"Matilah kau bocah bangsat!!" seorang pengawal melemparkan sebuah tombak yang meluncur mengancam nyawa Tegar yang terkapar. Tiba-tiba sekelebat bayangan putih meloncat dari luar ruangan dengan kecepatan luar biasa dan berlutut di samping tubuh Tegar. Telapak tangannya maju untuk menangkis tombak yang meluncur. Pusaran api meluncur bagaikan ular mementalkan tombak sekaligus menyerang pelemparnya. Tanpa bisa bicara, tubuh pengawal yang tadinya melempar tombak dijilat api dan terbakar hidup-hidup. Bau angit daging manusia menyebar di seluruh ruangan. Pengawal itu rubuh tanpa perlawanan.
Gerombolan pengawal datang berbondong-bondong dari luar ruangan di dahului pendekar berbaju biru. Sebuah pisau terbang dilemparkan pendekar berbaju biru, meluncur menyerang pendekar berbaju putih. Dengan sigap pendekar berbaju putih menempelkan telapak tangannya ke lantai. Sebuah ledakan terdengar keras bersamaan dengan munculnya dinding api yang melindungi Tegar dan pendekar berbaju putih. Serangan pisau pendekar berbaju biru terpental oleh dinding api.
"Hahahahahaahahah!!!" Tawa keras menggema di luar ruangan. Tiang-tiang penyangga ruangan bergetar dibuatnya. Seluruh pengawal Jalapati yang berilmu rendah terduduk kesakitan memegangi telinga. Beberapa pengawal bahkan langsung pingsan dengan telinga mengeluarkan darah. Hanya Jalapati, pendekar berbaju biru dan kepala pengawal saja yang mampu bertahan. Sungguh hebat serangan gelombang suara bertenaga dalam itu.
Pendekar berbaju biru melemparkan pisau terbangnya ke arah orang yang tertawa yang tak lain adalah Wirasana. Dengan cepat Wirasana meloncat menghindari serangan pisau terbang. Firasat Wirasana benar, tembok yang tadi dipijaknya hancur berkeping-keping. Pendekar berbaju biru itu kembali menyerang. Kali ini sebuah cahaya biru meluncur dari tangannya. Wirasana membalas dengan serangan tinju yang mengeluarkan bola api. Kedua jurus ini berbenturan di udara. Kedua pendekar itu mundur masing-masing satu langkah.
Pendekar berbaju putih menggunakan kesempatan ini untuk membawa tubuh Tegar dan melarikan diri. Dengan ilmu meringankan tubuhnya, pendekar berbaju putih itu berlari secepat kilat ke arah Wirasana.
"Kau!!" Wirasana terkejut bukan kepalang melihat siapa yang berlari ke arahnya.
"Kita mundur dulu," kata pendekar berbaju putih yang menggendong tubuh Tegar. Wirasana mengangguk dan mengikuti pendekar berbaju putih meloncati tembok istana. Terdengar suara teriakan penuh amarah dari istana jalapati.
********
"Kemana kita?" Wirasana bertanya pada pendekar berbaju putih di tengah pelarian mereka.
"Kita cari tempat yang aman kakang, pendekar ini terluka," jawab pendekar berbaju putih.
Sejenak Wirasana memperhatikan sosok pendekar yang digendong oleh pendekar berbaju putih. Pandangannya terfokus pada gagang pedang berbentuk naga yang terselip di pinggangnya. Dimana aku pernah melihat gagang ini??, Wirasana membathin. Akhirnya Wirasana membuka suara, "Maharani, di depan sana ada pondokan kosong, sebaiknya kita berhenti disana. Sepertinya tak seorangpun yang mengejar kita."
"Baiklah," jawab pendekar berbaju putih yang dipanggil Maharani.
********
Tegar sepintas mendengar suara sayup di kejauhan, seperti sepasang manusia sedang bercakap-cakap. Seorang laki-laki dan seorang perempuan. Jauhnya sumber suara membuat Tegar tak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. Suasana di sekitarnya gelap gulita, hanya setitik cahaya dikejauhan. Setitik cahaya putih yang perlahan mendekat padanya. Membawa sebuah kehangatan yang semakin terasa begitu cahaya putih itu mendekat.
Bayang-bayang sosok meliuk-liuk seperti ular mulai terlihat. Sesosok ular naga besar berpendar cahaya putih menyilaukan mendekati Tegar. Kilat-kilat petir meletup-letup disepanjang badannya. Mata naga itu menyorot tajam pada Tegar. Mulutnya menyeringai lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Pedang Petir
ActionTegar si anak takdir pewaris pedang petir mengadu nasib di dunia persilatan untuk mencari pengalaman dan memperdalam ilmu kanuragan. Bertemu dengan pendekar-pendekar pilihan, saling adu kesaktian. Semua berjalan lancar hingga Tegar bertemu Wulandar...