Air mengucur deras ketika Krisan membuka keran wastafel diantara tumpukan piring dan penggorengan yang kotor. Jari-jarinya bergerak untuk meraih piring, ingin dibersihkan selagi Dimas menghabiskan sarapan telatnya setelah bangun kesiangan.
Entah apa yang laki-laki itu kerjakan, tapi Krisan mengingat samar-samar saat Dimas bergerak masuk ke kamar tengah malam dalam kurun waktu lebih dari sepuluh menit. Krisan tidak bangun sepenuhnya, tapi ia melihat Dimas duduk di dekat kasur seraya menulis sesuatu di meja kamar.
"Kris, tau gak hari ini hari apa?" tanya Dimas sambil melirik Krisan.
Krisan menggeleng, "Kemarin nanyain hari, sekarang nanyain hari. Emang ada apa?"
"Ck,"
"Kenapa, Dimas?"
"Gapapa." Dimas lanjut melahap ayam goreng yang sudah digerogoti olehnya. Si Adam melirik ke sebelah kanan, memandangi halaman belakang rumah yang isinya didominasi oleh cucian baju dan handuk yang masih meneteskan air.
Kalau melihat barisan busana yang dijemur seperti ini, Dimas sering teringat dengan Kakaknya. Pria yang usianya lebih tua dari Dimas itu sering mengoceh, mengeluh bagaimana buruknya Dimas dalam mencuci dan menjemur pakaian. Alhasil, Genta kerja dua kali lipat untuk mengurus baju-baju yang masih kotor untuk dicuci kembali.
"Teman kamu jadi dateng?" Krisan berpaling, hanya untuk menemukan Dimas yang membuang mata ke halaman belakang dengan tatapan lekat. "Dimas."
"...."
"Woi, budek!"
Dimas menoleh, "Apaan sih?"
"Teman kamu jadi dateng?"
"Jadi, jam sepuluh." Dimas kembali menggigit ayamnya, gumpalan nasi masuk ke mulut Dimas. Memberikan rasa yang sudah familiar dan aneh dalam satu waktu, sebab ayam Krisan sedikit lebih asin.
"Kenapa bawa teman?"
"Bukannya kamu bosan?" Dimas balik bertanya
"Tapi kan gak perlu bawa orang lain juga."
"Udah terlanjur, nanti aku usir lagi kalau kamu mau."
Krisan menghela napas. Tidak ada lagi percakapan yang terjalin lantaran keduanya fokus dengan kegiatan masing-masing. Sampai pada suara ketukan pintu yang cukup brutal terdengar, keduanya kompak melihat jam.
"Masih jam sembilan lewat lima belas." Krisan melirik Dimas, yang dibalas dengan wajah bingung bersama pipi yang menggembung.
Dimas mirip kelinci.
Krisan membersihkan tangannya terlebih dahulu kemudian melangkah ke ruang tengah untuk mengintip ke jendela. Terdapat surai hitam panjang yang diikat satu mengibas-ibas. Krisan lantas menarik kenop pintu,
"HEPI BESDE—" Alangkah terkejutnya Krisan saat langsung disambut oleh teriakan cempreng dan tumpukan krim tawar yang mendarat di wajahnya. Piring tersebut semakin ditekan bersama tawa dari suara yang sama.
Bersamaan dengan itu, suara decit bangku yang membuat ngilu kedengaran masuk ke seluruh telinga yang ada di rumah. Dimas berdiri dengan mata bulat dari meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] Hiraeth ✔
Romance❝When someone who gave you a best memories become the memory.❞ Hai, Semesta! Manusia dengan banyak alai-belai, sang pemilik eunoia. Rindu tentangmu masih ada, nih. kian menggunung membentuk merapi yang ingin menggonggong. Setiap kata yang sering...