best friend 3

56 12 0
                                    

Bagas dan Raya bukan sahabat yang kemana-mana selalu berdua kaya orang pacaran. Mereka kalo di sekolah justru jarang berinteraksi, mungkin pengaruh jurusan mereka berbeda.

Bahkan Sinta belum lama ini tahu kalau ternyata rumah Bagas dan Raya itu berdekatan, alias tetangga.

Jadi, mereka tuh seakan sahabatan, tetapi backstreet gitu.


Pagi itu, Raya masih tiduran di kamarnya. Bener-bener males banget pisah dari kasur mumpung hari libur, tetapi setelahnya dia bingung karena mendengar suara motor. Dengan agak malas dia beranjak menuju jendela kamarnya. Pemandangan yang dia lihat adalah Bagas yang sudah rapih di atas motornya, ngga itu Bagas ada di depan rumahnya sendiri. Raya berbalik melihat ke arah jam dinding ternyata baru jam delapan, tetapi Bagas sudah rapih banget di sana. Bandingkan saja dengan dia yang masih muka bantal. Oh, Raya ingat pasti dia mau kumpul buat kartul lagi, mengingat deadline-nya sudah semakin dekat.

Raya menghela napas dan kembali duduk di kasurnya. Raya berpikir, pasti Bagas lelah banget. Dia yang cuma melihat saja merasa begitu apalagi Bagas yang mengalami.

"Raya sarapan dulu!"

Teriakan nyaring dari bundanya membuat dia tersadar dari lamunannya. Segera dia beranjak keluar dari kamar. "Iya bundaa."

...

Hari ini adalah hari Senin. Hari yang menjadi favoritnya para siswa, tetapi bohong.

Kalo buat Raya sih ada beberapa alasannya. Pertama, upacara yang lamaaaa bangett, untungnya cuaca pagi ini ngga panas banget, lumayan sejuk malah. Kedua, setelah upacara dia akan bertemu dengan pelajaran matematika wajib yang bener-bener menguras tenaganya, apalagi Raya biasanya lupa sarapan takut telat upacara. Ketiga, setelah itu dia bakal dengerin dongeng dari guru sejarahnya yang suka banget cerita kesana-kesini semua dibahas. Baru setelah itu istirahat, tetapi biasanya Raya malas makan, paling dia hanya minum susu dan makan roti karena setelahnya ada pelajaran olahraga. Terakhir, ditutup dengan Bahasa Inggris lalu pulang.

Raya berjalan menuju lapangan upacara dengan Sinta berada di sebelahnya. Kalo biasanya orang malas berada di depan karena alasan yang Raya juga tidak tahu. Berbanding terbalik dengan Raya, dia justru semangat karena biasanya pemimpin upacaranya itu Jafar, si ganteng yang belum sold out.

Upacara berjalan dengan lancar, sampai pada bagian yang kurang disukai oleh semua orang, pengumuman.

Raya awalnya mau tidak peduli, tetapi setelah mendengar tentang kartul otomatis Raya langsung menengok dan menajamkan pendengarannya. Bagas menang ngga yah? Anaknya ngga cerita karena Raya juga sibuk banget kemarin sama kerja kelompok.

"Jadi, akan saya bacakan prestasi sepanjang bulan ini. Sekolah kita mengirimkan 2 tim untuk tim karya tulis ilmiah...,"

Raya jadi gugup sendiri karena gurunya itu belum selesai berbicara dan malah menjelaskan lombanya. Raya 'kan ngga peduli soal itu, dia cuma mau tahu nasib sahabatnya saja.

"Sekolah kita mendapat juara harapan satu dari Tim Aryasatya dan Amanda sebelas MIPA satu."

Ya ampun rasanya Raya seneng banget. Sinta yang ada disebelahnya menjadi korban pukulan dan cubitan tangan Raya. Setelahnya, beberapa orang yang tadi disebut namanya berjalan menuju tengah lapangan. Bagas memang tidak melihat ke arahnya, mungkin karena terlalu gugup. Namun, Raya tidak melepaskan pandangannya dari Bagas. Kembali Raya tersenyum bangga.

Pokoknya nanti gue harus kasih selamat dan minta geprek. Batin Raya masih mempertahankan senyumnya.
















Pulang sekolah ini setelah gurunya keluar dari kelas Raya langsung berlari menuju koridor jurusan MIPA. Sinta yang melihat itu sampai menggelengkan kepalanya, dia sudah tidak heran lagi dengan tingkah laku Raya.

Ternyata kelasnya Bagas belum selesai jadilah dia menunggu tak jauh dari pintu kelas. Saat Pak Danang, yang merupakan guru matematika wajib itu, keluar dan heran melihat Raya di sana.

"Kamu bukannya anak IPS?"

Raya mengangguk dan menyalami tangan gurunya itu. "Mau nyusulin temen, Pak."

Pak Danang tidak bertanya lagi dan pergi dari sana. Raya menunggu lagi, tetapi orang yang ditunggunya tidak kunjung keluar.

"Dipta!"

Pemuda itu membalikkan badannya dan melihat Raya. Dipta adalah salah satu teman kelas dan teman dekat Bagas juga.

"Cari Bagas?"

"Iyalah. Buat apa cari lo."

Dipta memutar bola matanya malas. "Anaknya piket."

Raya mengangguk dan mulai mendekat ke arah pintu, berniat memanggil temannya itu.

"Bagas!"

Bagas yang sedang menghapus papan tulis jadi menoleh dan melihat Raya di sana. "Kenapa?"

"Bareng ya pulangnya."

"Gue piket dulu."

Raya mengangkat jempolnya dan mulai mendudukkan dirinya di anakan tangga, sembari menunggu Bagas selesai.









"Yuk."

Raya mendongak dan bangun dari duduknya, keduanya berjalan bersama menuju gerbang sekolah.

"Btw, selamat ya Gas! Gue tau lo pasti bisa."

Bagas tersenyum tipis mendengarnya. "Padahal tujuan gue minimal juara tiga."

Raya menepuk-nepuk pundak Bagas, dia perlu sedikit berjinjit karena perbedaan tinggi mereka. "Bersyukur lo. Jangan kata gitu ah."

Bagas hanya mengangguk menanggapi, setelahnya dia menoleh ke arah Raya. "Tumben mau bareng."

Raya nyengir merasa niatnya ketahuan. "Gue mau nyeret lo makan geprek yang dari jaman kapan belum kesampaian."

Bagas lagi-lagi mengangguk. "Yaudah gue yang bayar."

"Emang harus gitu."

Best friend✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang