best friend 11

69 11 5
                                    

Raya berdiri di depan halaman rumahnya. Dia melihat Bagas dan kedua orangtuanya sedang membawa berbagai hal yang akan Bagas bawa ke Yogyakarta. Semua mereka angkut ke dalam mobil. Hari ini, Bagas akan berangkat ke Yogyakarta. Entah kenapa, memikirkan dia akan jauh dari Bagas membuat Raya sedikit sedih, mungkin karena terbiasa melihat hampir setiap hari kali ya?

Kedua orang tua Bagas menyadari kehadiran Raya yang berdiri di depan rumahnya. Ita menepuk pundak putranya dan menunjuk ke arah Raya di seberang. Bagas menoleh dan melihat ke arah Raya, perlahan dilangkahkan kakinya mendekat.

"Raya, gue berangkat ya?"

Raya mengangguk, memang seharusnya begitu. Bagas memang harus berangkat ke Yogyakarta, 'kan dia akan kuliah di sana. "Hati-hati lo di kota orang."

Bagas tersenyum tipis. "Lo juga hati-hati di kota orang."

Raya menipiskan bibirnya dan memutar otak berusaha mencari topik pembicaraan. Sesimpel karena dia mau mengulur waktu, tidak mau waktu berjalan dengan cepat atau lebih tepatnya tidak mau Bagas pergi dengan cepat.

"Berarti lo bakal bareng mbak lo ya di sana?"

Bagas mengangkat keningnya dan menatap Raya aneh. "Bareng? Mbak gue di Bogor kali."

Raya langsung menepuk keningnya dan menutup matanya malu. Ah, dia pasti terdengar sedikit konyol tadi. Kenapa sih disaat seperti ini mulutnya tidak bisa diajak kerja sama?

"Ah iya. Lupa gue," ujar Raya diikuti oleh kekehan canggung. Semoga Bagas tidak menyadarinya.

Bagas menarik salah satu sudut bibirnya dan menatap Raya tenang. "Justru lo 'kan yang bareng mas lo?"

Raya mencibir lalu melipat tangannya di depan dada. "Iya sih, gue agak males jadinya."

"Bukannya malah bagus?"

Bagusnya sih kalau gue bareng lo. Batin Raya, tetapi dia segera menggelengkan kepalanya dan kembali melihat ke arah Bagas

"Gas, lo ngga boleh sombong dan lupain gue ya! Awas aja ntar kalau ketemu lupa lagi," ujar Raya berusaha terlihat kesal dan galak. Itu semata-mata agar dia bisa menutupi perasaan sedihnya.

Bagas tersenyum miris, bagaimana dia bisa lupa? Kalau gadis ini adalah hal penting baginya, tentu setelah orang tuanya. Kalau boleh jujur, Bagas juga agak sedih saat tahu Raya keterima di Jawa timur, sedangkan dia di Yogyakarta. Namun, ya sudahlah, menangnya dia harus bagaimana? Mereka cuma teman 'kan? Oh bukan, mereka mungkin lebih dari teman, mereka sahabat.

Tanpa aba-aba Bagas tiba-tiba merentangkan tangannya, seakan mengajak Raya untuk memeluknya sebelum dia berangkat. Raya yang melihatnya jelas melotot dan menunduk malu. Ini 'kan di halaman rumah dan jangan lupakan kedua orang tua Bagas yang masih di sana. Raya segera memukul pelan lengan Bagas. "Ngapain sih?"

"Ngga mau peluk nih? Gue bakal jauh loh."

Raya terdiam, sebenarnya dia mau. Namun, dia malu. Melihat Raya yang masih terdiam membuat Bagas terdiam juga. Akhirnya yang Bagas lakukan hanya menepuk dan mengusap pelan tangan Raya. Bagas mengerti Raya pasti malu untuk memeluknya.

"Jaga diri disana ya Ray. Tenang aja gue ga bakal lupain lo kok."

Raya membasahi bibirnya, mendengar kalimat Bagas kembali membuatnya sedih. "Gas, gue kayaknya suka sama lo," ujar Raya berbisik pelan yang membuat Bagas mengernyit karena merasa Raya mengatakan sesuatu, dia tidak mendengarnya. Sebelum Bagas akan bertanya, panggilan dari bapaknya membuat fokus Bagas teralih. "Bagas, ayo berangkat nanti kesiangan."

Bagas berbalik dan mengangguk pada bapaknya. Bagas berbalik sekali lagi pada Raya, memberikan senyum tipis sebelum kini berjalan menuju mobilnya.

Ita balas berteriak. "Kami berangkat dulu ya Raya."

Raya mengangguk perlahan sedikit melambai ke arah mereka. "Hati-hati, Tante."

Ita mengangguk dan menaikkan kembali kaca mobil. Tidak lama  mobil itu berjalan menjauh meninggalkannya di sini.

Raya masih terdiam di tempatnya sampai dia tidak sadar bahwa bundanya sudah berdiri di sampingnya. Vira juga melihat ke arah mobil yang sudah menjauh dan putrinya.

"Jadi orang itu Bagas?"

Raya terkejut saat melihat Vira berdiri di sampingnya. Sejak kapan? Kenapa dia tidak sadar? Lalu apa maksud pertanyaan itu?

Vira tersenyum tipis melihat raut wajah putrinya. "Apa bunda benar?"

Raya sebenarnya ingin menyangkal, dia tidak yakin dengan perasaannya sendiri. Namun, sepertinya percuma. Vira lebih mengenalnya jadi yang Raya lakukan hanya diam.

Vira terkekeh pelan melihat putrinya yang terdiam. "Kalau emang Bagas sih gapapa, lagian bunda sama ibunya Bagas itu teman dari kuliah."

Akhirnya Raya menatap bundanya bingung. "Apasih Bun? Raya mau kuliah dan kerja dulu."

Vira malah tersenyum jahil. "Loh padahal bunda cuma bilang gapapa, kok kamu mikirnya jauh banget."

Raya mendengkus kesal. "Terserah bunda aja!"

Sigit yang baru akan  keluar dari rumah menjadi heran saat melihat putrinya masuk ke dalam rumah dengan muka kesal.

"Kenapa dia?"

Vira terkekeh dan mendekat ke arah suaminya itu. "Gapapa ayah, kayaknya kita bakal besanan sama tetangga sebelah," ujar Vira sembari menunjuk rumah Bagas.

"BUNDAAAAAAAAAA!"




TAMAT









...


Note.
Tamat? Iya bener kok kalian ngga salah baca.

Maaf untuk update yang lama dan kekurangan yang ada di buku ini.

Terima kasih sudah mampir, membaca, dan memberikan apresiasi untuk buku ini.

Seperti biasa, jangan langsung dihapus karena akan ada bonus chapter.

See you on the bonus chapter

Best friend✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang