best friend 9

41 10 0
                                    

Hari ini adalah pengumuman SNMPTN. Setelah digantung cukup lama akhirnya mereka akan mendapatkan hasilnya. Dari awal Bagas memang tidak berharap dan berpikiran bahwa dia akan lolos. Oleh karena itu, dia sudah membuka pengumumannya.

Namun, ada sesuatu hal yang aneh. Seharian ini dia tidak melihat ataupun bertemu dengan Raya. Tadi juga dia pulang sendiri, tetapi memang biasanya begitu sih. Raya jarang ikut dengannya. Mungkin kecuali dalam beberapa hal mendesak. Selain itu, mereka jarang berinteraksi di sekolah.

Bagas merasa aneh, ini terasa seperti deja vu saat dia pengumuman hasil olimpiadenya. Saat itu bahkan Raya yang mengingatkan dan menemaninya. Namun, hari ini Raya benar-benar tidak muncul sama sekali. Apa sahabatnya itu baik-baik saja?

Baru saja dipikirkan, notifikasi dari Raya muncul di ponselnya.

Raya cantik🌜

Bukan, tentu saja bukan Bagas yang menyimpannya begitu. Gadis itu sendiri yang menyimpannya begitu. Raya mengancamnya agar tidak mengubah nama kontaknya dan Bagas hanya mengiyakan karena malas berdebat dengan gadis itu.

Raya cantik🌜


|Bagassss
|Lo dah buka pengumuman?

Udah. Lo?|


|Sama hehe

Kenapa?|


|Ga dapet hehe

Bagas terdiam menatap jawaban Raya. Pantas saja, gadis itu seakan menghindar. Lagi-lagi Bagas merasa deja vu saat dia gagal kemarin.

Raya cantik🌜


Di rumah?|


|Ya
|Ga usah kesini

Mau dibawain apa?|


|Oiya hasil lo gimana?

Gue bawain es krim. Buka pintu|

Raya berdecak, perlahan dia bangun dan melihat halaman rumahnya yang terlihat dari jendela kamarnya. Kamar Raya memang di depan, di samping ruang tamu. Dahinya mengernyit saat tidak melihat Bagas di sana. Masa iya Bagas bohong?

Karena terlanjur penasaran dan sedikit kesal, dia membuka pintu kamar yang dia kunci. Betapa terkejutnya Raya saat melihat Bagas berdiri di hadapannya. Jadi, maksud Bagas pintu kamar bukan pintu depan?

Vira menyusul di belakang Bagas. "Apa harus Bagas yang datang biar kamu keluar, Ray?"

Raya jadi menunduk. Dia rasanya ingin menangis, iya dia ngga dapat SNMPTN. Dari awal memang Raya sudah meyakinkan dirinya bahwa SNMPTN hanya bonus, tetapi hatinya tidak bisa bohong kalau dia agak berekspektasi dengan hasilnya. Oleh karena itu, dia merasa agak kecewa.

Kini ketiganya duduk di ruang tamu. Vira duduk di samping Raya dan Bagas di hadapannya.

"Gapapa, Raya jujur aja sama bunda."

Raya mendongak, tatapannya menatap Vira dan bergantian melihat ke arah Bagas seakan meminta saran. Bagas yang melihat hal itu jadi mengangguk pelan.

"Raya ga dapet, Bunda. Maaf."

Vira membawa Raya ke dalam pelukannya. Perlahan dia mengusap rambut dan juga punggung putrinya. "Gapapa sayang, berarti belum rezeki kamu di situ. Gapapa 'kan masih ada yang tes? Apasih namanya, Bagas?" tanya Vira melihat ke arah Bagas.

"Utbk, Tan."

Vira mengangguk dan mengiyakan ucapan Bagas barusan. "Iya itu. Kan masih ada itu, Raya."

"Utbk susah Bunda, Raya agak ngga pede," ujar Raya lirih akhirnya.

"Kan bisa dipelajari sayang, lagian tugas kita cuma berusaha aja. Jangan mikirin hasil. Itu kehendak Allah bukan urusan kita."

Perlahan Vira menangkup wajah Raya agar menghadap ke arahnya. "Kamu jangan pesimis gitu, belum dicoba 'kan? Harus yakin dong!"

Raya perlahan menghapus air mata di pipinya. "Tapi Raya takut mengecewakan kalian lagi."

"Heiii, jangan mikir gitu dong. Kamu itu ngga mengecewakan bunda kok. Kamu 'kan putri kebanggaan bunda."

Mendengar penuturan Vira justru membuat air mata Raya makin keluar banyak. Bunda pun masih setia di sana, menenangkan putrinya sembari mengucapkan kalimat penenang.












Kini Raya sudah lebih tenang. Dia kembali duduk di kursi ruang tamu, setelah sebelumnya mencuci mukanya, bersama Vira dan Bagas.

Vira menengok dan melihat Raya duduk mendekat. "Sini Ray, makan es krim."

Raya menatap kresek putih di hadapannya, lalu menatap Bagas. "Dimakan, udah gue beliin."

Raya tersenyum simpul lalu ikut memakan es krim bersama bundanya. Terima kasih untuk es krim yang membuat suasana hatinya menjadi lebih baik lagi. Eh, terima kasih juga untuk yang membelikannya.

Bagas tersenyum tipis, dia perlahan berdiri dan bersiap pamit pada Vira karena sekarang sudah sore. "Tante, Bagas pulang ya? Udah sore."

Vira meletakkan es krim, mengambil tisu, dan menjabat tangan Bagas. "Iya, makasih ya, Bagas."

Bagas mengangguk dan perlahan berjalan menuju pintu, tetapi sebelum keluar dia justru melihat Sigit, ayahnya Raya, yang mendekat sepertinya baru pulang.

"Loh kok udah pulang aja?"

Bagas tersenyum, perlahan dia mengulurkan tangan untuk salim dengan Sigit. "Udah dari tadi, Om. Lagian udah sore banget."

Sigit mengangguk mengerti. Beliau menepuk pundak Bagas sekilas dan ganti masuk ke dalam rumah, sedangkan Bagas berjalan keluar rumah.














Bagas yang baru selesai mandi melihat ke arah ponselnya yang bergetar. Setelah dilihat, menampilkan nama Raya di sana.

Raya cantik🌜


|Gas, makasih banget ya

Sama-sama|
Udah mendingan?|


|Iya
|Oiya hasil lo gimana?

Bagas terdiam menatap ponselnya, dia teringat dengan hasil pengumuman itu. Bagas mendapatkannya, iya dia lolos. Awalnya Bagas ingin memberitahu kabar baik ini pada Raya, tetapi saat tahu Raya ngga lolos membuat Bagas batal melakukannya. Bagaimanapun terasa tidak etis jika dia memberitahu kabar baik, sedangkan orang lain sedang dalam suasana buruk.



Raya cantik🌜

Kapan-kapan aja gue cerita|
Sekarang lo istirahat|


|Dih bawel
|Iya iya




Bagas tersenyum. Memang harus begini, setidaknya dia tidak menyinggung perasaan Raya secara tidak langsung.

Best friend✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang