banget."
Tiba-tiba Raya tertawa menyadari tingkahnya yang random banget. "Yaudah sih biarin. Lagian dipikir cocok juga mereka."
Beberapa menit kemudian...
"Ihhh apaan ngga cocok. Manda terlalu kalem dah buat Bagas yang nyebelin."
Pintu kamar terbuka, membuat Raya menoleh melihat bundanya di sana. "Kamu kenapa sih Ray? Teriak-teriak terus dari tadi."
Raya tersenyum malu. Memangnya suara dia keras banget ya?
"Maaf Bundaa."
Vira, bundanya Raya, hanya menggelengkan kepalanya dan menutup pintu lagi. Meninggalkan Raya yang sibuk dengan pikirannya sendiri.
Jam lima sore Raya yang sedang duduk di teras rumahnya jadi berdiri tegak. Itu karena dia melihat Bagas sudah sampai di rumahnya. Segera Raya masuk ke dalam rumah dan teriak memanggil bundanya.
"Bundaaaaa Raya ke rumah Bagas yaaaa."
"Ray, sini bentar deh."
Raya yang awalnya akan segera pergi jadi mengurungkan niatnya dan memilih berjalan mendekat pada Vira. "Kenapa Bun?"
"Bagas ajak nginep sini aja. Bapak Ibunya ada tugas ke luar kota, pulangnya besok."
"Siap bundahara!"
Raya segera melesat ke luar rumah. Bagas yang baru saja turun dari motornya jadi mengernyit bingung. "Kenapa?"
"Hehehe gepreknya ngga lupa 'kan?"
"Nih. Buat bunda juga."
Raya langsung histeris. "Makasih Bagassss! Oiya lo nginep tempat gue aja. Bunda yang suruh."
Beomgyu mengangguk mengerti. Pasti kedua orang tuanya ada tugas keluar. "Yaudah gue mandi dulu. Lo makan dulu aja sama bunda, gue udah tadi."
Raya mengangguk, sedangkan Bagas segera masuk ke dalam rumah. Raya terdiam sebentar, sampai dia menyadari sesuatu. Berarti, Bagas dan Manda makan berdua dong?
Kini mereka berdua tengah duduk di ruang tengah. Raya sibuk menyalin hasil kerjanya ke buku tulisnya, sedangkan Bagas membaca salah satu jurnal yang dia pinjam dari perpusda, tetapi tak lama dia menyandarkan kepalanya ke sofa dan menghela napas berat.
Hal itu membuat Raya menoleh ke arahnya. Raya ikut naik duduk di atas sofa di sebelah Bagas dan menatap pemuda yang kini menutup wajahnya dengan jurnal.
"Kenapa?"
Bagas menegak dan menoleh sekilas ke arah Raya. "Lo selesain dulu aja nulisnya."
"Terus lo cerita ya?"
Bagas ingin berkata tidak kalau dia bisa. Namun, gadis di sampingnya ini lebih keras kepala. Jadi, Bagas hanya mengangguk pelan.
Raya kembali menulis dan Bagas kembali membaca jurnal. Bagas merasa baru sebentar, tetapi gadis itu kini sudah kembali duduk di sampingnya.
"Udah selesai?"
"Udah. Tadi tuh kurang senomor doang."
Beomgyu menghela napas lagi bersiap akan bercerita. "Gue capek Ray, gue capek. Gue awalnya seneng pas gue sama Manda ditunjuk jadi tim buat kartul, tapi nyatanya ngga semenyenangkan yang gue kira. Ribet, banget. Gue harus banyak cari literatur belum nanti penelitian, terus tugas sekolah, susulan ulangan. Bahkan cuma berselang dua bulan nanti ada olimpiade kabupaten dan gue harus ngejar materi lagi. Gue pernah gagal, pas kelas sepuluh gue gagal ke nasional ranking gue jauh di bawah pas lomba provinsi dan tahun ini...,"
Raya menepuk pundak sahabatnya itu, dia berusaha menyalurkan semangat. "Gapapa Gas, you did great. Gapapa."
Raya tersenyum tipis dan kembali menghadap ke depan. "Lucu ngga sih? Gue pikir lo tuh enak gitu. Pinter, anak olimpiade lagi. But, I'm wrong. Karena nyatanya semua orang itu berjuang 'kan? Kenapa lo yang harus ngerasain ini? Karena kalo itu gue, gue ngga mampu Gas, tapi lo mampu. Gue percaya sama lo, eits jangan jadiin beban, tapi jadi semangat aja."
Bagas tersenyum mendengar perkataan Raya. Nyatanya mereka memang saling membutuhkan. Mereka butuh satu-sama lain untuk saling menguatkan.
"Makasih Ray."
KAMU SEDANG MEMBACA
Best friend✓
Teen FictionFeat Choi Beomgyu and Shin Ryujin (local name) Teman? Hanya mereka yang tahu jawabannya. © Freyy03 2021