Pertarungan Yasa

5.5K 29 0
                                    

"Hoi pemalas.. bangun!"

"Sebentar lagi guru..." Tegar menggeliat malas.

"Gurumu sudah pergi dari tadi, cepat bangun."

Tegar membuka mata, melihat sekelilingnya, mencari sumber suara.

"Apa yang kau cari, anak bodoh?"

Tegar kembali mencari sumber suara di sekeliling kamar. Tak seorangpun yang terlihat.

"Siapa kau? Tunjukan dirimu kalau berani!" Tegar berteriak lantang.

"Ini aku, dasar kau otak udang. Aku ada di pinggangmu..."

Tegar memeriksa kain pinggangnya dan menemukan gagang pedang petir.

"Ohh kau... itu kau yang bicara? Aku kira setan, hehehhehe." Tegar tertawa sambil memegang pedang petir di depan wajahnya.

"Kau itu yang setan!" maki Naga Petir.

"Hehehhee..." Tegar menggaruk kepalanya.

Tegar berjalan menuruni gunung tempatnya dibesarkan. Di tengah jalan, Tegar tiba-tiba berhenti. Sesaat dia terdiam dan memandang dedaunan di pucuk pohon di atas kepalanya.

"Naga Petir, kemana tujuan kita?" tanya Tegar.

"Mana aku tahu? Kau yang berjalan," jawab Naga Petir.

"Baiklah," Tegar menekuk kakinya dan meloncat tinggi ke udara.

"Hmmm... hmm..." Tegar melihat ke segala arah sambil berdiri di pucuk pohon jati dengan sebelah kaki.

"Ahh... tidak ada perkampung di sekitar sini." Naga Petir kecewa

"Jadi? Aku harus kemana?" Tegar memandang hamparan hijau puncak pohon.
"Kau berjalan saja ke arah barat..." jawab Naga Petir.

Tegar meloncat di atas pucuk-pucuk pohon, menuju arah barat. Ringan langkahnya, bagaikan burung yang sedang terbang.

Setelah beberapa jam berjalan, dikejauhan Tegar melihat titik-titik hitam diantara hamparan hijau.

"Sepertinya itu perkampungan, ayo kita kesana," usul Naga Petir.

Tegar mempercepat langkahnya menuju titik hitam itu. Alangkah terkejutnya Tegar, begitu melihat apa yang terjadi. Tegar melihat sebuah rumah besar, seperti rumahnya dulu dari atas pohon jambu. Di depan rumah itu, ada dua orang pasangan setengah baya yang menangis memegangi tangan seorang gadis cantik yang ditarik paksa oleh seorang laki-laki mengenakan gelung tangan dan memakai kain berwarna merah, mirip seperti seorang prajurit. Penduduk berkumpul di sekitar rumah besar itu.

Sembilan orang laki-laki yang mengenakan pakaian prajurit duduk di atas kuda, menertawakan temannya yang kesulitan menarik tangan gadis cantik itu.

"Payah kau ini, menarik seorang anak gadis saja tidak mampu," kata prajurit berbadan paling besar dari atas kudanya.

"Tolong! Tolong saya! Mereka mau mengambil anak saya!" kata perempuan yang memegangi tangan gadis itu pada penduduk yang melihat.

Tak seorangpun penduduk yang berani menolong. Mereka takut melihat prajurit bersenjata lengkap.

"Ugh! Kemari kau! Dasar wanita sialan!" maki prajurit yang menarik tangan gadis itu.
"Tidak! Aku tidak sudi menjadi istri pangeran Jala Pati!" si gadis berteriak tak kalah kerasnya.

Tegar emosi melihat kejadian di depannya. Saat hendak meloncat, menolong gadis cantik itu, Naga Petir menghentikannya.

"Tunggu dulu! Sebentar lagi akan ada sesuatu yang menarik!" seru Naga Petir.

Pendekar Pedang PetirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang