Kau t'lah pergi
Tinggalkan maaf yang tak terucap
Dan takkan kembali
Tersimpan kini janjiku di hati
—Caffeine◀❇❇✳❇❇▶
Sudah seminggu berlalu semenjak perang mulut antara Jeffrey dan Krisan, tidak ada perubahan yang terjadi selain hubungan keduanya yang semakin renggang. Pria itu tidak memunculkan batang hidungnya di depan Krisan, tapi kata Mama, Jeffrey sering duduk di depan ruangan tanpa berniat masuk ke dalam.
Hari ini, Genta datang ke rumah sakit sambil membawa dua kotak minimalis untuk Krisan. Hampir dua pekan berlalu semenjak acara yang Genta selenggarakan di Kafe Sandikala, gadis itu terpaksa absen karena kecelakaan yang dialaminya saat beli kado untuk Dimas.
"Rinai gak bisa datang kesini, jadinya dia titip ini buat kamu." Genta menaruh kotak warna coklat keatas meja. Isinya roti dan olahan cokelat bikinan Kafe. Ia tersenyum tipis, lalu Genta duduk di kursi sebelah ranjang pasien.
"Saya turut berduka sama keadaan kamu yang sekarang, dan saya juga menyayangkan absennya kamu dari undangan yang saya buat," kata Genta seraya menunjukan satu kotak lainnya ke pinggir ranjang Krisan.
Barang yang ada di dalam kotak berikut merupakan barang yang seharusnya sudah ada di tangan Krisan pekan lalu. Isinya lumayan klise, cuma benda-benda kecil yang ditinggalkan oleh Dimas sebelum ia menghembuskan napas terkhirnya di ruang operasi.
"Dulu, Dimas beberapa kali beli sesuatu yang niatnya mau dikasih ke kamu. Tapi ditunda terus, hingga dia bilang langsung ke saya, jika dia bakal kasih ini ke kamu kalau udah usia dua puluh tahun."
Ada bagian yang menurut Genta lumayan menggemaskan disini. Dimas pernah bicara, dia ingin memberikan barang-barang ini pada umur dua puluh tahun sebab Dimas berambisi untuk terus bersama Krisan minimal sampai usia itu. Dimas merencanakan banyak sekali hal untuk usia dua puluh tahunnya, kata Dimas, itu adalah hadiah untuk diri sendiri yang telah menjadi dewasa menurut usia.
Krisan mengambil kotak yang diberi Genta tersebut kemudian membukanya. Volumenya lumayan padat dan barangnya disusun rapih, beberapa ada yang masih di dalam kotak dan plastik kemasan. Hal pertama yang mencuri perhatian Krisan adalah parfume Jo Malone yang ada di sebelah kiri.
Krisan meraih pewangi itu dan membukanya. Karena dibeli sekitar dua tahun lalu, benda ini mungkin tidak bisa lagi digunakan. Namun Krisan samar-samar mencium bau khas English Pear & Freesia dari sana. Jo Malone varian berikut adalah salah satu dari varian yang sering Krisan gunakan masa SMA.
Genta mengambil napas, "Dimas niat kasih parfume itu di malam dia meninggal, pas kamu buat Dimas menunggu tiga jam lamanya di Kafe. Dia beli pakai tabungannya sendiri, menurut Dimas, harganya mahal. Tapi banyaknya uang yang digunakan sebanding sama rasa terima kasihnya karena kamu berhasil melengkapi puzzle yang lagi Dimas rangkai selama hidup."
"Puzzle apa?" tanya Krisan. Karena selama ia berteman dekat sama Dimas, harusnya Krisan menjadi pihak yang paling diuntungkan diantara mereka. Dimas lah yang menemani Krisan disaat-saat terpuruk.
Tangan Krisan kini meraih sebuah buku sampul kulit yang dihiasi oleh ukiran sweet pea dan inisial D. Waktu jari-jari lentiknya mulai membalik sampul dan lembar-lembar berikut, hati wanita itu dibuat terenyuh akibat kalimat yang ditulis berantakan di bagian depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] Hiraeth ✔
Romance❝When someone who gave you a best memories become the memory.❞ Hai, Semesta! Manusia dengan banyak alai-belai, sang pemilik eunoia. Rindu tentangmu masih ada, nih. kian menggunung membentuk merapi yang ingin menggonggong. Setiap kata yang sering...