****
Tak ada yang berbicara antara Vito dan Nara. Menghabiskan waktu hanya untuk diam sembari menikmati suasana kampus yang tenang. Menunggu salah satu diantara mereka memulai obrolan.Suasana di kampus cukup tenang. Semilir angin yang menyejukan menambah nikmat suasana ini. Beruntung kampus mereka banyak ditanami pohon rindang. Membuat mereka yang berada disana betah berlama-lama termenung. Sambil memikirkan kehidupan apa yang sedang mereka jalani.
Jam segini memang belum banyak mahasiswa yang berada di sekitaran kampus. Mungkin sedang ada kelas atau mereka mendapatkan jadwal siang. Jika siang nanti, daerah ini akan menjadi padat oleh mahasiswa yang berlalu lalang. Masing-masing memiliki kesibukan tersendiri.
Sesekali, Nara menyapa mahasiswa yang ia kenal. Mengobrol sebentar lalu pamit dengan ramah. Tipikal orang yang mudah bergaul dengan sesama. Dibalik itu, Nara memang sangat populer. Mahasiswa jurusan sosiologi yang sangat aktif berorganisasi dan mengikuti kegiatan masyarakat. Selaras dengan jurusan yang ia ambil.
Beda lagi dengan Vito. Mahasiswa yang dikenal jurusannya sebagai orang yang pendiam dan suka menghindari berada di kerumunan. Ia tak suka, ketika dirinya berada diantara banyak orang yang membuatnya sesak. Yang suaranya justru terdengar gaduh olehnya. Maka dari itu, Vito lebih suka menyendiri. Mempunyai waktu untuk menjadi dirinya sendiri. Bukan orang yang mereka tau.
Saat ini mereka dalam perjalanan menuju kantin kampus. Cukup jauh dan membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit dari area parkir tadi.
"Kak,"
Nara menoleh kebelakang saat Vito memanggilnya. "Ya?"
"Emang gapapa kalo aku yang nemenin kakak sarapan."
Nara tertawa kecil. Vito itu sudah masuk kuliah kenapa telihat lugu sekali. "Lo itu polos banget sih. Lagian siapa yang ngelarang gue ditemenin orang lain coba. Gue ini solo ya!"
Meski tak percaya apa yang Nara katakan itu benar. Entah mengapa Vito tetap merasa lega mendengarnya. Walaupun rasanya tak mungkin gadis secantik dan sepintar Nara tidak tidak memiliki pasangan. Atau mungkin banyak yang menyukai Nara namun gadis itu menolaknya.
.
.
.
.Dilain sisi, Vino segera turun dari motor, membayar tukang ojek asal tanpa memperhatikan uang yang ia beri lebih banyak. Setelah mengucapkan terimakasih, Vino langsung berlari memasuki gedung kampusnya. Tak peduli sepatunya tidak dipakai dengan benar. Atau penampilan acak-acakan karena terburu-buru datang. Vino tetap merasa dirinya tampan.
Memasuki area kampus, Vino menyapa beberapa mahasiswa yang ia kenal. Bahkan sampai yang tidak kenal ia sapa asal.
Melewati daerah gedung FISIP, Vino tak sengaja melihat adiknya bersama sahabatnya. Dengan langkah yang dipaksa lebih cepat, Vino mengerjar dua orang itu.
"Vito! Nara!"
Vito dan Nara menoleh kebelakang, disana Vino sedang berlari menghampiri mereka.
"Vin-"
"Bentar, napas dulu"
Perkataan Nara dipotong begitu Vino sampai didekat mereka dan mengangkat tangan. Mengisyaratkan pada mereka untuk diam saat dirinya masih mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Setelah beberapa saar, Vino menegakkan tubuhnya yang semula ia bungkukan. Berjalan kearah Vito kemudian tanpa aba-aba menaiki punggung Vito. Beruntung Vito dengan tanggap menyeimbangkan tubuhnya.
"Anterin kakak ke kelas" ucap Vino.
Vito yang tidak tau apa-apa hanya menuruti perintah kakaknya. Meski kini dalam hati ia sedang gelisah. Berfikir apa yang akan ia katakan jika Vino menanyakan keberadaannya di sini. Sementara seharusnya ia sudah duduk di kelas dan mendengarkan dosen menerangkan materi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
Teen FictionVito merasa hidupnya kosong setelah sang bunda pergi. Vito butuh kasih sayang. Terutama dari Ayah sebagai orang tua satu-satunya. Vito iri ketika Ayah terkadang lebih memperhatikan Vino, kakaknya. Meski begitu, Vito tidak membenci Vino. Ia sangat m...