18. Sebab dan Akibat

142 33 6
                                    

Talking to the moon
Trying to get to you
In hopes you're on the other side talking to me, too
Or am I a fool who sits alone talking to the moon?
Bruno Mars

◀❇❇✳❇❇▶

Jeffrey bahkan tidak mengerti dengan perasaannya sendiri kali ini. Pria itu terlampau marah, rasanya ingin mencaci maki orang yang sudah meninggal itu dengan kata-kata yang paling kasar. Karena Dimas, dia harus terlibat perdebatan serius dengan kekasihnya malam ini. Hubungan mereka sejak setahun yang lalu tidak pernah runyam, selalu harmonis dan dikelilingi kesenangan. Baru kali ini mereka berseteru.

Selama perjalanan pulang, Handaru dan Reswara tak berhenti bersenandung mengikuti lagu di radio. Berisik sekali. Sampai terbesit niat jahat Jeffrey untuk menurunkan sepasang bocah kembar tersebut di pinggir jalan, sebab pikiran Jeffrey sedang kacau. 

Reswara meminta Jeffrey berhenti di minimarket untuk belanja makanan ringan. Rencananya, mereka sekeluarga mau menonton film bersama--mumpung lagi kumpul semua. Hal itu membuat Jeffrey mau tak mau menghentikan mobilnya di pinggir jalan. 

"Aku ikut, Res." Handaru berniat melepas sabuk pengaman, tapi dari belakang, Reswara lebih dulu menghalangi.

"Aku sendiri aja, kamu sama Mas Bardia," kata Reswara. Pelan-pelan ia melirik kearah Jeffrey dengan pandangan sengit, "Ntar bunuh diri dia."

"Aku diem ya daritadi, ga usah mancing." Jeffrey menyahut

Tidak ada yang menjawab lagi setelah Jeffrey menyelesaikan kalimatnya. Reswara mengambil dompet dari tas Handaru dan mengeratkan cardigannnya. Ia beringsut turun dan masuk ke minimarket. 

Sementara Reswara sudah menghilangkan presensinya, Jeffrey dan Handaru menyandarkan tubuh ke kursi. Rangkaian nada yang mengalun merdu memecah sepi yang merayap memenuhi suasana mobil.

Jeffrey sedang memejamkan matanya saat Handaru menengok kearah kursi pengemudi, "Mas."

Tidak ada jawaban. Jeffrey masih terpejam dan menikmati lagu. Masih bersama Banda Neira yang menyelimuti, gendang telinga keduanya dibiarkan bekerja sebagaimana irama terus berjalan.

Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu di sekujur tubuhku
Panas yang menyengat
Rebah yang berkarat

"Mas?" panggil Handaru sekali lagi

"Mas budek ya?"

Pria itu mendecak, "Apaan sih, mas mos mas mos. Ngomong langsung." Jeffrey merotasikan bola matanya ke lain tempat, ke jendela mobil yang mana sedang memperlihatkan lalu lalang transportasi kota yang nyaris tidak pernah tidak sibuk.

"Ih kok galak banget sih," Handaru mendelik. Netranya masih tak lepas untuk memerhatikan presensi Jeffrey yang sejak tadi terlihat lemah dan tak seceria biasanya. Hingga akhirnya kedua bibirnya memutuskan untuk bergerak, "Mas kamu kayak orang diputusin."

Jeffrey spontan menoleh kearah Handaru sambil melotot, "Jangan ngomong begitu!!!"

"Tuh kan," Handaru tambah yakin dengan respon yang diberi Jeffrey, "Tambah keliatan mau putusnya."

"Kamu lagi ada masalah ya, Mas?"

Pria berambut terang itu menggeleng singkat. Justru menuai decakan remeh Handaru, "Mas, aku itu orangnya peka loh."

"Gak pingin tau juga." balas Jeffrey singkat.

"Asmara tuh emang kayak lagi jalan diatas tali, Mas. Bisa terombang-ambing, kalau mau yang instan bikin jembatan yang gede aja." Kata-kata yang Handaru ucapkan tadi membuat Jeffrey mengerutkan dahinya kebingungan. Jeffrey menyugar rambutnya ke belakang sambil membuang napas panjang. Di pendengaran Jeffrey, Handaru--anak yang masih lima belas tahun itu-- sedang memberi petuah pasal cinta terhadapnya.

[i] Hiraeth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang