15. Singularity

5 2 0
                                    

Selamat Membaca!!!

💌💌💌

“Tiara!” Gadis berambut gelombang itu langsung menghentikan langkah saat mendengar suara sang sahabat yang menginterupsinya. Sekitar beberapa menit yang lalu, bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Alhasil, Tiara berjalan keluar menuju gerbang sekolah sembari mengoperasikan ponsel yang ada di genggamannya untuk memesan ojek online.

“Kenapa, Dit?” tanya Tiara dengan alis yang menyatu. Sebab, ia agak heran dengan Ardit yang tiba-tiba menghentikannya. Tanpa banyak bicara, lelaki itu berjalan mendekati gadis tersebut dan tanpa izin, menarik lengan Tiara yang membuat gadis berambut gelombang tersebut mau tak mau mengikutinya. Tentu saja Tiara terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Ardit.

“E—eh, Dit? Kamu mau bawa aku ke mana? Aku mau pulang, Dit. Ini aku mau pesen Grab.” Kini, Ardit yang mulai menghentikan langkah. Ia langsung berdecak saat mendengar ucapan Tiara barusan. Seolah, ucapan gadis itu adalah sebuah kesalahan yang sangat besar.

“Lah, pulang? Kok pulang, sih, Ti? Kan tadi aku sudah bilang sama kamu waktu di kelas, pulang sekolah kamu ikut aku makan bareng anak-anak. Daripada kamu suntuk dan semakin bad mood, mending ikut aku. Lumayan have fun sebentar, Ti.” Sontak saja Tiara mendengus kesal setelah mendengar penuturan sahabat kecil yang ada di sampingnya ini. Tentu saja ia langsung menarik lengannya yang ada di genggaman Ardit.

“Aku, kan, sudah bilang kalau aku nggak mau ikut kamu sama temen-temen band-mu. Aku capek, Dit, sekarang. Aku mau pulang, mau langsung tidur dan istirahat. Kamu pikir ucapanku waktu di kelas tadi itu cuma lelucon? Sebercanda itu memang ekspresiku?” Selepas mengeluarkan rasa kesalnya, tanpa basa-basi, Tiara langsung berjalan meninggalkan Ardit yang menatap gadis itu dengan heran.

Sekaligus agak terluka.

💌💌💌

Ya, Tiara tau ini agak aneh. Padahal, sebelumnya beberapa siswa sempat memandang dirinya remeh gara-gara tuduhan berdasar yang menyesatkan dari Jihan tempo lalu. Akan tetapi, setelah Tiara keluar dari Ruang BK dan melaksanakan hukuman dari Bu Retno, mereka semua mendadak biasa saja terhadap Tiara. Seolah tak terjadi apapun. Bahkan sampai keesokan harinya, yaitu hari ini. 

Jujur, sebenarnya Tiara penasaran apa yang telah terjadi hingga membuat beberapa temannya tidak menghina gadis itu lagi. Namun, ia berusaha untuk cuek dan berjalan masuk ke kelasnya sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Setidaknya, Tiara bersyukur karena bisa agak tenang tanpa harus makan hati mendengar tuduhan-tuduhan yang tak mengenakkan.

Wajah Tiara tampak lesu dan pucat pagi itu. Entahlah apa yang baru saja terjadi padanya. Padahal, sekarang sudah tidak ada lagi yang menuduhnya macam-macam. Ardit yang sangat peka dengan perubahan raut Tiara mulai merasa aneh pada sahabatnya itu.

“Ti, wajahmu kok pucat gitu, sih? Lagi sakit?” tanya Ardit dengan cemas. Tiara langsung saja menoleh dengan wajah yang lesu. Seolah, dia telah melakukan hal yang sangat melelahkan.

“Nggak, aku nggak sakit. Nggak apa, kok,” jawab gadis itu berusaha menenangkan. Tentu Ardit jadi merasa semakin resah.

“Nggak apa gimana, Ti? Wajahmu itu pucat banget, loh. Kalau sakit, mending pulang aja. Kasih surat—”

“Aku nggak apa, Dit! Udah, jangan banyak ngomong dulu. Kepalaku nanti tambah pusing.” Bukannya kesal dengan bentakan Tiara, Ardit justru semakin khawatir.

“Katanya nggak apa, tapi kok kepalanya pusing? Udah, Ti. Mending—”

“Dit ... please! Jangan ajak aku ngomong dulu,” ujar Tiara setengah memohon pada Ardit. Sepertinya pikiran gadis itu sedang kacau. Selepas berbicara, Tiara menelungkupkan kepala di antara kedua lengannya yang terlipat di atas meja.

Namun, Ardit masih belum menyerah untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi pada Tiara. Perlahan, lelaki itu mulai menggeser kursinya untuk mendekat pada kursi Tiara, lalu mendekatkan bibirnya di telinga gadis itu.

“Kamu kemarin diganggu sama om-om itu lagi?” tanya Ardit dengan lirih. Tiara pun menggelengkan kepala, meski awalnya ia agak speechless dengan pertanyaan lelaki tersebut.

“Kamu masih dituduh aneh-aneh sama temen-temen?” tanya Ardit lagi. Dan Tiara lagi-lagi menggeleng dengan kepala masih dalam posisi telungkup.

“Terus ... kamu kenapa kok lemes kayak gini?” Mungkin karena kesal sebab gadis itu terus menerus dihantam oleh berbagai macam pertanyaan, lantas Tiara mengangkat kepala dan menatap Ardit dengan jengkel.

“Dit ... kepalaku makin pusing kalau kamu ajak aku ngomong terus. Bisa diam bentar nggak? Please ...!” Selepas itu, Tiara menelungkupkan lagi kepalanya. Ardit menghela napas lelah melihat reaksi sahabatnya itu. Gadis itu benar-benar tak seperti biasanya.

Sungguh, ada yang ganjil pada Tiara hari ini.

💌💌💌

Karena judul part ini “Singularity”, jadinya di mulmed aku kasih MV Singularity-nya ayang mbebku, deh, mwehehe.

Jeykey: Ekhem! We don't talk anymore.

//Oke, skip again 😂

Have a nice day.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FixationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang