17. Monolog Sorangan

146 35 12
                                    

Malam ini
Kembali sadari aku sendiri
Gelap ini
Kembali sadari engkau telah pergi
-Slank

◀❇❇✳❇❇▶

Jika seseorang menanyakan soal apa yang dilaluinya selama koma kemarin, Krisan akan menjawabnya dengan rentetan kata yang ambigu. Karena dia sendiri pun tidak tahu pasti apa saja yang sudah ia alami tujuh hari belakangan. Beberapa kali terpintas di benaknya sebuah tragedi tak terpecahkan yang menimbulkan banyak isak tangis, melibatkan dua laki-laki yang saling berhubungan dekat dengan Krisan.

Yang Krisan tahu pasti, keadaannya sempat benar-benar kritis. Bahkan nyaris mati. Hampir dua belas jam tubuhnya hanya mengandalkan alat-alat rumah sakit, dan Jihan juga mengaku kalau ia sempat pasrah dengan takdir Tuhan. Tapi sebuah keajaiban datang di jam berikutnya lantaran kondisi Krisan jadi sedikit lebih baik dibanding saat koma. Lima jam berikutnya, Krisan dipindah ke ruang rawat inap.

Sekarang, awan sudah mau gelap diganti rembulan. Di ruangan Krisan ada Jihan yang sedang mengerjakan PR, salah satu peristiwa besar bagi Krisan dan Mama karena anak itu mendadak rajin.

Suatu senyawa terdiri dari 60% karbon, 5% hidrogen, dan sisanya nitrogen. Mr senyawa itu adalah 80 gram mol-1 (Ar C = 12, H = 1, dan N = 14). Tentukanlah rumus empiris dan molekul senyawa tersebut.

Jihan mengacak-acak rambutnya frustrasi saat lagi-lagi dihadapi dengan rumus empiris dan buntutnya. Beberapa kata istilah yang ada di soal terasa asing bagi Jihan. Anak itu mendesah malas, memicu lirikan heran Mama sebab sejak tadi Jihan lebih banyak mengeluh daripada mengerjakan soal.

"Makanya kalau guru lagi menjelaskan diperhatiin! Bandel sih," cibir Mama. Kendati, ia tetap mengintip beberapa soal yang ada di buku Jihan.

"Mama bisa?" tanya Jihan

"Nggak, soalnya Mama dulu IPS."

Kalau bukan ibu, ingin sekali Jihan menjoroki wanita ini terjun ke parkiran dari lubang jendela. Jihan menjatuhkan wajahnya ke meja, "Capek di IPA, mending ke bahasa."

Untuk Jihan, kimia itu lebih sulit dibandingkan fisika. Kalau ulangan fisika Jihan biasa dapat enam puluh, bisa diperkirakan nilai kimia itu kurang dari setengahnya nilai enam puluh. Bahkan nol. Itu juga tidak dikerjakan dengan jujur, Jihan lebih pintar untuk menyiapkan contekan ulangan dibanding belajar.

Sesaat, pikiran Jihan melayang-layang memikirkan masa depannya. Dimana tanpa bekerja keras, Jihan sudah bisa mandi uang hanya dengan sekali bersabda. Dikelilingi wanita-wanita cantik dan berpendidikan, memakai pakaian mahal yang akan dianggurkan setelah digunakan, juga bergabung ke frekuensi orang-orang crazy rich yang hobi berfoya-foya.

Itu namanya surga dunia. Semuanya bisa didapatkan secara instan. Tak perlu mandi keringat dan air mata, seseorang bisa sukses tanpa melakukan jerih payah. Kebanyakan manusia memang lebih banyak berkhayal daripada berusaha. Lagi-lagi, Jihan terperosok jatuh dalam imajinasinya.

"Kalau kamu gak belajar Mama rontokin mesinnya Julaiha."

Tahu-tahu Mama menyeletuk, menghancurkan halusinasi Jihan yang nyaris saja membawanya ke bunga tidur saking menikmatinya. Akhirnya Jihan menegakan tubuh lagi, "Ma, pelihara babi ngepet aja yuk."

"Kamu yang jadi babi, Mama yang jaga lilin," balas Mama

"Okey, tapi beneran ya?"

"Iya." Mama mengangguk ringan. Wanita itu meraih buah anggur yang ada di meja kemudian dimakan, "Nanti Mama tiup lilinnya."

"Dih? Ketauan atuh! Gak becus nih emak-emak jaga lilin doang!"

Ketika Mama mau menjawab, pintu lebih dulu dibuka lebar. Semua atensi seketika tertuju kearah pintu, Jeffrey dengan penampilan lusuh datang dengan raut mata yang tidak bisa dijelaskan.

[i] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang