Dunia ini memang penuh kejutan. Itu yang dirasakan oleh Bagas saat ini. Saat kita berada di atas kita akan senang, sangat senang, tetapi kita lupa bahwa hidup tidak selamanya tentang hal-hal yang menyenangkan. Saat kita di atas kita juga harus siap untuk di bawah. Dunia itu adil dan ini mutlak.
Bagas benar-benar senang saat dia lolos ke nasional. Kenapa? Dia pernah gagal tahun lalu dan tahun ini dia diberi kesempatan lolos. Bukankah dia harus senang?
Namun, kembali lagi. Dunia itu berputar, siapa yang tahu ternyata saat dia lolos nasional dan ternyata pulang tanpa membawa apa-apa?
Kecewa. Itu adalah hal yang dirasakan Bagas sekarang. Dia tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi? Dia belajar mati-matian bahkan sampai lembur. Dia juga tidak pernah berhenti berdoa, tetapi kenapa?
Dia tidak mengerti, lebih tepatnya dia juga tidak berusaha mengerti. Dunia itu adil, tahun lalu dia gagal ke nasional. Maka tahun ini dia mendapatkannya, lantas masih meminta untuk membawa mendali? Terdengar sedikit menuntut dan kurang bersyukur.
Bagas stres, benar-benar stres berat. Dia menjaga jarak dengan temannya, siapapun itu termasuk Raya. Dia juga berinteraksi dengan keluarganya sekenanya. Bagas benci saat orang bertanya tentang hasilnya kemarin di nasional. Bagas kesal saat secara tidak langsung orang mengingatkan dia dengan kegagalannya.
Raya yang melihat perubahan pada diri Bagas menjadi iba, terlebih Ita mengatakan nafsu makan Bagas berkurang. Sepertinya dia akan kembali kehilangan berat badannya.
Maka, saat pulang sekolah Raya bergegas menuju kelas Bagas. Dia akan ikut Bagas dan berbicara dengannya di rumah nanti.
Namun, Raya kurang beruntung. Kelas Bagas sudah selesai lebih dahulu. Kelas sudah agak kosong meskipun masih ada beberapa siswa di sana. Sayangnya, Raya tidak mengenal mereka. Teman Bagas yang dia tahu cuma Dipta dan di sana tidak ada Dipta.
"Raya 'kan?"
Raya menoleh bingung saat ada seorang gadis dari dalam kelas menyapanya. Setelah Raya mencoba mengingat dia tahu gadis ini Manda, partner Bagas saat lomba kartul. Berada di depan Manda membuat Raya agak malu, gadis di depannya itu cantik dan terlihat anggun.
"Cari Bagas ya? Dia tadi udah keluar, kayaknya masih di parkiran motor."
"Ah, makasih!"
Raya segera berlari. Sebenarnya pulang bersama Bagas bukan poin pentingnya. Namun, dia ingin bicara dengan Bagas dan kalau Bagas pulang lebih dahulu bisa jadi dia mengunci pintu dan Raya tidak bisa masuk.
Sepertinya Raya masih cukup beruntung, Bagas belum pergi masih memakai helm. Tidak peduli dengan parkiran yang ramai, Raya tetap memanggil Bagas dengan berteriak.
"BAGAS TUNGGUIN GUE!"
Berhasil. Bagas menoleh dan setelahnya menghela napas panjang.
Raya menghentikan larinya dan memegang lututnya sebagai tumpuan. Dia berusaha menormalkan napasnya. Hal itu karena dia lari dari 11 MIPA 1 yang ada di lantai dua ke parkiran motor.
"Gue ... nebeng ... sama lo."
Bagas tidak bereaksi banyak hanya mengangguk. Setelahnya, Raya segera naik ke motor Bagas sembari memakai helm.
Raya sedikit memajukan duduknya dan berbicara agak keras ke Bagas. "Gas, ntar mampir di seblak deket Indomaret ya."
Mungkin kalau Raya tidak melihat spion dia tidak akan tahu kalau Bagas menganggukkan kepalanya.
Motor Bagas terparkir di parkiran Indomaret. Raya perlahan turun dan menitipkan helmnya serta berjalan menuju penjual seblak di sebelah Indomaret. Sementara itu, Bagas membuka ponselnya, dahinya sedikit berkerut saat melihat pesan dari Manda.
Amanda
|Gas, udah ketemu Raya? Tadi dia nyariin kamu
Raya kembali dengan kresek seblak dan Indomaret. Bagas tidak bertanya apapun, dia hanya menerima kresek itu dan menyimpannya. Setelahnya dia melajukan motornya lagi.
Motor Bagas berhenti di depan rumah Raya. Dia langsung turun dengan tangan kiri membawa kresek belanjaannya tadi dan tangan kanannya menarik tangan Bagas. "Lo ikut ke rumah gue."
Bagas menghela napas pelan sebelum akhirnya dia turun dari motor dan mencabut kuncinya.
Di depan pintu rumah ada Vira yang sepertinya memang menunggu mereka. "Nah nyampe juga kamu. Eh Bagas sini masuk, makan seblak juga. Kamu ngga lupa beliin 'kan Ray?" tanya Vira sembari melirik putrinya itu.
"Ngga kok Bun. Ray ngga lupa."
Vira tersenyum dan menyuruh Bagas segera masuk karena sedari tadi Bagas hanya terdiam di depan pintu. "Bagas sini masuk, jangan malu gitu."
Bagas hanya tersenyum sopan dan mengangguk, perlahan dia juga masuk ke ruang tamu.
"Bagas mah biasanya malu-maluin Bun," ujar Raya mengejek. Biasanya Bagas akan membalasnya, paling tidak memberikan lirikan sinis. Namun, sayangnya Bagas sama sekali tidak bereaksi.
Bagas dan Raya duduk makan berdua di ruang tamu. Sementara itu, Vira makan sambil menonton drama Korea yang sedang tayang di televisi.
Raya sangat tidak suka situasi ini. Hening, tetapi terasa canggung. Ingat 'kan? Canggung sama Bagas tuh ngga ada di kamus Raya.
Raya sudah menghabiskan seblaknya, sedangkan Bagas belum. Ide kembali muncul di kepala Raya supaya Bagas mau kembali berbicara.
"Gas, lo ganteng deh kalo kepedesan gitu."
Lagi-lagi Bagas tidak bereaksi banyak. Dia hanya menoleh, mengangkat alis, dan melanjutkan makan.
Hal itu membuat Raya menghela napas lelah. Dia harus bagaimana agar Bagas mau berbicara? Akhirnya Raya memilih menunggu sampai Bagas selesai makan. Saat Bagas akan mengambil Aqua gelas yang ada di meja, Raya menahan tangannya dan membuat Bagas menoleh. "Nih, susu vanilla. Lo 'kan suka minum ini kalau habis makan seblak."
Bagas tertegun sesaat, setelahnya dia menerima susu itu dan meminumnya. Raya masih menatapnya, pokoknya dia ngga mau menyerah!
"Gas."
Bagas menoleh dan melihat ke arah Raya, tidak lama dia kembali melihat ke depan dan menghela napas.
"Kalo lo butuh tempat cerita atau tempat bersandar inget, lo tuh punya Allah, punya keluarga, and..."
Bagas kembali menoleh, kali ini Raya bisa melihat tatapan sendu Bagas. Hal itu membuat Raya menggigit bibirnya, tetapi tetap berusaha tersenyum di luarnya.
"And also you have me."
Bagas meletakkan kotak susu itu di meja dan pemandangan yang Raya lihat setelahnya adalah Bagas menangis.
Raya yang melihatnya jadi ragu. Dia sebenarnya ingin memeluk Bagas, tetapi dia malu. Namun, melihat isakan Bagas mulai terdengar jelas membuat Raya menepis rasa malunya dan membawa Bagas ke pelukannya. Dia membawa wajah Bagas ke bahunya dan tangannya mengelus punggung Bagas.
Dapat Raya rasakan bahunya terasa basah, tetapi dia tidak peduli terus memeluk Bagas dan mengucapkan kalimat ini berulang-ulang. "Gapapa Gas, you did great."
...
Note.
Hai semoga pesan yang aku tulis di sini sampai ke kalian ya.
Buat kalian yang pernah atau sedang merasakan kegagalan, gapapa kok kalau kalian merasa sedih dan hancur. Itu wajar, perasaan itu ngga usah ditahan kalian keluarkan aja. Puas-puasin nangisnya, puas-puasin sedihnya, puas-puasin galaunya. Gapapa kalau kalian butuh waktu untuk sendiri, gapapa kalau kalian belum ingin bertemu orang lain. It's okay, seperti yang aku bilang itu wajar. Wajar untuk merasa tidak baik-baik saja. Tapi yang harus kamu ingat, jangan lupa bangkit ya? Ingat dunia menunggumu.
Sending virtual hug for everyone who read this. ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Best friend✓
Teen FictionFeat Choi Beomgyu and Shin Ryujin (local name) Teman? Hanya mereka yang tahu jawabannya. © Freyy03 2021