****
Vito keluar dari kelasnya dengan malas. Hari ini matahari sedang gencar menyinari bumi. Panasnya membuat Vito ingin cepat-cepat pulang kerumah dan tidur di kasurnya yang dingin. Atau menikmati minuman dingin sambil bersantai ria dibalkon kamar dan menikmati hembusan angin sejuk. Ah, bisakah ia berpindah tempat saat ini juga.
Sambil menuruni tangga menuju lantai satu, Vito mengingat kejadian tadi pagi. Saat ia turun, hanya ada Ayah di meja makan. Katanya Vino sudah berangkat pagi-pagi sekali jadi tak sempat sarapan. Tadi pagi, Ayah juga srmpat menawarkan akan mengantar Vito ke kampus sebelum berangkat ke luar kota, tapi Vito menolak. Kalau berangkat dengan Ayah, itu artinya ia harus pulang dengan taksi atau ojek online. Dan Vito malas memesan jasa mereka. Lebih baik menggunakan motor kesayangannya saja.
"Vito!"
Sebuah teriakan membuatnya terpaksa berbalik. Disusul suara langkah kaki yang terkesan cepat mendekat kearahnya.
"Akhirnya nemu lo juga" ujarnya, masih mengatur nafasnya yang memburu.
"Kak Nara? Ngapain disini?" tanya Vito. Menuntun Nara untuk duduk disalah satu bangku di dekat tangga.
"Nyariin lo"
Dahi Vito mengkerut, "Ngapain nyariin Vito?"
"Nyokap gue minta lo dateng kerumah gue. Katanya mau ngucapin terimakasih karna kejadian bulan lalu"
Vito hanya ber-oh lalu mengangguk mengerti.
"Kayaknya Vito gak bisa deh kak. Vito nggak mau ngrepotin"
Nara berdecak sebal, "Vit, lo itu udah nyelamatin hidup gue. Masa gak ada imbalannya"
"Tapi Vito ikhlas kak, lagian siapa sih manusia yang nggak mau nolongin kakak waktu itu"
"Iya, tapi yang punya keberanian itu cuma lo. Yang bener-bener niat nolongin gue itu cuma lo. Udah lah nggak usah malu-malu gitu, makin gemes ntar gue. Jadi, mau ya?"
Vito nampak menimbang. Ia agak bingung. Jika tidak menerima ajakan Nara, ia akan merasa bersalah pada ibunya Nara karena menolaknya. Tapi jika Vito menerimanya, itu seperti Vito mengharap imbalan dari aksinya. Padahal kejadian waktu itu yang entah dapat keberanian dari mana Vito menolong Nara.
Ngomong-ngomong tentang kejadian bulan lalu, yang membuat geger seisi kampus karna salah satu anak rektor yaitu Nara Hayana hampir jatuh dari lantai 5 jika saja waktu itu Vito tidak menolongnya. Entah apa yang dilakukan Nara hingga terjatuh. Vito yang saat itu tak sengaja melihat tanpa pikir panjang langsung naik kelantai 5 dan menolong Nara. Itulah sebabnya Vito dikenal hampir seluruh kampus karena aksi heroiknya.
Karena kejadian itu adalah awal mula bertemunya Vito dan Nara. Awal kedekatannya dengan Nara. Dan awal mula ia merasa sesuatu yang berbeda ketika berada dekatnya. Tetapi mungkin itu hanya perasaan sementara. Untuk saat ini, Vito tidak ingin memikirkan perasaan itu.
"Vit, hei. Lo kok bengong sih" Tangan Nara melambai-lambai didepan wajah Vito. Membawa kembali kesadaran Vito dari ingatan kejadian bulan lalu.
"Mau gak?"
Setelah memikirkan ajakan Nara, akhirnya Vito mengangguk mengiyakan. Hadiah tidak boleh ditolak bukan.
Nara tersenyum senang, "Gitu dong dari tadi. Yaudah yuk langsung kerumah gue aja, sekalian gue ikut bonceng. Kebetulan gue gak bawa motor sendiri. Lo udah gak ada jam matkul kan"
Sekali lagi Vito mengangguk.
"Yaudah, yuk!"
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
Teen FictionVito merasa hidupnya kosong setelah sang bunda pergi. Vito butuh kasih sayang. Terutama dari Ayah sebagai orang tua satu-satunya. Vito iri ketika Ayah terkadang lebih memperhatikan Vino, kakaknya. Meski begitu, Vito tidak membenci Vino. Ia sangat m...